Kapolda Segera Tetapkan 49 Perusahaan Sawit-HTI Terbakar 2014-2016

Pekanbaru, Detak Indonesia--Kapolda Riau yang baru Brigjen Pol Drs Widodo Eko Prihastopo MM diminta agar segera menetapkan status 49 perusahaan sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang lahannya terbakar 2014-2016.

Kemudian, membuka kembali Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan pembakar hutan dan lahan di Riau, dan juga menetapkan PT MUP sebagai tersangka, menetapkan 33 korporasi sawit dalam kawasan hutan sebagai tersangka.

Hal ini didesak Made Ali selaku Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Senin (27/8/2018). 

Menurut Made Ali, hal ini merupakan komitmen Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan Presiden Joko Widodo untuk menghentikan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Karhutla di Areal Korporasi
Sementara, pantauan Jikalahari sepanjang Januari–Agustus 2018, ada 2.314 hotspot di Riau. Dengan confidence > 70 persen ada 1.048 titik yang berpotensi menjadi titik api. Hotspot terlihat berada di areal korporasi/perusahaan, kawasan gambut dalam, areal konservasi dan moratorium. Di areal korporasi, hotspot paling banyak di PT Satria Perkasa Agung (107 hotspot), PT Rimba Rokan Perkasa (66 hotspot), PT Sumatera Riang Lestari (29 hotspot), PT Ruas Utama Jaya (29 hotspot), PT Diamond Raya Timber (39 hotspot), PT Suntara Gaja Pati (26 hotspot), PT Riau Andalan Pulp & Paper (9 hotspot), PT Bhara Induk (10 hotspot) dan PT National Timber Forest Product/PT Nasional Sagu Prima (13 hotspot). 

Hotspot-hotspot ini bermunculan di kawasan gambut dengan kedalaman rata-rata 1 meter hingga melebihi 4 meter. Korporasi-korporasi/perusahaan ini terafiliasi dengan APP Group dan APRIL Group.

Data BPBD, total luas kebakaran kawasan hutan dan lahan di Riau sepanjang 14 Januari–12 Agustus 2018 mencapai 2.891,51 ha. Kebakaran terluas terjadi di Kepulauan Meranti sekitar 938, 31 ha, Rokan Hilir 488,85 ha, Bengkalis 423 ha, Dumai 396,75 ha,  Indragiri Hulu 289,5 ha, Siak 136,5 ha, Pelalawan 92,5 ha, Pekanbaru 44,6 ha, Kampar 41 ha dan Indragiri Hilir 37 Ha.

Hasil investigasi Jikalahari sejak 2014 hingga 2018 juga menunjukkan karhutla sering terjadi dalam areal korporasi dan berada di kawasan gambut dalam. Pada 2016 Jikalahari melaporkan 49 korporasi pelaku karhutla pada 2014 – 2016 ke Polda Riau, KLHK, BRG dan KSP. Ada 29 korporasi yang lahannya terbakar merupakan anak perusahaan atau berafiliasi dengan APP dan APRIL Group. Hasil investigasi menunjukkan kebakakaran terjadi di dalam areal korporasi/perusahaan dan berada di daerah gambut serta ditanami kembali paska kebakaran pada 2014 dan 2015.

Hingga kini, perusahaan – perusahaan ini tak juga di proses secara hukum. Paska kebakaran hebat pada 2015, Polda Riau mengambil langkah berani menetapkan 18 korporasi dan 95 orang sebagai tersangka. Namun secara bertahap pada 2016 Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap 15 korporasi diterbitkan. Namun kata Made Ali pihaknya sudah menemui Dit Reskrimsus Polda Riau bahwa kasus SP3 15 perusahaan ini bisa dibuka kembali.

“Korporasi tidak jera melakukan pembakaran hutan dan lahan karena lemahnya penegakan hukum terhadap korporasi, bahkan ketika sudah masuk proses peradilan, hukuman yang diberikan juga tidak maksimal, sehingga efek jera dan memiskinkan korporasi tidak benar-benar berdampak, akibatnya hutan dan gambut terus terbakar dan akibatkan kerusakan lingkungan yang sangat masif,” tegas Made Ali.

“APP Group menginvestasikan US$ 3,8 juta atau setara Rp52,6 miliar untuk persiapan Asian Games, jumlah ini tidak setara dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan pembakaran hutan dan lahan serta kerusakan gambut di areal korporasi yang terafiliasi dengan APP,” kata Made Ali.

Keuntungan bagi korporasi membuka lahan dengan cara bakar sangat besar dibandingkan membuka lahan dengan cara konvensional. Menurut kesaksian Ahli Kebakaran Hutan dan Lahan dalam persidangan perkara karhutla di Riau, Prof Dr Bambang Hero Saharjo MAgr, untuk membuka dan membersihkan lahan dengan cara bakar hanya memerlukan biaya Rp5 – 10 juta per hektare. Namun jika menggunakan alat berat dan zat-zat kimia lainnya, butuh biaya mencapai Rp45 – 50 juta per hektare.

Lemahnya Komitmen Pemerintah Menjalankan Renaksi GNPSDA KPK dan Renaksi PK

Ditambahkan Made Ali, persoalan kebakaran hutan dan lahan di Riau tidak hanya menyoal munculnya titik api lalu wara-wiri melakukan pemadaman. Seharusnya pemerintah melakukan perbaikan di sektor hulu dengan mempertegas peraturan dan memperbaiki sistem tata kelola lingkungan hidup. 

“Sudah banyak peraturan dan rencana aksi yang dibuat, tapi minim realisasi dari pemerintah,” kata Made Ali.

Pada 2014 Gubenur Riau Aryadjuliandi Rachman bersama KPK menandatangani nota kesepakatan menjalankan rencana aksi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA) – KPK di Riau. Fokus utama GNPSDA-KPK terkait (1) penyelesaian pengukuhan kawasan hutan, penataan ruang dan wilayah administrasi, (2) penataan perizinan kehutanan dan perkebunan, (3) perluasan wilayah kelola masyarakat, (4) penyelesaian konflik kawasan hutan, (5) penguatan instrumen lingkungan hidup dalam perlindungan hutan dan (6) membangun sistem pengendalian anti korupsi.

Keenam fokus GNPSDA – KPK dikembangkan oleh Andi Rachman bersama pemerintah daerah dan kabupaten di Riau menjadi 19 rencana aksi. Salah satu di antaranya melakukan review izin bagi korporasi yang di audit oleh tim UKP4 yang dinilai tidak patuh karena tidak memiliki sarana dan prasarana serta sistem memadai untuk pencegahan dan penanggulangan karhutla di konsesinya. 

Komitmen terbaru, Pemerintah Provinsi Riau menyusun Rencana Aksi Pencegahan Korupsi yang akan dilaksanakan pada 2018 – 2019. Untuk sektor kehutanan, Pemprov Riau akan melakukan pengawasan dan pengendalian hutan dengan memastikan dilakukannya penegakan hukum lingkungan bagi pemegang izin yang melanggar ketentuan. 

“Jika renaksi GNPSDA KPK dan renaksi PK ini dijalankan, perbaikan tata kelola lingkungan dan kehutanan di Riau akan berjalan,” kata Made Ali.

Jikalahari merekomendasikan kepada Kapolri segera menaikkan ke penyidikan 49 korporasi/perusahaan pelaku karhutla pada 2014 – 2016. Mendagri Tjahjo Kumolo mengambilalih tugas Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman karena telah gagal menghentikan karhutla di Riau.(rilis)


Baca Juga