Ekonomi Desa di Riau Mulai Meningkat Berkat Perhutanan Sosial

Pekanbaru, Detak Indonesia--Ketua Yayasan Mitra Insani, Herbet menegaskan sejak 2016 lalu pihaknya sudah mendesak Pemprov Riau agar memasukkan Perhutanan Sosial (PS) ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Riau 2016. Sehingga akhirnya dibentuklah Pokja diketuai oleh Kadis LHK Riau.

"Pemerintah Riau dan pusat harus memberikan dukungan yang nyata dan signifikan untuk pencapaian dan implementasi PS di Riau jika ingin PS dapat mengentaskan kemiskinan, konflik, dan kerusakan ekologis bagi masyarakat di sekitar dan di dalam hutan," kata Herbet di Pekanbaru didampingi aktivis Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) Saharuddin.

Capaian PS di Riau bisa digolongkan masih rendah dibanding wilayah lain di Indonesia. Dari luasan indikatif PIAPS provinsi seluas 1,42 juta ha, saat ini hanya baru 6 persen izin PS diterbitkan  di kawasan seluas 84.885 ha. Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya adalah minimnya dukungan Pemerintah Provinsi Riau baik kebijakan, anggaran, bahkan bimbingan teknis untuk kelompok masyarakat yang telah mendapat izin PS.

Bagi Pemerintah Daerah isu PS belum menjadi prioritas dalam dokumen pembangunan RPJMD, sehingga dokumen anggaranpun tifak optimal. Pembentukan Pokja percepatan PPS sebagai mandat Permen  LHK No.83/2016 juga lambat ditetapkan, dengan struktur gemuk tanpa leadership yang berpihak pada pengelolaan rakyat. Pokja PPSpun berjalan lambat tanpa penetapan target pencapaian provinsi.

Saat ini dukungan pengusulan yang diajukan masyarakat terganjal klausul dalam Perda Tata Ruang Provinsi Riau No.10/2018 yang mengharuskan setiap usulan menggunakan pembahasan di DPRD. Menyerahkan urusan izin PS ke dalam mekanisme pembahasan  bersama DPRD hanya  akan memperpanjang  rantai pengambilan keputusan Ruang Kelola Rakyat. Dan ini juga beresiko membuka ruang-ruang kompromi bagi kepentingan pemodal/korporasi sehingga keputusan yang pro rakyat menjadi tidak terjamin.

"Kami sangat menyayangkan minimnya dukungan Pemprov Riau dalam pencapaian PS di Riau. Padahal PS miliki potensi ekonomi besar bagi masyarakat desa contohnya di Desa Sapat Kabupaten Indragiri Hilir Riau. Diproyeksikan selama setahun nilai ekonomi di desa bisa mencapai Rp3,1 miliar dari hanya sekitar 507 juta sebelum hadirnya Hutan Desa (HD). Saat ini nilai ekonomi desa meningkat dari sekitar 42 juta/bulan menjadi 260 juta/bulan," kata Herbet.

Menurutnya mestinya manfaat dan dampak besar ini diperhatikan Pemerintah untuk mengoptimalkan dukungan untuk PS. Saat ini 100.000 ha usulan PS masih terkendala implementasi Inpres moratorium yang tidak memberikan lampu hijau PS di kawasan gambut. Semwntara korporasi dapat izin di lahan gambut tanpa hambatan berarti. Saat ini izin di lahan gambut korporasi sudah mencapai 149.807 ha dikelola hanya oleh lima perusahaan. Bukan tak mungkin izin lahan gambut untuk PS akan tergerus dam semakin luas diberikan untuk perusahaan.

Sementara menurut Saharuddin dari Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR) sangat mengharapkan Pemerintah merealisasikan Perhutanan Sosial (PS) sesuai Permen LHK No.83/2016. Salah satunya kawasan yang dikelola masyarakat Desa Rawa Mekar Jaya di Kabupaten Siak, Riau.

Areal ini luas totalnya sekitar 4.000 ha tapi yang dikelola masyarakat baru 3.500 ha. Kawasan ini sangat potensial untuk dijadikan kawasan wisata karena ada sungai yang bertemu dengan Danau Zamrud. Kawasan ini sudah dikelola masyarakat tapi belum ada Surat Keputusan (SK) oleh Menteri LHK.

Sementara Mustafa dari tokoh masyarakat Kelurahan Sapat Kabupaten Indragiri Hilir Riau menjelaskan sekitar 4.294 ha Hutan Desa Sapat sudah dikelola dengan baik oleh masyarakat dan merupakan kawasan mangrove tak ada gambutnya. Terdiri dari Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Tidak Tetap (HPTT). 

Di Desa Sapat ini mengalir Sungai Anak Batang yang banyak terdapat ikan, udang, kepiting dan lain-lain. Di Parit 18 desa ini kawasannya aman dari praktik peracunan ikan. Masyarakat juga memproduksi pucuk tanaman Nipah diambil lidinya untuk dibuat sapu puluhan ton diproduksi perbulan bahkan ekspor ke luar negeri. Masyarakat juga memproduksi tikar daun Nipah. Pada 13 Agustus 2018 lalu diselenggarakan Festival Memancing di desa ini.(azf)

 


Baca Juga