PT Energi Mega Persada Abaikan Lingkungan

Pekanbaru, Detak Indonesia--Manager Produksi PT Energi Mega Persada Tbk (EMP), Bagus Kartika, tak bisa menjawab sekaligus mejelaskan tentang tudingan kalau perusahaan operator pengelola konsesi minyak dan gas blok Selat Malaka ini mengabaikan lingkungan.

"Silakan hubungi Argo Media Relation, beliau yang bisa menjawab soal operasional perusahaan mencakup wilayah kerja Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau," jawab Bagus saat dikontak ponselnya oleh awak media belum lama ini.

Argo saat ditanya tentang perusahaan EMP dituduh telah mengabaikan lingkungan dalam operasional perusahaan mengelola minyak dan gas hingga mengakibatkan terjadinya penurunan pada lokasi lahan di operasional perusahaan seperti disebutkan Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) Ismadi Esman hanya bisa menjawab nanti akan memberikan keterangan melalui WhatsApp (WA), sebutnya saat dikontak ponselnya. Namun setelah ditunggu-tunggu jawaban yang dijanjikannya itu tak kunjung ada. 
Kembali disebutkan Bagus saat dikontak ponselnya, dia menyesalkan atas tudingan JMGR. 

"Selama ini kami cukup kenal dan telah melakukan kerjasama dari beberapa LSM di daerah setempat. Saat ini perusahaan lebih baik diam dan tak merespon apa yang menjadi tudingan sekelompok aktivis," ujarnya sambil memutus pembicaraan.

Seperti disebutkan Isnadi Esman, Sekretaris Jenderal JMGR dalam press releasenya melalui WhatsApp (WA), Rabu (3/4/2018) menirukan penjelasan Iman SJ Putera, EMP memiliki pembaharuan kontrak dengan luasan kerja 9.492 Kilometer Persegi di  Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Dulu perusahaan ini namanya Kondur Petroleum SA.

PT Energi Mega Persada Tbk (EMP) sebagai operator pengelola konsesi minyak dan gas Blok Selat Malaka mencakup wilayah kerja Pulau Padang Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau dituduhkan telah mengabaikan lingkungan.

EMP dulunya bernama Kondur Petroleum S.A perusahaan yang didirikan di bawah hukum Nasional Republik Panama pada 17 Desember 1967 itu sebelumnya telah melakukan menandatangani kontrak kerja sama (KKS) dengan pemerintah Indonesia pada tanggal 5 Agustus 1970 sebagai operator pengelola konsesi Migas Blok Selat Malaka seluas 39.550 Kilometer Persegi,

Isnadi Esman Sekretaris Jenderal Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) dalam press release nya diterima redaksi memaparkan tentang adanya pembaharuan kontrak EMP yang memiliki luasan kerja 9.492 Kilometer Persegi di  Pulau Padang ini dimana pada pertengahan tahun 1995, Far Eastern Hydrocarbons Ltd yang dimiliki Kelompok Usaha Bakrie itu mengakuisisi Resources Holding Incorporation, perusahaan induk Kondur Petroleum S A telah membeli seluruh saham operator Blok Selat Malaka.

"Kemudian pada tanggal 16 Februari 2003 Energi Mega Persada Tbk mengambil alih seluruh kepemilikan Kondur Petroleum S.A dan nama Kondur Petroleum S.A. sendiri sejak 12 Juni 2012 telah berubah menjadi EMP Malacca Strait S.A," demikian laporan JMGR melalui WhatsApp (WA), Rabu (3/4/2018).

Iman SJ Putera menyampaikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, terutama pasal tentang azas dan tujuan dari penyelenggaraan usaha minyak dan gas bumi, tentunya harus berlandaskan ekonomi kerakyatan, kemakmuran bersama, kesejahteraan rakyat dan yang tidak kalah pentingnya adalah berwawasan lingkungan, kata Isnadi Esman menirukan ucapan Iman.

EMP selama 23 tahun sejak Bakrie Grup menguasai KKS mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam berupa minyak bumi dan gas yang ada di Pulau Padang, justru yang terjadi kemiskinan dan ketertinggalan dialami masyarakatnya, ditirukan Ismadi.

“Masyarakat di Desa Bagan Melibur di Pulau Padang yang merupakan daerah ring 1 dari kegiatan usaha Migas Bakrie Grup terdapat kantong kemiskinan di Meranti. Ini merupakan representative kecil dari angka kemiskinan di Meranti sebesar 29,8 persen (data BPS). Kita sayangkan kondisi ini kontras dengan Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah di Meranti, seperti minyak, gas, timah, hutan, mangrove dan sagu,” jelasnya.

Ismadi melihat, selain soal soal kesejahteraan masyarakat, kegiatan eksploitasi Migas EMP Malacca Strait S.A juga berpengaruh sangat signifikan terhadap degradasi dan deforestasi landsekap gambut (peatland) yang ada di Pulau Padang.

Ya, dari hasil riset kita bersama akademisi Universitas di Riau tahun 2016, terjadi penurunan permukaan tanah gambut berkisar antara 10 – 12 sentimeter/tahun akibat dari aktivitas eksplotasi Migas di Pulau Padang, terutama akibat adanya pengeboran bawah permukaan gambut dan pembangunan drainase saluran air yang lebar dan alirannya langsung ke laut dan sungai.

Fakta ini, ungkap Ismadi tentunya sangat berdampak terhadap kehidupan masyarakat di daerah yang mengalami penurunan permukaan tanah (subsiden), 'misalnya saja dengan kondisi yang kering maka akan memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang juga berpengaruh terhadap lahan pertanian dan perkebunan masyarakat, jika tidak ada treatment khusus akan mengancam eksistensi pulau dengan resiko tenggelam,” kata Isnadi.

“Kita berharap ada manajemen yang lebih baik yang mengutamanakn kesejateraan masyarakat untuk mengelola Migas di Pulau Padang. Pemerintah baik daerah maupun pusat harus mampu memaksimalkan sumber daya alam yang ada ini untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik. Tidak perlu ada perusahaan yang mengelola hanya untuk kepentingan dan kekayaan sepihak,” pungkas Iman yang juga diamini Ismadi.(*/di)


Baca Juga