Mendagri Diminta Tolak RTRWP Riau 2017-2023

Pekanbaru, Detak Indonesia--Koalisi Eyes on the Forest dalam sepekan terakhir menerbitkan dua laporan investigatif terkait kejanggalan pengembangan kebun kelapa sawit melalui mekanisme perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan hutan, maupun alokasi Holding Zone, zonasi yang belum mendapat perizinan, atas usulan DPRD Riau.  

Kedua laporan terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dengan terbitan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang perubahan peruntukan kawasan hutan. 

Media Relations EoF, Tantia Shecilia dalam rilisnya Kamis (22/3/2018), menjelaskan Koalisi EoF menengarai adanya kejanggalan sehingga keluarnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan melalui SK Nomor 673 tahun 2014 menyetujui Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan hanya seluas 1.638.249 hektare. Maka, kawasan hutan disulap menjadi kawasan bukan hutan, khususnya menjadi kebun sawit yang bertahun-tahun beroperasi bahkan tanpa izin pelepasan kawasan hutan dan izin hak guna usaha (HGU). 

Selama periode Juni hingga Agustus 2017, tim EoF melakukan investigasi pada 29 lokasi atau areal kebun sawit seluas 77.911 hektare yang secara kajian GIS (geographic information system; sistem informasi geografis) mengalami perubahan peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 673/Menhut-II/2014.

Puluhan kebun sawit yang telah beroperasi bertahun-tahun ini diduga tidak memiliki izin Pelepasan Kawasan Hutan dari Kementerian Kehutanan. Beberapa kabupaten di Provinsi Riau yang diinvestigasi EoF terkait dengan kejanggalan dalam operasi kebun sawit antara lain Kampar, Pelalawan, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Rokan Hilir, Rokan Hulu, Siak, dan Bengkalis.

Dari luas kebun 77.911 hektare yang teridentifikasi, terdapat areal yang telah dilakukan pelepasan seluas 101.156 hektare di delapan kebun sawit dari total 29 kebun.  Selain itu berdasarkan data BPN Provinsi Riau yang diterima tahun 2016, terdapat 62.835 hektare yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) yang berada di 15 dari 29 lokasi yang dipantau EoF.

Holding zone SK Menhut Nomor 673 tahun 2014 juga menjadi alasan DPRD Riau bersikukuh mengusulkan Holding Zone seluas 405.847 hektare sebagai alternatif penyelesaian RTRWP Riau 2017-2037. 

Kajian dan pemantauan dilakukan EoF di 17 lokasi areal Holding Zone seluas 40.109 hektare guna mengumpulkan data dan bukti apakah pada areal usulan Holding Zone tersebut telah dikuasai oleh masyarakat atau pihak perusahaan atau cukong sawit.

Atas berbagai kejanggalan dan ilegalitas di lapangan, maka Jikalahari dan EoF meminta Mendagri menolak Ranperda RTRWP Riau 2017 – 2037 dan memerintahkan Gubernur Riau membahas ulang proses penyusunan, pembahasan, pengesahan dan penetapan RTRWP Riau dengan melibatkan publik. EoF juga meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara substansial tidak menyetujui alokasi Holding Zone seluas 405.874 hektare karena bertentangan dengan PP 104/2015 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. 

Pada Desember 2016, Eyes on the Forest juga telah mempublikasikan laporan “Legalisasi Perusahaan Sawit Melalui Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan di Provinsi Riau”. Dalam laporan tersebut menjelaskan bahwa terdapat sekitar 26 perusahaan kebun kelapa sawit yang telah mengembangkan kebun sawit sejak lama pada kawasan hutan dan banyak beroperasi tanpa izin pelepasan kawasan dan HGU.  

Kasus pemanfaatan usulan RTRWP melibatkan pejabat negara dan pihak swasta telah mengakibatkan dipenjaranya (mantan) Gubernur Riau dan pengusaha sawit setelah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Betapapun EoF meyakini kasus utak-atik rencana tata ruang provinsi untuk mengubah hutan menjadi kebun sawit seperti puncak gunung es, banyak yang belum tersentuh hukum. Karena itu EoF mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas aktor yang bermain di balik otak-atik tersebut. 

EoF meminta Negara bisa melindungi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati yang tidak dieksploitasi hanya untuk perkebunan, namun mempertahankan hutan alam di tengah-tengah laju deforestasi yang sangat tinggi saat ini.(*/rls) 


Baca Juga