PKS Tanpa Kebun Langgar Permentan RI No.98/2013

Pekanbaru, Detak Indonesia--Dari sekitar 250 pabrik kelapa sawit (PKS) yang marak berdiri di Provinsi Riau, sekitar 120 PKS diperkirakan tidak miliki kebun sawit inti dan perizinan yag lengkap sesuai aturan.

Salah satu perusahaan pabrik kelapa sawit (PKS) yang tak memiliki kebun inti dan izin antara lain PT Mustika Agung Sawit Gemilang PT MSIG di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

Maraknya pendirian pabrik kelapa sawit (PKS) tanpa kebun sawit salah satu penyebabnya adanya penipuan data yang dilakukan pihak pengusaha dalam pengajuan izin kepada pemerintah. 

"Tata cara mendapatkan izin dari pihak instansi pemerintah, misalnya pada kantor pelayanan terpadu (KPT) dan kantor Badan Lingkungan Hidup (BLH). Si pengelola PKS sudah melakukan penipuan terhadap pemerintah. Jadi ketika PKS itu beroperasi terjadilah berbagai masalah sosial dan kriminal," ujar aktivis Lingkungan IPSPK RI Ir Ganda Mora Senin (10/2/2020) menanggapi maraknya PKS di daerah-daerah yang memiliki potensi kelapa sawit di Riau.

    

Menurutnya, banyak masyarakat berdemo meminta PKS ditutup akibat limbahnya mencemari lingkungan. Inikan contoh kejadian yang nyata dari manipulasi data dalam pengajuan penerbitan izin, ada lagi contoh tanda tangan masyarakat di sekeliling PKS dimanipulasi, yang menyatakan setuju PKS itu didirikan," jelasnya.

Seharusnya, kantor BLH sebelum menerbitkan izin yang dimohonkan pengusaha PKS tentang AMDAL/UKL-UPL harus dilakukan pengujian. Tiga bulan sebelum izin itu diterbitkan, BLH wajib memberitahukan kepada masyarakat setempat yang daerahnya akan didirikan PKS. 

"Kantor KPT juga bisa membatalkan atau tidak mengeluarkan surat  izin tempat usaha (SITU), surat izin usaha perdagangan (SIUP) surat izin keterangan tempat usaha (SKITU), dan izin lainnya yang dibutuhkan PKS tanpa memiliki kebun itu.

Akibatnya, jika PKS berdiri tanpa kebun, maka pemilik perkebunan kelapa sawit merasa resah dihadapkan kehilangan buah, produksi merosot akibat kasus pencurian. Selain itu bisa jadi PKS membeli TBS dari Pemasok Buah (PB) TBS yang tak jelas, karena tak ada petani sawit kemitraan. 

"Jika PKS berdiri mengabaikan aturan, berakibat limbah PKS nya dibuang ke sungai dengan saluran pipa terpendam yang berunjung limbah cair mencemari sungai," sebut Ganda mencontohkan kasus-kasus terjadi di daerah.

"PKS tanpa kebun sawit ini melanggar Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 98/2013. Yang pada butiran pasal 10, 11, usaha industri hasil perkebunan untuk mendapatkan Izin Usaha Perkebunan Pengolahan (IUP-P) harus memenuhi penyediaan bahan baku paling rendah 20 persen dari kebun sendiri. Dan kekurangannya dari kebun masyarakat/perusahaan perkebunan lain melalui kemitraan pengolahan berkelanjutan, kata Ganda.

Kemudian Permentan RI No. 1/2017, Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang tak punya kebun sawit bisa bermitra dengan kelompok tani yang punya kebun sawit yang sesuai aturan tidak berada di dalam kawasan. Di Riau kerja sama PKS dengan Kelompok Tani ini terkadang ada ketidakbenaran di mana buah sawit bukannya masuk dari kebun kelompok tani resmi tapi dipasok dari kebun-kebun sawit tak berizin dan masuk dalam kawasan hutan.

Jumlah PKS yang tidak memiliki kebun sendiri di Provinsi Riau dinilainya telah berlebih dan keberadaan mereka diyakini dapat memicu persaingan tidak sehat dalam mendapatkan tandan buah segar kelapa sawit dan konflik sosial antar petani.

"Kalaupun diberikan izin, hendaknya Pemerintah yang memberikan izin pembangunan PKS, mempertimbangkan kembali lokasi yang layak, agar semua PKS memiliki minimal 20 persen bahan produksinya berasal dari kebun sendiri,” tegasnya.

Selain tidak memiliki lahan perkebunan bisa saja bekerja sama dengan perambah hutan di sekitarnya yang berasal dari hutan lindung ataupun kawasan hutan lainya. Dengan demikian PKS bisa sebagai stimulan perusahaan memperluas areal perambahan hutan, yang mengakibatkan meluasnya deforestasi hutan yang berujung perusakan lingkungan serta kerugian negara akibat tidak membayar pajak.

Sementara Gubernur Riau Drs H Syamsuar MSi Selasa malam (11/2/2020) kepada wartawan menegaskan Tim Gakkum penertiban lahan ilegal masih terus bekerja di lapangan di sejumlah kabupaten/kota di Riau.

Sejak 2018 lalu, media menulis PT MASG belum mengantongi  Amdal dan SITU. Sesuai UU No.32/2009 perusahaan yang tak mengantongi izin Amdal dan lingkungan diancam denda Rp1 miliar.

Ancaman denda Rp1 miliar tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, bahwa setiap usaha wajib memiliki Amdal dan wajib memiliki izin lingkungan.

UU itu juga mengatur bahwa Menteri, gubernur, atau bupati dan wali kota wajib menolak setiap permohonan Izin lingkungan jika  permohonan izin tidak dilengkapi dengan Amdal (pasal 37 ayat (2) UU No. 32/2009).

Manejer PT MASG, Zulfikar yang diminta konfirmasinya Selasa (11/2/2020) via whatsappnya (WA) chat WA hanya dibacanya dan tak memberi jawaban. Dan Rabu (12/2/2020) saat dikontak ponselnya Zulfikar menjawab seolah-olah tak dengar dan bertanya dengan siapa ini. Berkali-kali ditelpon kembali ponsel Zulfikar tak angkat dan tak menjawab.(*/azf)


Baca Juga