IUP PT Kharisma “Bodong“,Berlindung Dibalik KUD PTB

Rengat, Detak Indonesia-- Kepemilikan Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) yang diterbitkan Bupati Inhu, Yopi Arianto Nn.198 tanggal 29 Desember 2014 dengan luasan 8.829 hektare, kuat dugaan tindakan itu telah melanggar hukum, akibatnya produk penerbitan IUP-B itu dinilai “Bodong”.

Kenapa tidak, untuk memperoleh IUP-B itu tidak serta merta hanya atas kedekatan saja, namun wajib menaati sejumlah aturan yang berlaku seperti, UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Permenhut No.33 Tahun 2010 tentang tata cara pelepasan kawasan hutan, Permentan No.98 Tahun 2013 tentang perizinan usaha perkebunan, UU No.39 tahun 2014 tentang Perkebunan.

Pemerhati Kehutanan dan Perkebunan di Inhu, Riau Iriawan Siregar menegaskan hal itu dan dia mengomentari masalah kepemilikan IUP-B yang saat ini menjadi dasar pembangunan kebun sawit yang dikelola oleh PT Kharisma, dengan dalih membangun kebun plasma masyarakat Desa Talang Perigi seluas 154 hektare untuk 212 KK.

Menurut Iriawan, sebagaimana aturan yang berlaku bahwa, untuk perolehan IUP-B yang kini dimiliki PT Kharisma, seharusnya PT Kharisma sudah lebih dulu mengantongi permohonan izin lokasi yang direkomendasikan Gubernur Riau untuk memperoleh izin pelepasan kawasan hutan yang akan digarap, tentu saja tidak meninggalkan yang mengacu kepada RTRW yang sedang berlaku.

Setelah PT Kharisma mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian LHK, maka perusahaan yang akan membuka kebun sawit bersama dengan masyarakat pola plasma itu mengurus izin Amdal, sehingga bisa mendapatkan izin prinsip, izin lingkungan selanjutnya barulah Bupati Inhu menerbitkan IUP-B dan selanjutnya memohonkan kepada BPN Pusat Jakarta untuk perolehan (Hak Guna Usaha (HGU), yang diberi tenggang waktu selama 2 tahun dalam pengurusan.

Kenyataannya, kata Iriawan, tiba tiba saja PT Kharisma bisa mengantongi IUP-B tanpa memiliki izin pelepasan kawasan hutan, apalagi lokasi yang digarap berdekatan dengan kawasan Hutan Lindung (HL) Bukit Batabuh, sehingga status lahan dikhawatirkan masuk dalam kawasan lindung dan atau penyangganya.

Dalam hal ini, sadar apa tidak bahwa keberadaan KUD Produsen Talang Bersatu (KUD PTB) Desa Talang Perigi Kecamatan Rakitkulim, Inhu, Riau, telah ditunggangi oleh perusahaan pengelola dalam hal ini PT Kharisma Riau Sentosa Prima, karena pembukaan lahan perkebunan itu seolah olah kepentingan masyarakat tempatan dengan menjanjikan pola bagi hasil, jelas Iriawan.

Dalam perbincangannya dengan wartawan mantan Bupati Siak Sri Indrapura, Arwin AS di Pematangreba Sabtu (5/5/2018) mengatakan, dirinya berurusan dengan hukum bahkan hingga masuk penjara antara lain dikarenakan masalah status lahan hutan.

Menurut Arwin, prosedur untuk mendapatkan IUP-B itu ada mekanismenya, bukan langsung bisa mendapatkan IUP-B itu dari Bupati, karena ada sejumlah aturan yang wajib ditaati, antara lain yang terpenting adalah mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan itu lebih dulu, barulah bisa diproses mendapatkan IUP-B, ujar mantan Bupati Siak ini.

Sebelumnya Menejer PT Kharisma Riau Sentosa Prima, Roni dikonfirmasi melalui Humasnya, Jeje Wiryamudin mengatakan, areal yang digarapnya ada sekitar 8.829 hektare sesuai dengan IUP-B yang dimilikinya dari Bupati Inhu, lahan yang digarap sekitar 700 hektare lebih dan yang sudah dipanen sekitar 500 hektare lebih.

Menurut Jeje, areal yang digarapnya saat ini tidak termasuk areal kawasan hutan, karena bersifat pembangunan plasma dengan warga tempatan dengan pola plasma bagi hasil 60 untuk warga dan 40  persennya untuk perusahaan.

Jeje mengakui izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian LHK memang masih dalam tahap pengurusan, berikut HGU, dan sudah memiliki Amdal, kata Jeje meski keberatan menunjukkan izin Amdal yang katanya sudah dimiliki. (zp)


 

Terkait Aksi Mogok Kerja Karyawan

“ Bonus Bukan Hak Normatif ”

RENGAT. Pemberian bonus dari pihak perusahaan dalam hal ini PT Perkebunan Kelapa Sawit Inecda Plantation Desa Tani Makmur Kecamatan Rengat Barat, Inhu, Riau, kepada karyawan bukanlah hak normatif (Kewajiban).

      Karena perusahaan mampu memberikan bonus kepada karyawannya dikarenakan perusahaan itu mengalami keuntungan dalam tahun berjalan selama menjalankan operasional perusahaan, jika perusahaan tidak mengalami keuntungan dalam menjalankan usahanya dalam tahun berjalan itu, apa yang mau diberikan kepada karyawan yang namanya bonus itu.

      Tidak sama halnya dengan Tunjangan Hari Raya (THR), yang sudah diatur dalam aturan Kementerian Tenaga Kerja bahwa THR itu adalah hak normatif, mau tidak mau, suka tidak suka perusahaan wajib memberikan THR kepada semua karyawannya, jangan samakan dengan bonus.

      Demikian dipaparkan GM PT Inecda, Khamdi melalui Kabag HRD, Khairul, SE didampingi Humas PT Inecda, Joko Dwiyono dikonfirmasi awak media ini terkait ratusan karyawan PT Inecda mulai hari ini Senin (7/5) melakukan aksi mogok kerja, meski mogok kerja yang dilakukan tidak melakukan aksi berupa apapun, para karyawan hanya berdiam diri di rumah mereka masing masing dan sama sekali tidak bekerja.

      Ditambahkan Khairul, bahwa sebagaimana mengacu kepada Permen Ketenagakerjaan No.28 Tahun 2014 tentang tata cara pembuatan dan pengesahan PP serta pembuatan pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB) priode tahun 2017-2019 Pasal 32 jelas dibunyikan sbb :

      1.Pemberian Bonus adalah hak mutlak perusahaan, 2. Sistim perhitungan besarnya bonus dan waktu pemberian bonus ditetapkan oleh perusahaan. 3.Perusahaan dapat memberikan bonus sesuai dengan performent, keadaan serta kemampuan keuangan perusahaan.4.Setelah bonus ditetapkan oleh management maka perusahaan memberitahukan kepada sarikat pekerja.

      Jadi didalam PKB itu jelas sudah disebutkan bahwa perusahaan bukan berkewajiban untuk membayarkan bonus kepada karyawan, meski demikian untuk tahun berjalan, PT Inecda sudah memberikan bonus tersebut kepada semua karyawan sebesar 105 persen dari nilai gaji, kalau karyawan melalui sarikat pekerja yang ada minta agar bonus dibayarkan sebesar 250 persen dari gaji karyawan, memang perusahaan nggak mampu, Kata Khairul.

      Kata Khairul, kondisi saat ini, semua karyawan memang tidak ada yang bekerja kecuali staf dan karyawan buruh kontrak, termasuk karyawan yang ada di kantor afdeling maupun kantor besar, mereka memilih tidak bekerja dengan tuntutan agar bonus dibayarkan 250 persen dari gaji.

      Hasil liputan awak media ini di lapangan, sejumlah karyawan yang berhasil dikonfirmasi menyebutkan, mereka hanya sebatas mogok tidak bekerja dan memilih berdiam diri di rumah masing masing, namun tidak melakukan berupa aksi apapun juga, hanya mogok kerja saja kog pak wartawan, ucap mereka.

      Ketua SP3-SPSI Kab Inhu, April dihubungi selulernya mengatakan, masih sedang melaksanakan rapat di kantor Disnaker Inhu terkait mogok kerjanya karyawan PT Inecda, dalam hal ini juga diikuti oleh pihak PT Inecda, Disnaker Inhu dan SPPP –SPSI Inhu, nanti hasilnya akan diberitahukan, Kata April. (zp)

 


Baca Juga