Perkara Lahan Suku Bathin Botuah Lanjut secara Hukum

Mandau, Detak Indonesia--Sengketa lahan selama 20 tahun diperjuangkan oleh kepala suku bathin Botuah belum berakhir, waktu dekat  akan mendaftarkan kembali gugatan atas lahan 10.000 hektare yang dikuasai oleh PT Murini Wood Indah Industry (PT MWII) salah satu anak perusahaan Surya Dumai Group (First Resources).

"Tanpa ada perundingan, pola mitra ataupun tanpa seizin Datuk Botuah, saat ini kami sangat menderita, tidak ada lagi ladang untuk menyambung hidup anak kemenakan kami, sudah hampir 20 tahun dikuasai oleh PT Murini Wood Indah Industry, tanpa pernah memperhatikan masyarakat tempatan," kata kepala suku Bathin Botuah, Bagindo Raja Puyan.

Lebih lanjut Datuk Puyan menyampaikan bahwa ada upaya pihak-pihak tertentu untuk mendatanginya berunding agar dapat menyelesaikan persoalan sengketa lahan tersebut secara musyawarah melalui Lembaga Adat.

Namun secara tegas Datuk nyatakan bahwa persoalan tersebut bukanlah persolan kecil, tetapi persolan marwah dan masa depan anak kemenakan bathin Botuah.

"Kami akan melanjutkan gugatan kami ke Pengadilan Negeri Bengkalis Riau untuk memperjuangkan lahan 10.000 hektare kembali ke Bathin Botuah, Suku Sakai. Sebab sudah hampir 20 Tahun lahan kami dikuasai tanpa ada kontribusi apapun dengan kami," ujar Datuk Puyan kepada wartawan Selasa ( 17/3/2020).

Selain mencaplok lahan Bathin Botuah, pihak PT Murini Wood Indah Industry juga menerima ganti rugi tanah peruntukan jalan tol, negara membayar kepada perusahaan yang sudah mencaplok lahan Bathin Botuah.

"Tidak sewajarnya mereka menerima ganti rugi tersebut, seharusnya dihibahkan kepada masyarakat Bathin Botuah," kata Bagindo Raja Puyan.
 
Datuk Puyan memperjuangkan haknya sejak 10 tahun terakhir atas lahan yang dicaplok pertama melakukan gugatan Perdata Nomor 06/PDT.G/2008/PN.DUM, tanggal 20 Februari 2008 terhadap lahan 2.100 hektare (masuk pada kawasan hutan konversi) dikelola MWII tanpa pelepasan hutan dan tanpa memiliki Hak Guna Usaha (HGU).

“Gugatan pertama itu hasilnya dinyatakan NO (Niet Onytvankelijkverklarard) disebabkan objek perkara ulayat yang menjadi gugatan adalah 10.000 hektare. Karena yang digugat 2.100 hektare sehingga Majelis Hakim berpendapat objek gugatan tidak jelas oleh karena penggugat tidak menjelaskan batas-batas tanah ulayat seluas 2.100 hektare tersebut yang ada hanya batas tanah seluas 10.000 hektare bukan 2.100 ha,” kata Ir Ganda Mora MSi yang mengaku mendapat kuasa dari Bathin Botuah Suku Sakai.

Satu sisinya, kata Ganda, pihak perusahaan melakukan banding sampai PK (Peninjauan Kembali) karena tidak menerima putusan NO Pengadilan Dumai. Namun hasilnya pihak Mahkamah Agung (MA) menolak hasil banding perusahaan itu. Tapi putusan MA belum membuat Datuk Puyan bernapas lega. Demi memperjuangkan tanahnya yang sudah didirikan kebun sawit permanen.

Gugatan pertama diterima oleh Pengadilan Negeri (PN) Dumai diperkuat karena dasar kepemilikan tanah ulayat yang diterbitkan berdasarkan peta rekonstruksi batas tanah ulayat Bathin Solapan Suku Sakai Botuah berdasarkan piagam perjanjian (Besluit), Kerajaan Siak Sri Inderapura dengan Gouverlemen Hindia Nederland (Kerajaan Hindia Belanda) 28 Februari 1940 bersamaan hari 15 Muharam 1859, terang Ganda Mora yang yang juga dari Barisan Relawan Jokowi Presiden (BARA-JP) ini.

BARA-JP melayangkan surat kepada Presiden RI melalui Kepala Staf Kepresidenan dengan Nomor 023/LAP-BARAJP/VII/2019, tanggal 3 Juli 2019 tentang; mohon perlindungan hukum atas penyerobotan lahan Bathin Botuah oleh PT Murini Wood Indah Industry (MWII), agar Presiden membentuk tim untuk membantu persoalan tersebut.

Sebelumnya Datuk Puyan kembali melakukan upaya hukum lain, yang dikuasakan pada Barisan Relawan Jokowi Presiden ( BARA-JP) melaporkan para pengusaha yang diduga berbuat tindak pidana melayangkan surat Nomor 023/LAP-IPSPK3 RI/VII/2019, tanggal 3 Juli 2019 terkait dugaan penggelapan pajak atas alih fungsi lahan di atas hutan produksi konversi (HPK) selama 14 tahun atas lahan seluas 2.300 hektare oleh akibat kesalahan BPN Bengkalis menerbitkan HGU sebelum pelepasan kawasan oleh Menteri LHK.

Kemudian laporan dugaan korupsi dan kolusi antara PT Murini Wood Indah Industry (MWII) atas pemutihan lahan seluas 1.465,17 hektare setelah 14 tahun dikuasai dan dimanafaatkan untuk perkebunan kelapa sawit dan berpotensi merugikan negara dan laporan penerimaan ganti rugi tanah atas pembangunan jalan tol.

Atas perkara dalam laporan ini, sebutnya, Polda Riau belum melakukan penyegelan terhadap lahan yang dikuasai perusahaan itu. Satu sisinya Ganda mengapresiasi langkah hukum kepolisian. Lahan yang sudah menjadi kebun sawit itu ternyata sudah menghasilkan walaupun diduga bodong.

“Kami mengharapkan pihak perusahaan menghormati proses ini. Kami apresiasi upaya yang dilakukan aparat hukum walaupun belum memasang plang penyegelan, yang bertuliskan lahan sedang bermasalah hukum,” jelasnya.

Direktur Lembaga Independen Pembawa Suara Pemberatas Korupsi, Kolusi Kriminal Ekonomi (IPSPK3) RI Ir Ganda Mora menilai, berdasarkan berbagai putusan yang didapat pendamping pihaknya baik data-data dan syahnya kepemilikan tanah oleh Datuk Puyan, rasanya sudah cukup Negara ini untuk mengakui legalitas kepemilikan tanah 10.000 hektare itu yang selama ini diserobot dan dicaplok oleh pengusaha MWII.

“Kita mengharapkan Presiden segera membentuk tim dan menindaknya, mengingat dalam waktu dekat Raja Datuk Puyan akan mendaftarkan gugatan baru atas keseluruhan lahan 10.000 hektare yang dikuasai PT Murini Wood Indah Industry,” ungkapnya.

“Kita sudah memerjuangkan pendamping kita (Datuk Puyan) sejak lama, yakni tahun 2008. Kita juga minta pada pemerintah melalui BPN agar tidak memperpanjang HGU perusahaan, namun lokasi berpekara itu dapat dijadikan TORA untuk dibagikan kepada masyarakat, anak kemanakan Datuk Batin Botuah,” ujar Ganda.

Namun Ganda kembali menerangkan, dipercepatnya reforma agraria melalui TORA saat ini dinilainya sudah clean and clear datanya. 

“Maksudnya, keberadaan tanah, jumlah luasan, dan pengusul sudah jelas. Di tingkat calon penerima pun, tak ada perbedaan pendapat menyangkut sistem dan luasan bagian atas tanah,” terangnya.

Pada anak kemanakan Suku Sakai pun kini tengah mempersiapkan data lahan yang akan diusulkan dan bersedia masuk TORA program reforma agraria Kabupaten Bengkalis. Ganda Mora menilai, ada dua skema yang bisa dijalankan dalam reforma agraria redistribusi tanah yakni tanah sengketa akan diserahkan dan diatasnamakan Suku Sakai, baik secara komunal maupun pribadi.(azf)


Baca Juga