Sunardi SH: Pelepasan Kawasan Hutan untuk PT DSI Sudah Batal Tak Sesuai Lagi RTRW Kabupaten Siak

Pekanbaru, Detak Indonesia -- Persoalan sengketa lahan seluas 1.300 hektare (ha) di Desa Dayun, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Riau belum usai sejak 2016 sampai 2022 ini. Terbaru, Penasihat Hukum PT Duta Swakarya Indah (DSI) Anton Sitompul SH MH dan Suharmansyah SH MH mengancam akan melaporkan seluruh pemilik 466 persil Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diklaim berada di atas areal Pelepasan Kawasan Hutan milik PT DSI.

Menyikapi hal itu, Ketua Umum DPP LSM Perisai Riau, Sunardi SH selaku yang diberi dikuasa oleh Indriany Mok dan kawan-kawan pemilik kebun dengan bukti kepemilikan berupa Sertifikat Hak Milik yang diperoleh secara sah dan benar atas lahan yang disengketakan tersebut buka suara dan beri penjelasan.

Dijelaskan Sunardi, Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dimiliki oleh Indriany Mok dan kawan-kawan diterbitkan melalui mekanisme sesuai aturan Kementerian ATR/BPN RI dan sumber penerbitan tentu berdasarkan alas hak yang sah berupa SKT maupun SKGR dan dahulu adalah jual beli  dari kebun/tanah garapan warga setempat yg digarap sebelum adanya pelepasan kawasan hutan karena warga sudah terlebih dahulu bercocok tanam dan berkebun karet sesuai petunjuk Pemerintahan pada masa itu.

Sertifikat tersebut diterbitkan sekira tahun 2006 dan 2007 oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Siak. Sertifikat tersebut dapat diterbitkan oleh Kantor Pertanahan atas dasar aturan hukum serta penegasan dari Bupati Siak Arwin AS pada 2002, 2003 dan 2004. Ini jelas telah menegaskan bahwa pelepasan kawasan Hutan Nomor 17/ Kpts-II/1998 untuk PT DSI sudah batal dan tidak sesuai lagi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten Siak.

"Di dalam Surat Keputusan Menteri juga tertuang aturan yang sudah baku di antaranya pada diktum yang kesembilan yang berbunyi apabila PT DSI tidak memanfaatkan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada diktum Pertama dan atau menyalahgunakan pemanfaatannya dan atau tidak menyelesaikan pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) dalam waktu satu tahun sejak diterbitkannya keputusan ini, maka pelepasan kawasan hutan untuk PT DSI ini batal dengan sendirinya dan areal tersebut kembali dalam penguasaan Departemen Kehutanan," tegas Sunardi, Ahad malam (18/9/2022).

"Penjelasan tersebut sudah sangat jelas atas ketentuan dan dasar hukum diberikannya SK Pelepasan untuk tidak dilanggar, sedangkan aturan tersebut pihak PT DSI melanggar sejak ketentuan hukum diberikan pada 1998 serta lalai dalam menyelesaikan kewajibanya untuk mengurus Hak Guna Usaha (HGU), bahkan sampai saat ini PT DSI belum memiliki HGU, lalu apa dasar hukum PT DSI akan melaporkan pemilik sertifikat? Sedangkan sejak pelepasan kawasan hutan ditandatangani maka pihak yang berwenang sudah jelas berpindah menjadi wewenang pertanahan," sambungnya.

Kemudian, terkait pernyataan Direktur Kajian Kawasan Hutan LSM Tropika Riau, Indra Pahlawan, yang menyikapi tentang pelepasan kawasan dan menyebut Sertipikat Hak Milik (SHM) tidak akan ada tanpa SK Pelepasan Kawasan Hutan, Sunardi kembali menegaskan bahwa Indra Pahlawan belum memahami secara rinci tentang asal-usul dan riwayat terbitnya Sertifikat Hak Milik atas 466 persil di lokasi lahan seluas 1.300 ha.

"Sekali lagi saya katakan bahwa Sertifikat tersebut tentu memiliki dasar-dasar yang jelas, riwayat yang jelas dan itu sudah memenuhi aturan hukum. Terbukti pada 2010, bahwa pemilik sertifikat pernah dilaporkan oleh pihak PT DSI di Polda Riau, akan tetapi laporan tersebut dihentikan karena tidak terbukti adanya pelanggaran hukum. Nah ini kan bisa menjadi rujukan atau pedoman hukum agar tidak muncul  informasi-informasi yang tidak benar alias miring," terang Sunardi.

Sunardi mengungkapkan, jauh sebelum adanya pelepasan kawasan yang dilakukan oleh PT DSI, masyarakat setempat sudah terlebih dahulu menggarap lahan tersebut.

"Belum ada tanda-tanda adanya PT DSI di sana, masyarakat sudah beraktifitas, bercocok tanam, berkebun karet dan lain-lain. Di situ dapat dibuktikan ketika pihak Pemerintah setempat yang akan mengeluarkan perizinan-perizinan, PT DSI telah melakukan inventarisasi lahan. Dapat disimpulkan bahwa garapan di lokasi lahan yang diberikan izin seluas 8.000 hektare itu, 80 persen adalah garapan milik masyarakat atau warga. Itu bisa dilihat secara langsung dari inventarisasi dan peta yang diterbitkan," ucapnya.

Berkaitan dengan Constatering atau Eksekusi yang pernah dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Siak pada 3 Agustus 2022 lalu di lahan tersebut, LSM Perisai Riau tidak pernah melarang dan tidak  menentang proses tersebut. Namun pada hakikatnya pelaksanaan Constatering dan Eksekusi dilaksanakan pada objek yang salah dan tidak jelas.

"Harus dipahami, bahwa yang akan dilakukan eksekusi itu bukan atas nama pemilik sertifikat atau kebun, akan tetapi yang akan dieksekusi adalah atas nama PT Karya Dayun (PT KD). PN Siak jika ingin melakukan eksekusi lahan milik PT Karya Dayun, silahkan dicari dimana letak lahan dari PT Karya Dayun dan tentukan di mana Kilometer 8 yang akan dilakukan eksekusi karena pihak Pertanahan Kabupaten Siak sudah memberikan penjelasan secara gamblang, bahwa PT Karya Dayun tidak ada tercatat dan teregister di Kantor Pertanahan," urai Sunardi.

Terhadap lokasi yang akan dilakukan eksekusi, Sunardi menyebut hal itu jelas-jelas salah objek letak dan titiknya. 

"Dan itu jelas putusan yang sudah diberikan, akan tetapi objek lahan atau titik yang akan dilakukan constatering serta eksekusi yang sudah diputus oleh Pengadilan lalu keberadaan objek lahan milik PT Karya Dayun masih dicari-cari, inikan aneh," katanya heran.

Sesuai aturan dan perlu digarisbawahi serta dipahami, lokasi yang akan dilakukan Constatering dan Eksekusi itu mestinya sudah diketahui dari awal. Ini justru yang menunjukkan lokasi adalah pemohon eksekusi, bukan pihak yang berwenang yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Untuk itu, jelas Sunardi, beberapa hari yang lalu LSM Perisai Riau telah membuat pengaduan secara resmi ke Komisi Yudisial (KY) Republik Indonesia pada Kamis (15/9/2022) di Jakarta terkait dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua PN Siak.

"Pihak KY telah melakukan verifikasi, di situ ada unsur-unsur yang ditingkatkan sehingga laporan pengaduan kami itu diteruskan ke Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia," sebutnya.

Sebagai lembaga kontrol sosial, LSM Perisai Riau menyikapi permasalahan ini dan siap untuk mengawal proses yang ditangani oleh Bawas Mahkamah Agung RI.

Beberapa waktu lalu, ia telah mengungkap fakta mengejutkan terkait PT DSI selaku pemegang Izin pelepasan kawasan seluas 13.532 hektare. Setelah adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang telah berkekuatan hukum
 Nomor : 198/PK/TUN/2016 Tanggal 12 Januari 2017, maka surat-surat PT DSI tersebut cacat administrasi dan merupakan pelanggaran hukum apabila surat-surat tersebut digunakan.

"Legalitas surat milik PT DSI telah dinyatakan tidak dapat dipergunakan lagi berdasarkan putusan PTUN yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga apabila proses constatering dan eksekusi tetap dilaksanakan mengacu kepada administrasi yang ada, sedangkan administrasi yang ada sudah dinyatakan cacat hukum. Apabila masih dipaksakan hal ini menurut kami merupakan sebuah pelanggaran hukum," tegas Sunardi SH.

"Adapun dengan amar putusan tersebut, pengadilan telah menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari PT DSI tersebut dan menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan PK tersebut sebesar Rp2,5 juta," sebutnya.

Untuk diketahui, PT DSI hingga saat ini belum memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU) atas usaha perkebunan milik perusahaan tersebut.

"Setelah gugatan PTUN dikabulkan, itu sudah membuktikan bahwa legalitas PT DSI cacat administrasi, baik pelepasan kawasan, izin lokasi, IUP atas nama PT DSI. Dan sudah tidak berhak untuk  digunakan. Terbukti Legalitas PT DSI ditolak oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ucapnya tegas.

PT DSI Baru Ajukan HGU seluas 916 Hektare ke BPN

Berdasarkan surat yang diterima Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, PT DSI baru mengajukan pengukuran terhadap lahan seluas kurang lebih 916 hektare melalui BPN Siak.

Kabid Penetapan dan Pendaftaran Hak (PPH) BPN Provinsi Riau, Umar Fathoni menyebutkan, kalau perusahaan tersebut baru mengajukan pengukuran, sehingga dapat diartikan PT DSI belum pernah memiliki HGU.

"Saat ini mereka baru mengajukan pengukuran, ya kalau baru pengukuran, belum ada (HGU, red). Jadi mereka (PT DSI, red) baru mengajukan proses pengukuran ke Kanwil. Suratnya itu dari Kanta Siak tanggal 17 Maret 2022 kemarin," kata Umar Fathoni, Rabu (10/9/2022) siang.

Umar Fathoni mengatakan, permohonan itu baru sebatas permohonan pengukuran fisik, bukan permohonan hak. Apabila telah dikeluarkannya surat permohonan fisik, barulah permohonan hak diterbitkan.

"Sudah keluar fisik, baru diumumkan haknya. Dari hal itu kita tahu nanti berapa yang akan diberikan. Yang pasti harus clear dulu dari kawasan hutan, penguasaan masyarakat dan ada sungai, dikeluarkan semua. Itulah disaat ini dalam proses pengukuran," ucap Umar.

Selanjutnya, apabila pada lahan yang akan diukur terdapat tempat-tempat umum, lahan masyarakat, situs budaya, makam keramat, jalan penghubung antar desa, maka wajib hukumnya untuk dikeluarkan dari pemetaan (enclave).

"Apakah sudah diganti rugi, nanti clearnya berapa yang didapat dari 916 hektare tersebut. Ada kawasan masyarakat dikeluarkan, ada hutan dikeluarkan, ada gambut dikeluarkan, dan tidak boleh diberikan hak," tegasnya.

Terkait PT DSI telah puluhan tahun mengelola lahan yang ditanam kelapa sawit dengan hanya menggunakan izin lokasi dan Izin Usaha Perkebunan (IUP). Menurutnya, berdasarkan IUP tersebut, perusahaan bisa mengelola dan mengolah lahan kelapa sawit tersebut. 

Pertanyaannya, kenapa IUP yang dikeluarkan pada tahun 2009 lalu, baru saat ini PT DSI mengajukan izin Hak Guna Usaha? Untuk itu, kata Umar, yang berwenang dan mengetahui hal tersebut adalah Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau.

"Harusnya, di SK pemberian IUP itu disebutkan berapa tahun setelah izin itu diberikan, (perusahaan, red) wajib mendaftarkan haknya (HGU)," jelasnya. (*/di/azf)


Baca Juga