Jikalahari : Belum Ada SP2HP tentang Laporan Kebakaran Lahan HTI PT Arara Abadi 2020

Pekanbaru, Detak Indonesia--Wakil Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setiyo menegaskan sejak mereka membuat laporan resmi ke Ditreskrimsus Polda Riau di Jalan Gajah Mada Pekanbaru, Riau pada Rabu (15/7/2020) lalu tentang dugaan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) lahan HTI PT Arara Abadi seluas 83 ha di Kabupaten Pelalawan, Riau, hingga kini Kamis (23/9/2021) pihak Jikalahari belum ada mendapat Surat Pemberirahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dari Ditreskrimsus Polda Riau.

"Belum ada perkembangan Bang.Setelah laporan di Polda Riau waktu itu, kami bersama mahasiswa Pelalawan di Jakarta juga melaporkan PT Arara Abadi ke Bareskrim Polri," kata Okto Kamis pagi tadi (23/9/2021).

Pihak Jikalahari merasa heran, kenapa laporan dugaan kesengajaan Karhutla HTI PT Arara Abadi itu belum ada SP2HP kepada pihak Jikalahari. Sementara perusahaan lain, koorporasi lain yang lahannya terbakar 4 ha, diproses tuntas sampai ke Pengadilan.

Sementara hasil pantauan BMKG Stasiun Pekanbaru Kamis hari ini (23/9/2021) titik panas atau hotspot kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Pulau Sumatera sudah sangat mengkhawatirkan. Terdapat ratusan titik panas.

Titik Panas (Hotspot) update Kamis (23/9/2021) diperbaharui pukul 07.00 WIB di Pulau Sumatera jumlah titik panas (hotspot) mencapai 427 titik panas.

Hal tersebut tersebar di Aceh 1 titik panas, Kepulauan Riau 9 titik, Jambi 22, Bengkulu 11 titik, Sumatera Barat 5 titik, Sumatera Selatan 155 titik panas, Bangka Belitung 181, Lampung 39, Riau  4 titik hotspot (Kabupaten Bengkalis 1 titik, Kota Dumai 1 titik, dan Kabupaten Indragiri Hilir 2 titik).

Seperti diberitakan sejumlah media daerah dan Nasional saat meliput di Kantor Ditreskrimsus Polda Riau di Jalan Gajah Mada Pekanbaru Riau pada Rabu (15/7/2020) lalu, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) melaporkan PT Arara Abadi (PT AA) Sinarmas Grup Distrik Malako Sorek Kabupaten Pelalawan Riau ke penyidik Ditreskrimsus Polda Riau, Jalan Gajah Mada Pekanbaru, Rabu (15/7/2020) terkait dugaan tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan.

Menurut Wakil Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setiyo kepada wartawan, PT AA diduga telah melanggar pasal 98 ayat (1) UU No 32/2019 tentang Perlindungan  dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar. 

"Sangat miris di tengah wabah virus Corona, kita susah bernafas pakai masker begini, malah bakar lahan, untung saja turun hujan dan tak terjadi peristiwa bencana kabut asap seperti tahun 2015 lalu. 2015 lalu perusahaan yang lahannya terbakar di SP3 kan oleh Polda Riau. Ada lahan kebun sawit saja yang diproses saat sekarang seperti PT SSS, PT ADEI,  PT Tesso Indah.  Sekarang ini 2020 perusahaan HTI PT AA kita ingin lihat juga agar diproses Polda Riau,"  kata Okto. 

Menurut Okto Yugo, PT AA sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup merujuk pada PP No 14/2001 tentang pengendalian dan atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan karhutla. 

Areal PT AA terbakar menurut Okto sejak 28 Juni 2020 seluas 83 ha berdasarkan hitungan citra sentinel 2. Hasil investigasi Jikalahari berdasarkan foto tim Manggala Agni yang sedang memadamkan api di atas lahan gambut pada titik koordinat 0,22216, 102, 25674 yang dioverlay dengan peta IUPHHK-HT menemukan lokasi kebakaran berada di areal konsesi PT AA Desa Merbau,  Kabupaten Pelalawan Riau. 

Pada 3 Juli 2020, tim Jikalahari ke lokasi terbakar dan melihat asap masih mengepul di lahan gambut itu, sebagian lahan masih terbakar, dan tim Manggala Agni, BPBD dan Tim RPK PT AA sedang melakukan pendinginan. Lahan terbakar merupakan lahan yang sudah staking dan siap tanam akasia.  Di beberapa blok ditemukan akasia yang baru ditanam dan tidak terbakar. 

"PT AA sengaja membakar untuk ditanami akasia dengan motif mengurangi biaya operasional," kata Okto Yugo Setyo. 

Di sekitar lokasi terbakar tim mendapat informasi asal api dari kebun masyarakat di luar konsesi PT AA. Namun hasil pengamatan tim Jikalahari jarak antara lokasi kebun masyarakat yang terbakar dengan lokasi yang terbakar PT AA sekitar 680 meter dan tidak ada penghubung api. Artinya tidak mungkin apinya meloncat ke areal PT AA. 

"Justeru areal PT AA sengaja dibakar karena api hanya membakar areal yang sudah distaking dan tak sampai areal yang sudah ditanam, padahal jaraknya hanya dipisahkan oleh kanal," kata Okto Yugo. 

Selain itu hasil analisis hotspot melalui satelit Terra Aqua-Viirs,  hotspot dan kebakaran di luar konsesi lebih dulu terjadi yaitu pada 24 Maret-2 April 2020 sedangkan di dalam areal PT AA hotspot dan kebakaran terjadi pada 28 Juni 2020.

Hasil overlay titik koordinat lokasi kebakaran dengan Peta Indikatif Restorasi Gambut Badan Restorasi Gambut (BRG), areal kebakaran berada di zona merah. Artinya, prioritas restorasi pasca kebakaran 2015-2017 yang harus direstorasi, namun tidak dilakukan restorasi, dan kembali terbakar. 

Jikalahari selain mengumpulkan data lapangan, juga melakukan analisis melalui Citra Satelit Sentinel 2 untuk melihat tutupan lahan di kawasan PT AA. Hasilnya, pertama, Januari 2020 areal yang terbakar merupakan hutan alam yang ditumbuhi semak belukar. Kedua, pada Februari 2020 areal yang terbakar mulai ada pembukaan lahan. Ketiga, pada Maret-Mei 2020 membuka kanal baru dan menambah pembukaan lahan. Keempat, Juni 2020 terus menambah pembukaan lahan hingga terbakar pada 28 Juni 2020.

"Akibat kebakaran seluas 83 hektare telah merusak gambut dan lingkungan hidup termasuk melebihi baku mutu ambien udara yang merugikan merugikan lingkungan hidup senilai Rp20,6 miliar," ujar Okto Yugo. 

Untuk itu Jikalahari merekomendasikan sebagai berikut :

1.  Polda Riau segera menetapkan PT Arara Abadi sebagai tersangka pelaku pembakaran hutan dan lahan yang mencemari udara, merusak gambut dan lingkungan hidup.

2. KLHK segera cabut izin PT Arara Abadi yang terbakar untuk dipulihkan menjadi kawasan fungsi lindung gambut. 

Humas PT Arara Abadi, Nurul Huda yang dikontak awak media via ponselnya Rabu lalu (15/7/2020) tidak bersedia memberi keterangan pers.

Sementara kalangan awak media ada yang menganalisa kasus ini tugas berat di pundak Kapolda Riau yang baru Irjenpol Agung Setia Imam Effendi.Karena perusahaan ini perusahaan kuat, banyak membantu aparat dalam penanganan Karhutla, sulit dibikin tersangka. Tapi yang lain bilang lihat saja nanti gebrakan apa yang dilakukan Polda Riau atas laporan Jikalahari ini.(*/rls/di/azf)


Baca Juga