Kapolres Kampar: Ponpes Darul Quran Laporankan Balik Pencemaran Nama Baiknya

Rabu, 06 November 2024 - 11:50:23 WIB

Kapolres Kampar, Riau AKBP Ronald Sumaja. (azf)

Sungaipinang Kampar, Detak Indonesia--Kasus dugaan penganiayaan santri Pondok Pesantren Darul Quran Kampar Riau ditanggapi Kapolres Kampar Riau AKBP Ronald Sumaja.

Di sela-sela acara penanaman jagung di areal Sekolah Polisi Negara (SPN) Desa Sungaipinang Kampar Riau Rabu (6/11/2024), Kapolres Kampar AKBP Ronald Sumaja yang ditanya wartawan menjelaskan pihak korban yang diduga dianiaya ini sudah melaporkan ke Polda Riau.

"Kemudian dari pihak pondok pesantren merasa ada unsur pencemaran nama baik melaporkan kepada pihak kami di Polres Kampar. Tentunya segala bentuk aduan dan laporan akan kami tindak lanjuti dari awal penyelidikan baru dilihat apakah unsurnya terpenuhi atau tidak. Kalau terpenuhi tentu akan kami proses lebih lanjut," kata Kapolres Kampar AKBP Ronald Sumaja mantan Kapolres Siak Riau ini.

Jadi menurut Ronald pihaknya kasuistik ada kasus penganiayaan tapi sisi lain ada sebab akibatnya di sana. Ada pernyataan-pernyataan di media sosial yang dianggap merugikan pihak pondok pesantren. Itu laporan awalnya. Sudah empat orang saksi diperiksa nanti ditindaklanjuti ke ahli IT, perlu keterangan ahli bahasa apakah kata-kata di dalam media sosial tersebut masuk unsur penghinaan atau pencemaran nama baik.

"Jadi ini masih proses penyelidikan butuh waktu saya mohon rekan-rekan bersabar kami akan tetap profesional mendudukkan permasalahan ini dengan baik," kata AKBP Ronald Sumaja.

 

Pihak Ponpes Darul Quran sudah datang buat laporan ke Mapolres Kampar sudah dimintai keterangan sudah ditindaklanjuti. Tapi masih tahap penyelidikan karena perlu gelar perkara dulu dari keterangan-keterangan tersebut perlu koordinasi dengan ahli menyangkut IT dari itu apakah kasus ini bisa dinaikkan apakah tidak.

Ditanya wartawan bahwa di medsos itu adalah keluh kesah keluarga korban yang tidak diduga ditindaklanjuti pihak ponpes, dijawab Kapolres Kampar AKBP Ronald Sumaja bahwa polisi tidak berasumsi, tapi tidak menafikan ibaratnya motif atau background dari suatu permasalahan apalagi Polres Kampar menangani ini secara profesional. Karena apapun laporan atau pengaduan dari masyarakat harus kami tindaklanjuti.

"Hasilnya seperti yang Saya jelaskan dari awal ini masih proses penyelidikan nanti hasil gelar perkara seperti apa kami infokan kembali. Masalah mediasi, kami buka mediasi yang namanya restorative justice kami tetap buka. Prinsip kami di Polri ini Harkamtibmas yang utama kepentingan masyarakat yang utama, penegakan hukum itu adalah upaya yang paling terakhir," kata AKBP Ronald Sumaja.

Ditanya bagaimana koordinasi dengan Polda Riau karena yang membuat laporan pertama adalah dari pihak korban. Dijawab Kapolres Kampar AKBP Ronald bahwa pihaknya tetap koordinasi dengan Polda Riau. Tetap mohon petunjuk bahkan nanti gelar perkarapun dilaksanakan di Polda Riau.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya
santri Ponpes Darul Quran Kampar Riau memar otak dianiaya kakak kelasnya, namun Ponpes bantah ada penganiayaan. Seorang santri di Kabupaten Kampar alami memar otak karena dugaan penganiayaan tapi pihak pondok membantah dan sebut hal itu sebagai tunjuk ajar.

 

Korban penganiayaan di Pondok Pesantren Darul Qur'an Kabupaten Kampar sempat dirawat di rumah sakit karena memar otak. Korban seorang santri laki-laki inisial FA alami trauma dan depresi berat karena penganiayaan  yang dialaminya yang dilakukan oleh 10 kakak kelas di Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Qur'an, Kecamatan Tambang, Kampar, Riau. Dugaan perundungan santri ini justru dibantah oleh pimpinan Ponpes Ustaz Kariman Ibrahim.

Kariman Ibrahim mengatakan kepada wartawan kejadian yang dialami FA merupakan tunjuk ajar yang dilakukan kakak kelas karena korban bermain ketika salat Zuhur berjamaah. Hal ini diutarakan Kariman ketika menerima inspeksi dari Kementerian Agama Wilayah Kampar dan Unit Pelayanan Teknis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPT PPPA).

"Tidak ada perkelahian, itu memberikan pendidikan kepada adiknya, orang salat dia melawan, keluar, melompat, dia mengganggu," kata Kariman, Kamis lalu (5/9/2024).

Kariman menyatakan Ponpes tidak membenarkan kekerasan anak. Begitu juga dengan penganiayaan melainkan tunjuk ajar agar FA tidak bermain lagi ketika salat berjamaah.

"Kalau penganiayaan yang satu ini dianiaya, dilepaskan, ditonton oleh orang banyak, ini tidak, waktu salat diberikan tunjuk ajar tapi melawan pula ditunjuk ajar," kata Kariman. 

 

Kariman tidak membantah adanya pukulan yang diterima FA. Dia menyebut itu hal biasa antara anak-anak dan sudah didamaikan sehingga tidak ada pembiaran.

"Bukan upaya pemukulan, itu kan reflek," jelasnya. 

Kariman menjelaskan bahwa pengawasan di Ponpes Darul Quran dilakukan 24 jam. Pada saat terjadinya pemukulan itu, semuanya sedang menjalankan ibadah Salat Zuhur. 

Sudah Damai

Setelah terjadi peristiwa itu, Kariman mengatakan pihak Ponpes telah melakukan perdamaian dengan menghadirkan orangtua para pihak.

"Orangtua sudah ada kesepakatan yang sakit diobati, yang tanggung jawab yang menangani (memukul), pelaku yang tanggung jawab dan sudah beres," katanya.

Terpisah, Kepala UPT PPPA Kabupaten Kampar, Riau, Linda Wati mengatakan, pihak Ponpes tidak mengerti arti kekerasan terhadap anak. 

"Yang bisa melakukan kekerasan itu siapa saja? pondok pesantren, pengasuh, orangtua, siapa saja, kebetulan yang melakukan kekerasan ini adalah sesama anak yang bersekolah di pondok pesantren," kata Linda.

 

Menurut Linda, persoalan ini tidak lepas dari tanggungjawab bersama semua pihak, termasuk UPTD PPPA yang akan melindungi anak sebagai korban dan mental anak. Ia menjelaskan, pelaku dan korban sama-sama anak. Untuk itu, PPPA berperan melindungi, mendampingi korban maupun pelaku. 

"Agar masalah ini dapat selesai dengan baik dan hak-hak anak segera dapat terutama pendidikannya, kita akan cari waktu bagaimana kita akan duduk bersama biar masalah ini bisa selesai dengan baik," jelas Linda.

Untuk diketahui sebelumnya, orangtua korban, SO melaporkan kejadian ini ke Polda Riau. Kasus ini masih dalam penyelidikan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau. SO menjelaskan korban dianiaya oleh 10 orang kakak kelasnya. Kekerasan di lingkungan pendidikan ini membuat korban mengalami memar otak berdasarkan pemeriksaan medis. (azf)