Para Penjabat di Riau Tak Mendapat Mandat Rakyat

Pekanbaru, Detak Indonesia--Ketua Lingkar Studi Marpoyan Circle Indonesia (MCI), alumnus Sosiologi UGM, Sekolah Doktoral Fakultas Ekonomi Trisakti DR Andree Armilis SPI Phdi menegaskan para Penjabat di Riau ini tidak mendapat mandat Rakyat, oleh sebab itu kekuasaannya sejatinya less-legitimate, kurang dari sisi legitimasi.

Sementara itu, kewenangannya sangat luas, hampir sepenuhnya menyamai kewenangan pemimpin daerah yang asli pilihan Rakyat.

Sebab itu seharusnya moral kepemimpinan Penjabat ada dua, satu dia mesti "tahu diri" atas ketidaksempurnaan legitimasi pemerintahannya, sehingga tidak berlagak seperti Wali Kota atau Bupati asli yang terpilih lewat Pilkada.

 

Tendensi untuk menampilkan profil individu yang berlebihan, foto-foto di sepanjang kota misalnya, hendaknya dikurangi. Dia hadir sebagai personifikasi Pemerintah Pusat dalam mengatasi kevakuman kuasa, jadi tidak perlu "political appearance" dan pencitraan seperti layaknya politisi. Mesti disadari bahwa statusnya masih ASN.

Pertama, kita harus kembali mengingat bahwa kelowongan kepemimpinan daerah akibat Pilkada serentak yang lalu diisi oleh ASN yang ditunjuk sebagai penjabat (Pj) Wali Kota/Bupati oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kemendagri, pada dasarnya tidak begitu kompatibel dengan semangat demokrasi dan otonomi daerah.

Yang kedua, defisit legitimasi itu dia harus bayar dengan kesungguhan kerja, prestasi dan capaian yang signifikan. Ini untuk menyelamatkan muka Pemerintah Pusat, bahwa mereka memang tidak salah memberikan amanah kepada yang bersangkutan.  

 

"Saya kira tidak terlalu banyak kemajuan di Pekanbaru setahun belakangan ini. Visi kota juga masih tidak pasti, isu-isu sederhana tapi sangat penting dan sangat menyusahkan masyarakat seperti kerusakan jalan dan persoalan parkir juga tidak terselesaikan, dan masih banyak lagi daftar lainnya," kata DR Andree Armilis.

Maka setahun jalannya Pemerintahan Kota Pekanbaru di bawah Pj ini mesti dievaluasi ketat oleh Gubernur. Kalau rasanya perlu di-rolling dengan pejabat lain yang lebih kompeten, seharusnya tidak ada masalah dan tidak ada yang mempermasalahkan. Toh ini adalah perkara birokratik dan tujuannya juga untuk kemaslahatan bersama.

"Kita dorong Pak Gubernur untuk bersikap mantap, jelas dan terbuka saja. Kalkulasi politik tidak terlalu banyak, karena subjeknya juga pribadi yang tidak boleh berpolitik praktis, meskipun sudah rahasia umum bahwa permainan politik para birokrat kadang kala lebih lihai daripada politisi formil," jelas pengamat DR Andree Armilis SIP Phdi. (*/rls/azf)


Baca Juga