Polemik Penunjukan Pejabat Kepala Daerah di Riau Rawan Gejolak Sosial

Pekanbaru, Detak Indonesia--Polemik penunjukan langsung pejabat Wali Kota Pekanbaru dan Bupati Kampar di luar rekomendasi yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi Riau oleh Kementerian Dalam Negeri, berpotensi memicu gejolak sosial di tengah masyarakat apabila pemangku kebijakan terkait tidak membuka ruang untuk mendengarkan aspirasi rakyat.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Wilayah Riau Dr Sigit Nugroho SPsi MPsi di Pekanbaru, Ahad (15/5/2022), dengan memperhatikan dampak psikologis masyarakat terkait isu berkembang, khususnya keberatan yang diajukan tokoh masyarakat dan ninik mamak di Kampar terhadap calon penjabat yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.

"Kemendagri sepatutnya mendengarkan permintaan tokoh masyarakat dan adat yang meminta pejabat ditunjuk dari kalangan putra daerah. Untuk menghidari gejolak akibat indikasi pelanggaran prosedur kepatutan dalam penunjukan. Masyarakat Riau secara psikologi memiliki masa lalu dan sisi traumatik tersendiri terkait penolakan pemimpin yang ditunjuk pusat, selain itu di Kampar juga pernah terjadi gejolak sosial menurunkan kepala daerah," jelas Sigit.

Mantan Dekan Fakultas Psikologi UIR ini juga menyebut apabila hal tersebut tidak diantisipasi dengan baik dapat memicu gejolak sosial yang berulang serta berdampak yang tidak baik bagi keberlangsungan pembangunan di Kabupaten Kampar, dan dianggap menciderai semangat dan prinsip otonomi daerah.

"Jangan sampai muncul ketidakpercayaan masyarakat Kampar terhadap Pemerintah Pusat dalam hal ini Kemendagri memicu gejolak sosial yang lebih besar yang tidak menguntungkan bagi kondusifitas pembangunan. Tentunya akan sangat menyedot energi di daerah itu, sebab melanjutkan pembangunan tentunya perlu ketenangan," jelas Sigit.

Sementara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Kamsol sewaktu menjabat Kabid SMA dan ianya telah mendapat panggilan dari Kejari Inhil tapi mangkir, sekarang Kamsol mengurus untuk mendapatkan jabatan Pj Bupati Kampar Riau tanpa rekom Gubernur Riau dan diduga Kamsol didampingi cukong.

Imron Rosyadi disebut-sebut menjadi calon kuat yang akan ditetapkan menjadi Pj Bupati Kampar, Riau setelah namanya diusulkan oleh Gubernur Riau ke Kemendagri, 20 April 2022.

Memang cukup beralasan. Sebab Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau ini dinilai sosok yang bersih, berintegritas dan punya kapasitas sebagai seorang pemimpin.

Nama lainnya yang diusulkan adalah Kepala Biro Kesra Setdaprov Riau Zulkifli Syukur dan, Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Riau Roni Rakhmat.

Sementara untuk Pj Wali Kota Pekanbaru, yang diusulkan adalah Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemprov Riau, Masrul Kasmi, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau, Boby Rachmat dan Kepala Pelaksana BPBD Riau, M Edy Afrizal.

Namun lucunya, belakangan ada rumor, Kemendagri akan menunjuk Pj Bupati Kampar dan Pj Wali Kota Pekanbaru, di luar dari nama yang sudah diusulkan Gubernur Riau tersebut.

Seperti untuk Pj Bupati Kampar, dikabarkan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Riau, Dr Kamsol, yang ditunjuk. Sedangkan Pj Wali Kota Pekanbaru, dikabarkan Sekwan DPRD Riau, Muflihun, yang ditunjuk.

Atas rumor ini, memantik reaksi sejumlah pihak, termasuk praktisi hukum, Armilis Ramaini SH.

Menurut pengacara senior ini, jika memang benar Kemendagri akan menunjuk Pj Bupati Kampar dan Pj Wali Kota Pekanbaru, di luar dari nama yang sudah diusulkan, maka Gubernur, DPRD, dan masyarakat Riau, harus menolaknya.

Sebab hal tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan Permendagri No 1 tahun 2018. Dalam pasal 5 ayat 2 sudah ditegaskan bahwa Pjs Bupati atau Wali Kota yang ditunjuk oleh Menteri, harus atas usul Gubernur.

Lalu ayat 3-nya dijelaskan bahwa dalam hal melaksanakan Strategis Nasional, baru Pj Wali Kota atau Bupati dapat ditunjuk langsung oleh Menteri tanpa usul Gubernur.

"Artinya, untuk penunjukan Pj Bupati Kampar dan Pj Wali Kota Pekanbaru, tentu harus atas usul Gubernur, karena di Riau dalam keadaan tenang dan baik-baik saja," ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya Komplek Perkantoran Sudirman Raya, Jalan Sudirman Pekanbaru, Jumat (13/5/2022).

Diakui, memang boleh langsung ditunjuk Menteri tanpa usul Gubernur, tapi harus memenuhi unsur pasal 5 ayat 3 yang dimaksud. 

"Kalau Permendagri ini tidak dirujuk dengan baik, kita khawatir dimanfaatkan oleh cukong. Untuk itu Gubernur bersama komponen lainnya harus melawan. Masa iya usulan oligarki yang malah akan diterima, sementara usulan Gubernur dikangkangi. Ini sudah pelecehan," ujarnya.

Ia pun merasa aneh, nama yang diusulkan Gubernur secara resmi, malah tidak digubris oleh pusat. 

"Ini bukti carut marut tata kelola Pemerintahan kita. Dan jika ini memang benar-benar terjadi, maka Pemerintahan bersih yang diharapkan, tak akan didapat. Sebab Pj Kepala Daerah yang akan bertugas, sudah diboncengi oleh kepentingan oligarki," paparnya.

Maka oleh sebab itu, harus dilawan, karena ini menyangkut harkat dan marwah Gubernur dan masyarakat Riau. 

"Jika memang benar akhirnya SK itu keluar, maka Gubernur jangan sampai melantik mereka," katanya.

Bentuk perlawanan lainnya, Direktur Dirjen Otda harus dilaporkan ke Ombusmen dan menggugat Mendagri ke PTUN. 

"Gubernur juga harus mengembalikan SK tersebut, karena pejabat yang ditunjuk di luar dari yang direkomendasikan," tambah pengacara kawakan ini.

Armilis juga mengaku mencium aroma transaksional, oleh oknum pejabat di daerah dengan oknum pejabat di Kemendagri. Sehingga nama yang ditunjuk di luar nama yang direkomendasikan.

"Perlu dilakukan pengusutan, sekaligus menonjobkan dua pejabat yang sudah ikut berkompetisi tanpa restu Gubernur tersebut. Itu namanya main belakang dan insubordinasi. KPK, Kejaksaan dan Kepolisian, juga harus ikut andil, karena ada aroma transaksional dan dugaan perbuatan melawan hukum," katanya.(azf)


Baca Juga