Pengamat Riau: UU No 22/2009 Sudah Mewadahi dan Relevan

Pekanbaru, Detak Indonesia-- Tim Dit Lantas Polda Riau yang dipimpin Wadirlantas Polda Riau melakukan kegiatan diskusi dan permintaan pendapat para ahli terkait isu Revisi UU 22/2009, tim terdiri dari Kasubdit Kamsel, Kasi Prasjal, Kasi STNK dan Ir Mardianto Manan MT. Kegiatan tersebut berlangsung sukses, Kamis 12 April 2018.

Dalam pertemuan Tim Dit Lantas Polda Riau bersema Prof DR H Syafrinaldi SH MCL selaku ahli bidang hukum sekaligus Rektor UIR dalam penyampaiannya memaparkan beberapa kajian tentang angkutan umum online atau daring bukanlah bentuk moda angkutan umum yang baru.

Karena  sama dengan angkutan umum lainnya, hanya saja berbeda pada pola pemesanannya yang menggunakan aplikasi elektronik.

"Kita tetap mengharapkan kendaraan angkutan online tersebut untuk menjadi plat  kuning serta tergabung di badan usaha maupun koperasi, sehingga Permenhub 108/2017 sudah tepat dan tidak perlu merevisi UU 22/2009 untuk mengakomodir hal tersebut," katanya. 

Terkait kendaraan roda dua (R2) sebagai kendaraan umum, sebaiknya diakomodir melalui Perda sebagai local wisdom, karena apabila dinaikkan dalam perubahan UU 22 /2009 akan membawa dampak secara nasional sedangkan kendaraan ojek daring hanya ada di beberapa daerah tertentu saja sehingga tidak perlu diatur dlm UU 22/2009 sepanjang tidak ada larangan tegas dengan sanksi dalam UU 22/2009. 

"Apabila kendaraan roda dua (R2) menjadi kendaraan umum hal ini bisa kita lihat pada penerapan perizinan plat kuning pada betor di medan, sehingga apabila ada ojek daring beroperasi pada daerahnya, yang memang benar benar daerah tersebut membutuhkan, sebaiknya pemerintah daerah dapat mengakomodir dengan Perdanya berikut wilayah operasi dan tarifnya tanpa perlu merevisi pada UU 22/2009 yang masih relevan saat ini," papar Prof DR H Syafrinaldi SH MCL.

Dalam pelaksanaannya Prof DR Ir Sugeng Wiyono MMT memaparkan, penerapan sepeda motor R2 sebagai kendaraan umum sebaiknya diakomodir melalui Perda sesuai kebutuhan oleh daerah masing masing, karena angkutan jenis ini hanyalah kendaraan umum sementara yang mengisi kekosongan atau transisional dari misi pengembangan tranportasi massal yang telah disepakati melalui RUNK, menjadikan R2 sebagai kendaraan umum dengan merevisi UU lalu lintas  akan menimbulkan kontra produktif dari target pengembangan transportasi massal yang berkeselamatan, apalagi R2 memiliki kerentanan pada kecelakaan. 

"Apabila diakomodir secara Nasional melalui Revisi UU lalu lintas untuk Sepeda Motor R2 menjadi kendaraan umum akan membawa dampak luar biasa. Pada kesepakatan bersama RUNK, karena pengaturan transportasi merupakan bagian terpenting dalam upaya Nasional meningkatkan keselamatan berlalulintas. 

"Pemerintah pusat sebaiknya mendelegasikan kewenangan ini pada pemerintah daerah melalui Perda, tentu saja pengelolaan akan lebih sesuai kebutuhan dengan persaingan usaha yang sehat, termasuk penentuan tarif, karena tiap daerah memiliki kemampuan daya beli jasa yang berbeda, samahalnya tarif angkot di daerah masing masing," tambahnya. 

Menyangkut kendaraan taksi online atau daring sudah cukup diakomodir pada PM 108/2017. Kemudian yang diperlukan saat ini adalah, pelaksanaan yang harus dioptimalkan dari Permen 108/2017 secara konsisten, karena aturan teknis sudah sangat detail dan mengakomodir semua kepentingan taksi atau angkutan daring.

"Ketegasan dalam pelaksanaannya justeru sangat dibutuhkan, karena merevisi UU 22/2009 justru akan menambah kisruhnya wajah transportasi, karena akan tarik-menarik kepentingan sehingga melupakan amanat RUNK yang telah disepakati bersama seluruh stakeholder. Intinya UU 22/2009 masih sangat relevan dan justru harus lebih konsisten dalam menjalankannya," pungkasnya.(adifa) 


Baca Juga