Rektor Unri Covid-19 Tak Hadir di Sidang Terdakwa Dekan Non Aktif Syafri Harto

Pekanbaru, Detak Indonesia--Rektor Universitas Riau (Unri) Prof Aras Mulyadi alfa alias tak hadir sebagai saksi meringankan di sidang terdakwa mantan Dekan Fisipol Unri Pekanbaru Syafri Harto, yang didakwa melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswinya inisial Lam dalam sidang Selasa (22/2/2022) di PN Pekanbaru. 

Sidang Selasa tadi (22/2/2022) menghadirkan saksi teman korban Lam yang mendengar cerita korban, sidang tadi tertutup untuk umum.

Sementara alasan tak hadir Rektor Unri Prof Aras Mulyadi sebagai saksi dalam sidang itu menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Syafril SH karena Rektor Unri tersebut positif Covid-19.

Sidang dikawal ketat polisi untuk pengamanan

"Ya,  Rektor Unri itu sebagai saksi tak bisa hadir di sidang tadi karena yang bersangkutan beralasan kena Covid-19 ada surat kami tunggu dari kampus. Makanya tadi kami usulkan ke Majelis Hakim sidang ini tak boleh kita tunda berlarut-larut, Covid itu kan ada tenggang waktunya ya 14 hari. Sidang Kamis lusa juga takutnya tak cukup waktu juga menunggu dia sehat.  Kami tawarkan ke majelis hakim sidang virtual tapi hakim tak sependapat dengan kami," kata JPU Syafril SH usai sidang tertutup untuk umum itu yang dijelaskannya di luar ruang sidang Selasa (22/2/2022) di PN Pekanbaru.

Menurut JPU Syafril SH terpaksa lusanya sidang harus hadir lihat situasi bersangkutan kapan bisa hadir kalau dinyatakan sudah sembuh. Seraya waktu berjalan terdakwa bisa menghadirkan saksi Rektor Unri yang meringankan. 

JPU Syafril SH berharap Rektor Unri Prof Aras Mulyadi dapat hadir sebagai saksi meringankan mantan Dekan Fisipol Unri Syafri Harto karena akan banyak keterangan yang akan digali dalam sidang nanti. 

JPU Syafril SH diwawancara wartawan di luar ruang sidang

Karena hasil investigasi Kampus Unri ada orang yang diwawancara, yakni mahasiswi dan saksi mahasiswi ini juga. 

"Fakta persidangan kami meyakini ada kejadian. Pasal yang didakwakan 289, 294, 281 perbuatan asusila ditafsirkan oleh beberapa ahli sebagai pelecehan seksual ancaman 9 tahun penjara. Ada peraturan di Kemenristekdik mengenai tata cara penanganan kekerasan seksual di Kampus Perguruan Tinggi memegang pundak atau memegang badan dari mahasiswi atau mahasiswa tanpa seizin atau sekehendak mahasiswi itu sudah masuk pelecehan seksual sudah saya sampaikan di sidang lalu, makanya saya ditegur hakim kemarin kata hakim itu harus ahli yang menjelaskan tapi Saya kan agar mendapat gambaran di sidang ini," jelas JPU Syafril SH.(azf)


Baca Juga