Tim Gakkum Agar Segel Kebun Sawit PT TPP

Pekanbaru, Detak Indonesia -  Ir Ganda Mora MSi dari Lembaga Independen Pembawa Suara Pemberantasan Korupsi, Kolusi, Kriminal, Ekonomi (IPSPK3) RI mengaku hasil investigasinya setelah melakukan pemetaan sebagian lahan sawit PT Tunggal Perkasa Plantation di Kabupaten Indragiri Hulu Riau terindikasi berada dalam kawasan hutan produksi konversi (HPK).

Lahan sawit itu seluas 10.385,59 ha, tanpa izin pelepasan kawasan kehutanan dari KLHK. Dia minta Pemerintah Provinsi Riau menyegel lahan ilegal itu melalui Tim Satuan Tugas (Satgas) Terpadu Penertiban Penggunaan Kawasan Hutan dan Lahan Secara Ilegal yang terindikasi masuk pada kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK).

Memang perusahaan itu memiliki jumlah luas HGU totalnya 14.000 hektare yang sudah ada sejak tahun 1913 sebelum sawit bahkan sudah beberapa kali perpanjangan (HGU).

"Tentang sebagian lahan HGU sebanyak 10.385,59 ha terindikasi berada dalam kawasan hutan (HPK) yang belum mendapat izin dari KLHK ini yang kami sorot dan pertanyakan," kata Ganda.

PT Tunggal Perkasa Plantation merupakan anak perusahaan Astra Group yang berdomisili di Kecamatan Pasir Penyu Kabupaten Indragiri Hulu Riau  itu selalu terjadi konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan.

KLHK telah mengeluarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.96/MENLHK/SETJEN/KUM.1/11/ 2018 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi, antara lain menyatakan bahwa permohonan pelepasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) untuk perkebunan kelapa sawit yang telah diajukan sebelum berlakunya Inpres Nomor 8 Tahun 2018 hanya dapat diproses pada kawasan HPK yang tidak berhutan (tidak produktif).

Sementara tim Gakum yang dibentuk Pemprov Riau berdasarkan Keputusan Gubernur Riau Nomor: Kpts.1078/IX/2019 diharapkan bisa menertibkan kawasan kebun sawit yang terindikasi ilegal PT TPP ini. 

Permohonan perpanjangan HGU yang telah berakhir tahun 2012 seharusnya tidak diberikan oleh BPN pusat mengingat pemberian HGU terdahulu diduga tidak prosedural atau tanpa pelepasan dari Kementerian LHK, sehingga perlu dikaji secara mendalam dengan keadaan status perizinan yang dimiliki apakah membayar pajak, baik itu PBB, PHBT, PPh dan kontribusi di atas dan di bawah permukaan. 

Sebab dengan luasan yang dimiliki seharusnya menyumbang pajak cukup signifikan, kita berharap ke depannya lahan tersebut dapat dijadikan pemerintah jadi program TORA untuk dibagikan kepada masyarakat, mengingat lahan tersebut telah dikuasai oleh PT TPP lebih kurang 18 tahun, ada dugaan perusahaan mengelola lahan di kawasan hutan produksi terbatas tanpa pelepasan.

Sementara Humas PT TPP yang dikonfirmasi via whatsappnya masalah di atas tidak menanggapi.(azf)


Baca Juga