Bangun Kebun Plasma sebagai “Tameng”

Ahad, 06 Mei 2018 - 13:57:57 WIB

Foto Ist

Rengat, Detak Indonesia--Pembangunan kebun kelapa sawit pola plasma yang dilakukan PT Kharisma Riau Sentosa Prima di Desa Talang Perigi Kecamatan Rakitkulim, Inhu, Riau, hanya sebagai “Tameng” pihak perusahaan untuk membuka kawasan hutan, berdalih kebun masyarakat dialihfungsi dari karet menjadi sawit.

Padahal meski kebun karet masyarakat sudah dibabat habis dan diganti dengan kelapa sawit sejak akhir tahun 2013, bahkan kebun sawit itu sudah produksi sejak tahun 2017, namun hingga kini belum juga bisa dirasakan warga tempatan selaku pemilik lahan dengan pembagian 60 persen untuk warga dan 40 persen untuk perusahaan sebagai pengelola.

154 hektare kebun sawit yang diplot PT Kharisma terhadap warga Desa Talang Perigi yang tercatat memiliki lahan dan yang digarap perusahaan dan sudah ditanami sawit itu, dan tercatat hanya 112 KK yang tergabung dalam KUD Produsen Talang Bersatu, Desa Talang Perigi, Rakitkulim, Inhu, Riau, dan hal ini sudah diagunkan kepada pihak Bank Sinar Mas dalam tahap dua, sedangkan tahap pertama juga sudah mengajukan hutang kepada bank lain.

Ketua Pemantau Korupsi Kolusi dan Nepotisme (PKKN) Kabupaten Inhu, Berlin M yang melakukan peninjauan ke lokasi kebun plasma yang dikelola PT Kharisma kemarin menilai,luasan kebun warga Desa Talang Perigi itu hanya sekitar 154 hektare, kemudian diagunkan oleh Ketua KUD PTB, Janjang ke Bank Sinar Mas hingga mencairkan dana Rp.9,5 Milyar tanpa sepengetahuan 112 anggotanya, ini jelas mencederai hukum yang mana putusan tertinggi dalam koperasi itu adalah hasil rapat anggota.

Menurut Berlin, yang diagunkan ke Bank Sinar Mas situ hanya 154 hektare, sedangkan lahan yang sudah digarap dan ditanami kelapa sawit oleh PT Kharisma seluas 700 hektare sebagaimana yang disampaikan Humas PT Kharisma, Jeje Wiyarmudin SP, artinya bahwa hak warga atas kebun sawit itu yang 154 hektare itulah, dan ini sudah melanggar kesepakatan kedua belah pihak tentang bagi hasil 60 : 40 itu.

Dalam aturannya, PT Kharisma seyogyanya lebih dulu memiliki izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian LHK, izin lingkungan, izin prinsip hingga perolehan izin Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), barulah diperoleh Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B), selanjutnya diberi tenggang waktu selama dua tahun untuk pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) di BPN.

Sekarang kenyataannya, dari luasan IUP-B yang diterbitkan Bupati Inhu Yopi Arianto 8.829 hektare sudah digarap dan ditanami sawit sekitar hampir seribu hektare, bahkan sudah dipanen sekitar 500 hektare, namun hasil produksi ini belum dibagikan kepada warga plasma, dengan alasan belum dikonversi.

Keterangan yang berhasil dihimpun awak media ini di Dinas Pertanian dan Peternakan Inhu menyebutkan, tata cara penggarapan lahan untuk budidaya perkebunan kelapa sawit seharusnya mengajukan surat izin lokasi ke Kementerian LHK RI untuk diterbitkan izin pelepasan kawasan hutannya, sesuai dengan standart lokasi yang diajukan apakah itu kawasan hutan atau tidak.

Menurut Sumber yang layak dipercaya itu, setelah mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan tadi, barulah diurus izin Amdal, izin prinsip yang diajukan dan barulah diterbitkan IUP-B dari Bupati/Walikota setempat, selanjutnya atas izin yang sudah diperoleh diberi tanggang waktu 2 tahun untuk pengurusan HGU, ini semua diatur dalam UU dan PP maupun Permentan.

Menejer PT Kharisma, Roni melalui Humasnya, Jeje Wiryamudin menyebutkan, PT Kharisma sudah memiliki Amdal meski Jeje tidak berkenan menunjukkan izin Amdal yang katanya sudah dimilikinya itu.

Jeje mengakui bahwa PT Kharisma hingga kini belum memiliki izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian LHK, mengingat sebagaimana versi Jeje bahwa lahan yang dibabat bukanlah kawasan hutan, sehingga tidak perlu memiliki izin pelepasan kawasan hutan dari kementerian LHK. (zp)