Praktisi Hukum Riau Desak Kadis Kesehatan Lakukan Hal ini

Pekanbaru, Detak Indonesia--Malam ini, Senin (1/11/2021) Praktisi Hukum dari Kantor Satya Wicaksana menerima curhat dari beberapa tenaga kesehatan, yakni perawat, bidan maupun dokter. 

Curhatan para tenaga kesehatan itu terkait permasalahan yang selama ini belum juga terselesaikan, yaitu mulai dari Pola Jam Kerja, Biaya Lembur dan dugaan potensi terjadinya Kejahatan HAM di Rumah Sakit maupun Klinik.

Ditemui pada saat berada di Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik Satya Wicaksana, Pekanbaru,  Larshen Yunus katakan bahwa curhatan tersebut akan segera ditindaklanjuti pihaknya. 

Bagi Praktisi Hukum Larshen Yunus, curhatan para Tenaga Kesehatan wajib didengar otoritas terkait, mulai dari pihak Pimpinan Rumah Sakit maupun Klinik, Kepala Dinas Kesehatan hingga Kepala Daerah. Larshen Yunus tegaskan, bahwa Pemerintah sangat bertanggung jawab atas curhatan dan keluhan tersebut.

"Coba anda bayangkan, bahwa selama ini diduga hampir di semua Rumah Sakit dan Klinik, Hak-Hak Normatif para Tenaga Kesehatan justru di nomor duakan. Padahal sudah sangat jelas, bahwa seorang Nakes tak bisa disamakan dengan Pegawai ataupun Karyawan Perusahaan lainnya," ungkap Praktisi Larshen Yunus, seraya menunjukkan bukti tertulis terkait hal itu.

Bagi Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik Satya Wicaksana itu, sudah seharusnya pola kerja dan pendapatan para tenaga kesehatan (Nakes) diperhatikan. Karena tingkat kerja mereka sangat berbeda. Bayangkan saja, selain durasi waktu kerja yang lama, mayoritas jadwal jam kerja para Nakes tak tentu arah, alias tak jelas dari Manajemen Rumah Sakit.

Alumnus Sekolah Vokasi Mediator Universitas Gadjah Mada (UGM) itu juga katakan, bahwa terkait pola kerja dan penghasilan para Nakes wajib diperhatikan Pimpinan Rumah Sakit. 

"Selama ini penghasilan jadi perawat maupun bidan sangat menyedihkan. Padahal kerjanya kategori berat. Bahkan lebih sering pulang kerja di luar aturan yang ada. Menjadi seorang perawat dan bidan justru lebih dikuras dari segi waktu kerja, alih-alih dengan alasan loyalitas, pihak pimpinan dan manajemen Rumah Sakit maupun Klinik, selama ini justru tidak mengedepankan Hak Asasi Manusia, mulai dari penghasilan, pola kerja dan jaminan kesehatan bagi para Nakes. Coba anda bayangkan, untuk biaya lembur saja sulit keluar," tutur Larshen Yunus, yang juga menjabat sebagai Ketua PP GAMARI Pekanbaru. 

Hingga berita ini dimuat, Praktisi Hukum Larshen Yunus dan Paramitra segera menyurati Kadis Kesehatan Kota Pekanbaru dan Provinsi Riau, sekaligus juga menyurati para Pimpinan Rumah Sakit, Klinik serta Ketua Organisasi dari masing-masing profesi Perawat maupun Bidan (IBI), agar dapat memperhatikan hak-hak normatif dan kepentingan bagi para tenaga kesehatan tersebut.

"Data yang kami peroleh, selama ini bobot bekerja bagi para Perawat dan Bidan sering melebihi tonase, artinya lebih sering kerja mulai dari Jam 7 pagi, hingga pulang sampai jam 7 malam. Bahkan untuk jaminan kesehatanpun para Perawat dan Bidan sudah banyak berjatuhan korban. Mohon do'anya, agar ikhtiar ini senantiasa didukung yang diatas. #AyoLawanPenjahatHAM," tegas Aktivis Larshen Yunus, seraya menunjukkan bukti-bukti permulaan pihaknya.

Terakhir Yunus katakan, bahwa segala sesuatunya harus dimulai dengan do'a, syafaat. Intinya selama ini para Tenaga Kesehatan, seperti Perawat dan Bidan. Hak-haknya tak diperhatikan. Kerja pagi-siang-malam. Rumah Sakit ataupun Klinik sudah seperti rumahnya. Tak pernah libur. Sementara gaji pas-pasan. Untuk biaya lembur aja minim. Paling hanya diberi Rp20 ribu, itupun kalau ada perintah mulut Koordinator untuk lembur. Biasanya pihak Rumah Sakit, Klinik paksakan para Nakes untuk loyal, tapi tunjangan dikecil-kecilkan, jauh panggang dari api. (*/di) 


Baca Juga