MK Putuskan Ojek Online Tidak Termasuk Angkutan Umum

JAKARTA, Detak Indonesia - Pemerintah memastikan keberadaan ojek daring akan tetap eksis melayani kebutuhan transportasi masyarakat. Hal ini menanggapi penolakan Mahkamah Konstitusi (MK) atas permohonan uji materi Pasal 47 Ayat (3) UU LLAJ yang diajukan para pengemudi ojek online (ojol).

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menilai, putusan MK sudah pasti mempertimbangkan semua aspek. Salah satu cara ojol tetap ada, yaitu memberikan kewenangan pengelolaan kepada pemerintah daerah (pemda).

Sebab, dia menegaskan, ojol adalah keniscayaan yang terjadi dan sudah banyak memberikan suatu layanan. "Jadi, sekalipun tidak masuk itu (putusan MK), kita akan melimpahkan itu (ojol) kepada pemda," ujar Budi, Jumat (29/6).

Budi menuturkan, revisi aturan terkait keberadaan transportasi ini bisa saja dilakukan. Namun, tetap harus melihat apakah revisi itu menjadi sebuah urgensi atau tidak.

Sejauh ini, Kementerian Perhubungan melihat tidak ada urgensi yang mendesak revisi aturan demi keberlangsungan ojol. Tak terkecuali urgensi revisi Undang-Undang Lalu Lintas, meski sudah ada jutaan masyarakat yang menjadi pengemudi ojek daring tersebut.

"Makanya, formulanya nanti kita tentukan dengan satu cara tertentu, karena ini upaya kita supaya mereka (ojol) tetap eksis," kata Budi.

Pada Kamis (28/6), MK menolak permohonan uji materi Pasal 47 Ayat (3) UU LLAJ dari para pengemudi ojol yang tergabung dalam Tim Pembela Rakyat Pengguna Transportasi Online atau Komite Aksi Transportasi Online (Kato).

"Amar putusan mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di gedung MK.

Para pemohon merasa Pasal 47 Ayat (3) UU LLAJ bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1) dan Ayat (2), serta Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 sehingga berlakunya pasal //a quo// menimbulkan kerugian hak konstitusional para pemohon.(DI)


Baca Juga