Supir PT GBP Praperadilankan Ditreskrimum Polda Riau

Pekanbaru, Detak Indonesia-- PT Global Bintang Perkasa (GBP) melalui kuasa hukumnya, J Marbun SH MH  E Siahaan SH, Ahmad B Lumban Gaol SH dan Hengki K Silitonga SH, mempradilankan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Riau tentang Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/02/I/2020/Reskrimum tentang Penghentian Penyelidikan tertanggal 30 Januari 2020 menyatakan karena bukan merupakan peristiwa pidana. 

"Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) yang dikeluarkan oleh Ditreskrimum Polda Riau pada 30 Januari 2020 yang lalu, menyatakan laporan Polisi berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor: STPL/487/XI/2019/SPKT/RIAU tanggal 02 November 2019, bukan merupakan peristiwa pidana adalah tidak beralasan hukum," tegas kuasa hukum PT GBP kepada awak media, Rabu (8/4/2020) di Pekanbaru. 

Kuasa hukum PT GBP melanjutkan, karena berdasarkan fakta-fakta hukum dan dasar hukum yang sudah cukup jelas dan terang-benderang dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Debt Colector atau pihak External dari PT Acc Finance Cabang Pekanbaru pada waktu penarikan mobil milik perusahaan yang dibawa oleh supir PT GBP dengan merampas secara paksa bukan melalui pengadilan untuk melakukan eksekusi. 

"Jika laporan pemohon tidak dapat ditingkatkan ke penyidikan apa landasan dan dasar hukum bagi temohon yang menyatakan laporan Polisi, pemohon tidak dapat ditingkatkan ke penyidikan. Tolong sebutkan dan jelaskan," tegasnya. 

Apa dasar hukumnya, tolong pihak Ditreskrimum Polda Riau jelaskan dan sebutkan peraturan mana yang mengatur tentang itu, lanjut tim kuasa hukum perusahaan, dan pasal berapa yang mengatur tentang penarikan mobil secara paksa, atau merampas yang dilakukan oleh Debt Collector dari pihak External PT Acc Finance Pekanbaru bukan suatu peristiwa pidana, sehingga pihak Ditreskrimum Polda Riau mempunyai dasar hukum untuk mengeluarkan dan mau menanda tangani Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) berdasarkan bukti Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/02/I/2020/Reskrimum, tertanggal 20 Januari 2020.

Secara hukum SP3 yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh pihak termohon tidaklah sah atau batal secara hukum dan tidak punya dasar hukum sama sekali dan harus dibatalkan demi kepentingan masyarakat umum Republik Indonesia dengan tujuan adalah agar pihak Debt Collector atau pihak Penerima Fiducia tidak bertindak sewenang - wenang melakukan penarikan barang milik Pemberi Fiducia di tengah jalan dengan cara merampas dan menarik secara paksa.

"Atas dasar hukum, kami mengajukan Permohonan Praperadilan kepada Ditreskrimum Polda Riau berdasarkan ketentuan Pasal 77 Undang-Undang Nomor : 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," ujarnya. 

Dilanjutkannya, kemudian Pasal 77 KUHAP, Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :
a. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan.
b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. 

"Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.130/PMK.010/2012, Tentang Pendaftaran Fiducia bagi Perusahaan pembiayaan yang dikeluarkan pada tanggal 7 Oktober 2012. Dengan adanya peraturan Fiducia tersebut, sejak tahun 2012 Kementerian Keuangan telah mengeluarkan peraturan yang melarang leasing atau perusahaan pembiayaan untuk menarik secara paksa kenderaan dari nasabah yang menunggak kredit kendaraan artinya pihak leasing tidak dapat mengambil kendaraan secara paksa, tetapi hal tersebut akan diselesaikan secara hukum. Artinya jika ada pihak nasabah yang menunggak kredit, maka pihak penerima Fiducia harus menyelesaikan kasus tersebut melalui lembaga peradilan dan atau kasus tersebut akan disidangkan terlebih dahulu dan pengadilan akan mengeluarkan surat untuk menyita kedaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 KUHAP," imbuhnya kepada media. 

Tim Kuasa hukum PT Global menambahkan, pihaknya juga mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Tentang Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), tertanggal 06 Januari 2020, menyebutkan Debt Collector dan Leasing diancam kena 3 Pasal berlapis, Putusan MK ini Final dan mengikat.

"MK memutuskan Leasing dan Debt Collector tidak bisa menarik atau mengeksekusi Motor atau Mobil Konsumen sebelum melalui Pengadilan. Dan MK memutuskan Leasing tidak bisa menarik atau mengeksekusi obyek Jaminan Fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak, serta MK menyatakan Perusahaan Kreditur harus meminta Permohonan Eksekusi kepada Pengadilan Negeri terlebih dahulu," tegasnya. 

Kuasa Hukum J Marbun dan Rekan menceritakan kronologis perampasan mobil Toyota Hilux milik PT GBP pada Kamis, 31 Oktober 2019, Supir inisial RS yang bekerja di PT GBP membawa mobil dari gudang Perusahaan untuk bekerja. Ketika supir istirahat pukul 22.00 WIB dan memarkirkan kendaraan mobil No.Pol. BM 9554 TV milik perusahaan tersebut tepatnya di samping warung Kopi di Jalan Pembangunan, Pekanbaru. Tiba-tiba ada delapan orang yang tidak dikenal yang mengaku sebagai Debt Collector pihak External PT Acc Finance Cabang Pekanbaru. 

"Tanpa memperlihatkan surat tugas kepada RS dan pihak external PT Acc Finance langsung meminta kunci mobil dari supir. Akan tetapi supir tersebut tidak mau memberikan kunci mobil kepada Debt Collector. Sebab tidak ada kewenangan dirinya memberikan kunci termasuk mobil kepada orang lain kecuali ada perintah dari pemilik mobil dan atau dari pihak Perusahaan Global Bintang Perkasa," sebut Kuasa Hukumnya. 

Dilanjutkannya, karena supir tidak mau memberikan kunci mobil milik perusahaan kepada pihak Debt Collector PT ACC FINANCE, mereka langsung membawa mobil tersebut secara merampas atau secara paksa dengan memakai mobil derek tanpa memberikan surat tanda terima antara supir dengan pihak Debt Collector dan kunci mobil No.Pol. BM 9554 TV masih tetap di tangan supir. 

"Atas tindakan yang dilakukan oleh pihak Debt Collector yang merampas atau mengambil mobil secara paksa, maka pada Sabtu (02 November 2019) Supir RS atas perintah Perusahaan selaku pemilik mobil memerintahkan untuk membuat laporan di Polda Riau. Berdasarkan bukti Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor : STPL/487/XI/2019/SPKT/RIAU, tanggal 02 November 2019 dan kasus tersebut telah ditangani oleh Ditreskrimum Polda Riau Cq. Subdit III," ujarnya.

Kuasa Hukum perusahaan menegaskan tindakan yang dilakukan oleh pihak Debt Collector yang mengambil, merampas secara paksa mobil dari tangan supir RS, maka, Acc Finance patut diduga tidak mematuhi dan atau tidak tunduk kepada Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2011 Pasal 7 (tujuh) menyatakan permohonan pengamanan eksekusi harus diajukan secara tertulis oleh si penerima jaminan fidusia atau kuasa hukumnya kepada Kapolda atau kapolres tempat ekseskusi dilaksanakan. 

Maka atas dasar perampasan secara paksa terhadap 1 (satu) unit mobil milik Perusahaan PT Global Bintang Perkasa yang dilakukan oleh ekternal PT Acc Finance yang mengambil dan atau menarik mobil dari orang yang bukan pemilik dapat dikategorikan sebagai tindak pidana perampasan dan atau pencurian sebagai mana diatur dalam pasal 368 KUHPidana atau Pasal 365 KUHPidana," tegasnya. 

Perihal perampasan paksa satu unit mobil yang dilakukan oleh pihak Acc Finance, maka awak media mendatangi kantor yang beralamat di Jalan Ahmad Yani, Senin (6|4|2020) untuk bertemu dengan pimpinan ACC Finane dan mengkonfirmasi pernyataan dari kuasa Hukum PT GBP tersebut. 

Namun, setelah menunggu beberapa waktu, security ACC Finance mengatakan kepada awak media, pimpinan sedang tidak berada ditempat. "Untuk konfirmasi dan bertanya kasus PT GBP silahkan temui bapak Rio bagian officer," sebut security tersebut. 

Setelah bertemu dengan officer ACC Finance, dia mengatakan, kalau kasus penarikan mobil tersebut yang punya kuasa orang legal (Hukum). 

"Orang legal saat ini sedang diluar kota. 2 - 3 hari lagi baru kembali ke Pekanbaru. Saya tidak ada kapasitas untuk menjawab semua masalah ini," sebutnya.

Sementara itu, saat awak media mendatangi kantor Ditreskrimum Polda Riau, Rabu (8/4/2020) menanyakan perihal SP3 berdasarkan bukti Surat Ketetapan Nomor : S.Tap/02/I/2020/Reskrimum, tertanggal 30 Januari 2020, menyatakan bukan merupakan peristiwa pidana, salah satu penyidik mengatakan barang ini sudah di Praperadilan. 

"Ditunggu aja disana," sebut penyidik yang tidak mau disebutkan namanya. (*/exa/dic)


Baca Juga