PT MAL-PT BIP Tanam Sawit di Hutan Lindung Bukit Batabuh

Rabu, 05 September 2018 - 18:00:03 WIB

Alat berat angkutan buah sawit PT MAL parkir di kebun sawit di dalam kawasan Hutan Lindung Bukit Batabuh Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, dan belum ada tindakan tegas dari aparat berwenang. (Foto Zul/Detak Indonesia.co.id)

Rengat, Detak Indonesia--Hancur dan porakporandanya Hutan Lindung Bukit Batabuh (HLBB), bahkan lesap diganti dengan perkebunan kelapa sawit tanpa izin yang pelakunya PT Mulia Agro Lestari (PT MAL) dan PT Bagas Indah Perkasa (PT BIP) di Desa Pesajian, Desa Pauhranap dan Desa Puntikayu Kecamatan Peranap, Inhu, Riau, hingga kini masih gagah perkasa dan masih saja terus beraktivitas. Perusahaan perusak hutan flora fauna dan kekayaan hayati di hutan lindung itu sampai sekarang dibiarkan beraktivitas oleh pejabat di Pemkab Inhu, Pemprov Riau, dan KLHK RI. Tidak ada tindakan nyata walaupun nyata-nyata perkebunan sawit ditanam di kawasan terlarang itu.

Padahal petugas dari Dirjen Penegakan Hukum (KGakkum) KLHK melalui Balai Gakkum Wilayah II Sumatera sudah melakukan peninjauan lapangan ke lokasi dimana terjadinya pembantaian HLBB di kedua perusahaan tersebut.

Pemerhati hukum yang juga pengacara di Pekanbaru, Alhamra SH MH dalam menyikapi persoalan ini, meminta kepada KLHK RI melalui Balai Gakkum wilayah II Sumatera hendaknya dengan segera melakukan proses hukum terhadap perusahaan yang ternyata melakukan pengrusakan hutan lindung itu.

Sebab, menurut putra Indragiri Hulu ini, sebagai unsur utama KLHK dalam melakukan proses hukum dimulai dari penyelidikan dan jika penggunaan kawasan hutan lindung tersebut dilakukan secara nonprosedural dan mengarah siapa yang melakukan tindakan melawan hukum itu, maka sudah tentu dimintai pertanggungjawaban hukum baik menggunakan UU No.18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (P3H), maupun UU No.41/1999.

Selanjutnya, jika ditemukan adanya penerbitan surat-surat dan atau dokumen yang digunakan oleh pelaku dengan penggunaan kawasan lindung tanpa adanya izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian LHK, maka oknum pejabat tersebut dapat dipidana termasuk jika pejabat yang melakukan pembiaran sehingga terjadinya kerusakan hutan dapat dikenai hukum pidana, tambahnya.

Peta tata ruang KLHK pada Hutan Lindung Bukit Batabuh (HLBB) merah atas, dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) merah bawah.

Kata Alhamra, pengrusakan hutan lindung Bukit Batabuh dan menggantinya dengan kebun kelapa sawit sudah sejak tahun 2011, atau sekitar tujuh tahun silam, ini artinya ada indikasi dilakukan pembiaran, sebab tatkala pihak perusahaan PT MAL memohonkan izin prinsip dan yang berkenaan dengan itu, hingga dilakukannya penolakan dengan alasan areal yang dimohonkan masuk dalam kawasan hutan lindung, sudah seharusnya dilakukan pencegahan, dan bukan malah dibiarkan.

Terpisah, Menejer kebun PT MAL, A Sibarani dikonfirmasi awak media ini Selasa (4/9/2018) mengatakan, tim dari KLHK Jakarta bersama KLHK Provinsi sejak tanggal 1 sampai3 September 2018 telah melakukan peninjauan ke areal kebun PT MAL, hanya saja saat itu Sibarani tidak berada di areal kebun, sehingga tidak tahu persis apa saja yang dilakukan tim itu di areal kebun.

Dengan ditinjaunya lokasi kebun PT MAL oleh tim KLHK bersama Balai Gakkum wilayah II Sumatera itu, Sibarani selaku menejer kebun sudah melaporkannya kepada pemilik kebun Rudolf Pakpahan di Jakarta, sedangkan yang menangani hal seperti ini sebenarnya menjadi tugas A Aritonang selaku menejer secara keseluruhan meski pertanggungjawabannya masih masih kepada pemilik kebun.

Menurut Sibarani, pihaknya saat ini sedang melakukan perawatan kebun, artinya melakukan normalisasi untuk menstabilisasikan produksi TBS yang selama ini tidak memenuhi target saat kepemimpinan TJ Purba, bahkan disana sini banyak hutang termasuk belum dibayarnya pupuk kelapa sawit yang sudah mulai semak belukar itu.

Plt Camat Peranap, Yusri Erdi MPd dikonfirmasi (4/9/2018) mengatakan, dia tidak diberitahu terkait datangnya tim dari KLHK melalui Balai Gakkum wilayah II Sumatera, untuk melakukan penyelidikan dan atau peninjauan lokasi kebun yang diduga pengrusak hutan lindung Bukit Batabuh oleh PT MAL dan PT BIP di daerah Peranap ini.

Menurut Camat, baik PT MAL maupun PT BIP dalam beberapa kali dilakukannya Hearing di DPRD Inhu diprakarsai Komisi II, tidak pernah berkenan hadir dalam memberikan keterangan, padahal pihak Pemkab Inhu kala itu sudah berkumpul secara lengkap dinas dan instansinya termasuk BPN Inhu.

Dalam keputusan hearing yang tidak pernah tuntas karena pihak PT MAL dan PT BIP tidak pernah berkenan hadir, maka persoalan ini dilimpahkan secara hukum, sayangnya hingga kini tidak diketahui tindak lanjut secara hukum itu, kesal Camat.

Sama halnya Kades Pesajian, Husni Thamrin mengaku tidak ada diberitahu terkait datangnya tim Gakkum KLHK di wilayah desanya, padahal yang tahu persis masalah pembantaian kawasan lindung ini adalah Kades hingga sejumlah tokoh masyarakatnya.

Tokoh masyarakat Peranap, Milli Taufiq ditemui awak media ini menjelaskan, tim penyelidikan pembantaian hutan lindung Bukit Batabuh dari Balai Gakkum KLHK wilayah II Sumatera itu mengunjungi areal kawasan lindung yang kuat dugaan pelakunya PT MAL dan PT BIP dilakukan sejak tanggal 1 sampai September 2018, meski aktivitas kedua perusahaan itu tidak berpengaruh sama sekali. (zp)