Mantan Direktur PT BSP Nawasir Kadir Diberhentikan Semena-mena, Tuntut Ganti Rugi Rp560 M

Pekanbaru, Detak Indonesia -- Nawasir Kadir, mantan Direktur PT Bumi Siak Pusako (BSP) menggugat operator tunggal ladang minyak wilayah kerja CPP (CPP Blok) ke Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menuntut ganti rugi sekira Rp560 miliar.

"Saya sudah masukkan gugatan perkara perdata perbuatan melawan hukum itu dengan didaftarkan pada Selasa 15 Maret 2022 lalu dengan nomor register perkara: 78/Pdt.G/2022/PN Pbr," ujar Nawasir Kadir tadi, Jumat (7/10/2022) ngopi bersama wartawan di kedai kopi Nikmat Jalan Harapan Raya, Pekanbaru, Riau.

Si penggugat Nawasir Kadir) mengajukan gugatan ganti rugi terhadap BUMD yang kepemilikan saham terbesar dimiliki Pemkab Siak itu dengan jumlah gugatan sebesar Rp560 miliar. Gugatan dilayangkan oleh Nawasir Kadir.

Ia merupakan Direktur Utama PT BSP yang pertama, sejak CPP Blok diambilalih dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

Selain menggugat PT BSP, Nawasir juga menjadikan Pemerintah Kabupaten Siak dan PD Sarana Pembangunan Siak (PD SPS) sebagai tergugat kedua dan tergugat ketiga.

"Menghukum para tergugat membayar kerugian penggugat secara materiil sebesar Rp15 miliar dan denda 20 persen tiap tahun sebesar Rp45 miliar ditambah kerugian immateriil sebesar Rp500 miliar, sehingga total Rp560 miliar," demikian bunyi petitum gugatan Nawasir Kadir.

Selain itu, Nawasir juga meminta majelis hakim menghukum para tergugat membayar uang denda (dwangson) sebesar Rp25 juta per hari, jika para tergugat terlambat melaksanakan putusan ketika nantinya sudah berkekuatan hukum tetap.

"Meminta majelis hakim memerintahkan para tergugat untuk meminta maaf kepada penggugat melalui tiga media cetak dan online di Riau dan nasional," demikian gugatan Nawasir.

Nawasir dalam petitum gugatannya meminta majelis hakim menyatakan akta pendirian PT Bumi Siak Pusako nomor 41 tanggal 17 Oktober 2021 sah dan mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sebaliknya, terhadap akta perubahan anggaran dasar  PT BSP nomor 2 tanggal 1 April 2002 tidak sah dan cacat hukum.

Ia juga meminta majelis hakim menyatakan dirinya sebagai Direktur Utama PT BSP setidaknya dari tahun 2001 hingga 2006.

Adapun sidang perdana perkara ini telah digelar pada 29 Maret silam. Persidangan lanjutan digelar pada Senin 15 Agustus 2022 lalu.

Dalam putusan sela perkara ini, majelis hakim menyatakan kalau PN Pekanbaru berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Para pihak juga diperintahkan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara. Nawasir Kadir membenarkan adanya gugatan tersebut.

Ia menyebut langkah hukum ini adalah merupakan kali ketiga gugatan yang dilayangkannya, setelah dua gugatan sebelumnya, permohonannya ditolak PN Pekanbaru.

Nawasir menjelaskan, dasar gugatan bermula saat ia dipercaya menjadi Dirut PT BSP pada tahun 2001 yang betugas memimpin gabungan Tim Negosiasi Blok CPP Riau dan Tim Task Force Pertamina Hulu. Di sini peran Nawazir terlihat nyata dalam perjuangan mendapatkan blok CPP tersebut.

Hingga akhirnya, pada 8 Agustus 2002, PT BSP dan Pertamina Hulu resmi ditunjuk oleh Menteri ESDM mengambilalih pengelolaan wilayah kerja penambangan (WKP) minyak bumi Blok CPP.

"Tapi entah kenapa, nama saya hilang sebagai Dirut PT BSP di akta pendirian. Tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Pemkab Siak, dan Perusahaan Daerah Sarana Pembangunan Siak telah melakukan perubahan anggaran dasar PT BSP," terang Nawasir.

Ia menjelaskan, dalam perubahan anggaran dasar itu, tercantum Azaly Djohan sebagai Dirut, Arwin AS sebagai Komisaris Utama, dan M Syafei Yusuf sebagai Komisaris.

"Jelas ini tindakan melawan hukum. Karena ini merugikan saya secara sepihak, makanya saya melakukan gugatan ke PN Pekanbaru," ujar Nawasir, Jumat (7/10/2022).

Nawasir berharap gugatannya tersebut bisa dikabulkan majelis hakim PN Pekanbaru.

"Kalaupun majelis hakim berpendapat lain, kita mohon putusan yang seadil-adilnya," jelasnya.

"Jadi kita tunggu saja hasil keputusan pengadilan pekan depan," tutupnya. (azf)


Baca Juga