Hutan Bakau Digunduli, Ancam Abrasi Pantai

Dabo Singkep, Detak Indonesia--Hutan Bakau (mangrove) yang merupakan sekelompok tanaman yang hidup di tepian pantai pasang surut air laut di Kabupaten Daik Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kini semakin terancam karena dirambah untuk dijadikan arang bakau. 

Kelestarian hutan bakau ini menjadi dilema tersendiri bagi Pemkab Lingga, mengingat aktivitas penebangan kayu bakau sangat berdampak pada kerusakan hutan mangrove mengancam abrasi pantai yang semakin mengkhawatirkan, namun di sisi lain ini adalah merupakan hajat hidup masyarakat.

Selanjutnya usaha pelarangan penebangan kayu bakau ini  setengah hati, terbukti aktivitas pembabatan bakau untuk industri arang di sejumlah wilayah Kecamatan Singkep Barat hingga Daik Lingga terus berlangsung.

Bakar, salah seorang pengusaha Arang Bakau di Daik Lingga Kepri tinggal di Batam  dikonfirmasi Senin (9/7/2018) mengatakan dia bukan pemilik usaha Arang Bakau di Daik Lingga dan mengatakan salah alamat dia dibilang pemilik usaha Arang Bakau. Sementara warga mengaku kayu bakau yang ditebang dari pantai dipasok ke usaha Arang Bakar milik Bakar.

Usaha arang bakau dibungkus karung

Kasi Perencanaan dan Dampak Lingkungan BLH Kabupaten Daik Lingga, Firman yang dikonfirmasi Detak Indonesia Senin petang (9/7/2018) tak bersedia memberi keterangan rinci. Namun menurutnya ada koperasi yang menangani ini dan ada kegiatan penanaman mangrove kembali.

Bagi masyarakat secara ekonomi, hutan mangrove dapat dimanfaatkan kayunya secara lestari untuk bahan bangunan dan arang. Selain itu, hutan mangrove juga dapat dimanfaatkan untuk industri peternakan lebah madu, ecotourisme dan kegiatan ekonomi lainnya.

Ketua LSM Gema Lingga Suhardi dikonfirmasi juga menjelaskan masalah penebangan kayu bakau yang mengancam kerusakan ekosistem pantai Daik Lingga menurutnya ada koperasi yang mengelola.

Persepsi dan cara-cara dalam pemanfaatan hutan mangrove cenderung bersifat merusak serta tidak mengindahkan asas-asas kelestraiannya. Beberapa warga menilai, konservasi hutan mangrove menjadi kawasan pemukiman, kawasan industri, tambak dan peruntukan lainnya terjadi secara tidak terkendali. Bahkan penebangan hutan mangrove pun dilakukan secara semena-mena.

Mawardi, Kepala Desa (Kades) Resun Pesisir kepada media pernah mengakui, di Dusun Semarung yang merupakan wilayah pemerintahan desanya telah berdiri sebuah pabrik industri dapur arang oleh pengusaha asal Pancur, Lingga Utara. 

Bahkan, dirinya mengaku untuk penebangan di wilayah tersebut pernah dilakukan pihak pengelola kepada dirinya untuk meminta izin, akan tetapi ia mengaku tidak berani mengeluarkan izin, karena bukan kewenangannya.

“Saat ini sudah tidak beroperasi lagi. Dulu, memang masyarakat di dusun itu (Semarung) ada memang yang menebang bakau untuk membuat arang memenuhi kebutuhan. Bahkan saya mendengar kini hadir pula pengusaha lain yang bergerak usaha sama,” katanya belum lama ini. 

Warga menyebutkan Bakar salah satu pengusaha arang yang hasilnya dipasok ke Batam. Sedangkan Bakar sendiri dikonfirmasi lewat ponselnya mengaku usaha kayu bakar (arang) yang digelutinya di bawah kepengurusan koperasi. Namun Ia enggan menyebutkan nama-nama pengurus koperasi yang disebutkannya.

Sementara itu, salah seorang warga di Lingga mengatakan, saat ini dengan keterbatasan lapangan kerja yang ada, apapun pasti dilakukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Seperti halnya menebang kayu bakau untuk industri arang.

"Walaupun harganya murah, pasti dikerjakan masyarakat tempatan. Mau kerja lain kan susah,” katanya.

Mangrove merupakan sumber daya penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir pantai Daik Lingga yang berfungsi sebagai ruang berkembangbiaknya sumber daya ikan, udang, kepiting dan merupakan green belt atau ”sabuk hijau” saat bencana, pencegah laju abrasi pantai, hingga bahan bakar kayu.

Namun, tetap saja perlindungan mangrove tak optimal. Pada hal sudah jelas pelaku perusakan hutan bakau diancam pidana penjara 2-10 tahun dan pidana denda Rp2 miliar hingga Rp 10 miliar.

Hasil pantauan warga di lapangan, saat ini adapun sejumlah wilayah yang pernah menjadi tempat pengelolaan industri dapur arang di Lingga yakni, di Desa Semarung, Kudung, Kelumu, dan yang saat ini masih diketahui beroperasi adalah industri dapur arang di Tanjung Komeng.

Diduga Tak Bayar Pajak

Pengusaha dapur arang di wilayah Singkep Barat, Kabupaten Lingga diinformasikan melakukan penebangan hutan mangrove diduga tak bayar pajak.

Sistem pengelolaan penebangan hutan bakau atau mangrove, biasanya pihak pengelola dapur arang hanya membelinya dari masyarakat seharga Rp350 ribu per ton. Namun beberapa pengusaha arang mengaku telah menyetorkan uang pajak pada pihak Koperasi Mangrove Lingga Lestari.

Sementara informasi satu bulan beroperasi, dapur arang dapat menghasilkan puluhan ton arang untuk diekspor dan ke-24 dapur itu tersebar di Dabo Singkep, Daik Lingga, dan Senayang. Hasil pantauan warga di lapangan, kantor koperasi ini sendiri tidak diketahui keberadaannya di Dabosingkep. Bahkan, sebagian masyarakat mengatakan kantor koperasi tersebut tidak pernah terlihat adanya aktivitas. Bahkan alamatnya di Daiklingga wargapun mereka tidak tahu. (*/di/azf)


Baca Juga