20 Tahun Lahannya Dicaplok Pengusaha Sawit

Pekanbaru, Detak Indonesia--7.800 hektare lahan persukuan Batin Botuah Suku Sakai dikuasai oleh PT Murini Wood Indah Industri (MWII) dijadikan kebun sawit selama 20 tahun tanpa ada kontribusi terhadap persukuan.

Bagindo Raja Puyan, Kepala Suku Batin Botuah (Suku Sakai) tetap memperjuangkan kembali lahannya yang dicaplok pengusaha sawit. 

“Selama 20 tahun terakhir, warga Desa Batin Solapan dan Desa Botuah Kecamatn Batin  Solapan, Bengkalis memperjuangkan tanahnya 7.800 hektare. Tanah kami dicaplok dijadikan kebun sawit,” kata Puyan.

Puyan memperjuangkan haknya sejak 10 tahun terakhir atas lahan yang dicaplok sejumlah pengusaha. Gugatan perdata Nomor 06/PDT.G/2008/PN.DUM tanggal 20 Februari 2008, terhadap lahan 2.100 hektare (masuk pada kawasan hutan konversi) dikelola MWII tanpa pelepasan hutan dan tanpa memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

“Gugatan pertama itu hasilnya dinyatakan NO (Niet Onytvankelijkverklarard) disebabkan objek perkara ulayat yang menjadi gugatan adalah 10.000 hektare. Karena yang digugat 2.100 hektare sehingga Majelis Hakim berpendapat objek gugatan tidak jelas oleh karena penggugat tidak menjelaskan batas-batas tanah ulayat seluas 2.100 ha tersebut yang ada hanya batas tanah seluas 10.000 hektare bukan 2.100 ha,” kata Ir Ganda Mora MSi yang mengaku mendapat kuasa dari Batin Botuah Suku Sakai.

Satu sisinya, pihak perusahaan melakukan banding sampai PK karena tidak menerima putusan NO Pengadilan Dumai. Namun hasilnya pihak Mahkamah Agung menolak hasil banding perusahaan itu. Tapi putusan MA belum membuat Datuk Puyan bernapas lega. Demi memperjuangkan tanahnya yang sudah didirikan kebun sawit permanen.

Gugatan pertama diterima oleh Pengadilan Negeri (PN) Dumai diperkuat karena dasar kepemilikan tanah ulayat yang diterbitkan berdasarkan Peta Rekonstruksi batas tanah ulayat Batin Solapan Suku Sakai Botuah berdasarkan piagam perjanjian (Besluit), Kerajaan Siak Sri Indrapura dengan Gouverlemen Hindia Nederland (Kerajaan Hindia Belanda) 28 Februari 1940 bersamaan hari 15 Muharam 1859, terang Ganda Mora yang juga dari Barisan Relawan Jokowi Presiden (BARA-JP) yang sedang memperjuangkan lahan yang dikuasai oleh MWII.

BARA-JP melayangkan surat kepada Presiden RI melalui Kepala Staf Kepresidenan dengan Nomor 023/LAP-BARAJP/VII/2019, tanggal 3 Juli 2019 tentang; mohon perlindungan hukum atas penyerobotan lahan Batin Botuah oleh PT Murini Wood Indah Industri (MWII), agar Presiden membentuk tim untuk membantu persoalan tersebut.

Tak sampai di situ, Datuk Puyan kembali melakukan upaya hukum lain, yang dkuasakan pada IPSPK3 RI melaporkan para pengusaha yang diduga berbuat tindak pidana melayangkan surat Nomor 023/LAP-IPSPK3 RI/VII/2019, tanggal 3 Juli 2019 terkait dugaan penggelapan pajak atas alih fungsi lahan di atas hutan produksi konversi selama 14 tahun atas lahan seluas 2.300 hektare oleh akibat kesalahan BPN Bengkalis menerbitkan HGU sebelum pelepasan kawasan oleh Menteri LHK, kemudian laporan dugaan korupsi dan kolusi antara PT Murini Wood Indah Industri (MWII) atas pemutihan lahan seluas 1.465,17 hektare setelah 14 tahun dikuasai dan dimanfaatkan untuk perkebunan kelapa sawit dan berpotensi merugikan negara dan laporan penerimaan ganti rugi tanah atas pembangunan jalan tol.

Atas perkara dalam laporan ini, Polda Riau belum melakukan penyegelan terhadap lahan yang dikuasai perusahaan itu. Satu sisinya Ganda mengapresiasi langkah hukum kepolisian. Lahan yang sudah menjadi kebun sawit itu ternyata sudah menghasilkan walaupun diduga bodong.

“Kami mengharapkan pihak perusahaan menghormati proses ini. Kami apresiasi upaya yang dilakukan aparat hukum walaupun belum memasang plang penyegelan, yang bertuliskan lahan sedang bermasalah hukum,” jelasnya.

Direktur Lembaga Independen Pembawa Suara Pemberatas Korupsi, Kolusi Kriminal Ekonomi (IPSPK3) RI itu menilai, berdasarkan berbagai putusan yang didapat pendamping kami baik data-data dan syahnya kepemilikan tanah oleh Datuk Puyan, rasanya sudah cukup Negara ini untuk mengakui legalitas kepemilikan tanah 10.000 hektare itu yang selama ini diserobot dan dicaplok oleh pengusaha MWII.

“Kita mengharapkan Presiden segera membentuk tim dan menindaknya, mengingat dalam waktu dekat Raja Datuk Puyan akan mendaftarkan gugatan baru atas keseluruhan lahan 10.000 hektare yang dikusai PT Murini Wood Indah Industri,” ungkapnya.

“Kita sudah memperjuangkan pendampingan kita (Datuk Puyan) sejak lama, yakni tahun 2008. Kita juga minta pada pemerintah melalui BPN agar tidak memperpanjang HGU perusahaan, namun lokasi berpekara itu dapat dijadikan TORA untuk dibagikan kepada masyarakat, anak kemanakan Datuk Batin Botuah,” ujar Ganda.

Namun Ganda kembali menerangkan, dipercepatnya reforma agraria melalui TORA saat dinilainya sudah clean and clear datanya. 

“Maksudnya, keberadaan tanah, jumlah luasan, dan pengusul sudah jelas. Di tingkat calon penerima pun, tak ada perbedaan pendapat menyangkut sistem dan luasan bagian atas tanah,” terangnya.

Pada anak kemanakan Suku Sakai pun kini tengah mempersiapkan data lahan yang akan diusulkan dan bersedia masuk TORA program reforma agraria Kabupaten Bengkalis. Ganda Mora menilai, ada dua skema yang bisa dijalankan dalam reforma agraria. Pertama, redistribusi tanah yakni tanah sengketa akan diserahkan dan diatasnamakan suku Sakai, baik secara komunal maupun pribadi. Kedua, perhutanan sosial dimana tanah tetap dimiliki oleh negara, namun dikelola oleh masyarakat dengan sejumlah perjanjian bagi hasil. (*/dic)


Baca Juga