Pembangunan PKS PT KAMI Ditolak Masyarakat

Bangkinang, Detak Indonesia-- Guna menjaga kelestarian lingkungan hidup dan meminimalisir dampak sosial lainnya, Yayasan Lingkungan dan Bantuan Hukum Rakyat (YLBHR) akan melakukan pendampingan dan advokasi masyarakat Desa Pantai Cermin, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau, melalui Forum Masyarakat Peduli Pantai Cermin (FMP2C).

Hal itu ditegaskan Ketua YLBHR, Dimpos TB, Minggu (8/3/2020) di Bangkinang Kota.

Menurutnya, pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) perlu dikaji dengan cermat oleh Pemerintah, sebelum memberikan rekomendasi atau perizinan.

Apakah perusahaan pengelola CPO tersebut memenuhi syarat minimal terhadap dampak kerusakan  lingkungan, rasio perhitungan potensi ketersediaan TBS yang sebanding dengan jumlah PKS, termasuk syarat berdirinya sebuah PKS baru dan aspek sosial ekonomi bagi masyarakat.

YLBHR sebagai Yayasan Lingkungan dan anggota resmi Komisi Penilai Amdal (KPA) Kabupaten Kampar selalu eksis memperhatikan lingkungan dan sosial, dalam setiap rapat teknis aktif memberikan masukan dalam hal pelestarian lingkungan hidup, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan layak tidaknya Pemerintah menerbitkan izin pembangunan PKS.

"Masyarakat Pantai Cermin yang menolak pembangunan PKS PT Kampar Alam Mas Inti (KAMI), akan kami advokasi demi kelestarian lungkungan dan meminimalisir dampak sosial lainnya," ucapnya.

"Kajian-kajian ilmiah dan penegakan aturan akan kita dukung dan kita akan menemui Instansi/Dinas terkait yang menangani perizinan PKS tersebut, apabila memang tidak layak agar dihentikan," tegasnya.

Ia juga mengingatkan jangan sampai ada 'Oknum Pejabat' yang main mata dan membantu berdirinya perusahaan-perusahaan secara non prosedural di wilayah Provinsi Riau khususnya Kabupaten Kampar.

Sebagaimana dilansir riaukepri.com, FMP2C dalam musyawarah menyepakati 3 point kesepakatan yakni, BPD mengirim surat penghentian pekerjaan pembangunan PKS PT KAMI selama penyelesaian status tanah lokasi pembangunan. Menuntut PTPN V mengembalikan lahan HGU pada posisi awal untuk dicadangkan bagi perkembangan Pantai Cermin ke depan. 

Jika PT KAMI tidak mengindahkan surat penghentian sementara itu, maka masyarakat akan menghentikan secara paksa. 

Kesepakatan masyarakat yang diwakili FMP2C lantaran rekomendasi pendirian PKS PT KAMI yang dikeluarkan empat Penghulu Adat dan Kepala Desa Pantai Cermin, dinilai bermasalah.

FMP2C menilai keputusan rekomendasi yang hanya diputuskan empat penghulu  batal demi hukum, sebab ada enam penghulu adat tidak dilibatkan atas keluarnya rekomendasi. Keputusan adat mestinya mengedepankan prinsip kolektif kolegial. 

Pada 5 Maret 2020 utusan masyarakat yang mempermasalahkan rekomendasi itu, membawa persoalan tersebut untuk dibicarakan dalam Forum Masyarakat Peduli Pantai Cermin (FM2P). Hasil pertemuan itu memutuskan untuk menyurati BPD agar membuat pertemuan yang dihadiri pemerintah desa, penghulu adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuda, dan terbuka untuk masyarakat.

Kholilullah MAg selaku Ketua FM2P menilai pertemuan tersebut perlu untuk menghindari perpecahan antara masyarakat. Disayangkan, pemerintah desa dan empat penghulu adat yang memberikan rekomendasi tersebut, tidak menghadiri pertemuan yang dilaksanakan BPD Pantai Cermin pada Sabtu 7 Maret 2020.

“Sebenarnya, setiap rekomendasi yang dikeluarkan dapat diperbaiki apabila terjadi permasalahan di belakang hari. Lalu apa yang dirisaukan oleh mereka?” jelas Ahmad Dilis, seorang tokoh masyarakat yang menghadiri pertemuan tersebut.

Hasil kajian ilmiah, Joni Alizon SH MH, juga menemukan fakta yang cukup mengejutkan. Pendirian PKS yang kurang lebih 1 kilometer dari pemukiman penduduk dalam jangka panjang akan berdampak pada pencemaran air tanah, polusi udara, polusi suara, kerusakan ekosistem di sungai terdampak dan mempersulit ekonomi nelayan.

“Selain itu, pendirian PKS PT KAMI diduga didirikan di lahan yang dahulunya berstatus HGU PTPN V Sei Galuh. Jika saat ini tidak lagi berstatus HGU, kapan PTPN V mengubah status.(sya)


Baca Juga