Pengusaha Kapal di Lingga Abaikan Aturan

Sabtu, 08 September 2018 - 12:34:25 WIB

Foto net

Dabo, Detak Indonesia-- Industri kapal buatan di Kupaten Daik Lingga, Provinsi Kepuluan Riau (Kepri) dikenal mutunya cukup dapat diandalkan.

Selain dibuat dari bahan kayu pilihan, para pengrajin mengerjakannya dengan penuh ketelatenan. Tak heran, jika pelanggan kapal kayu di kabupaten ini sudah dikenal. Ironisnya, saat volume pemesanan tengah meningkat, ketersediaan bahan baku kayu semakin sulit diperoleh. Dan jika ada, harga yang dipatok pun sangat tinggi.

Jaminan mutu yang disodorkan para pengrajin kapal ini memang tak main-main.  Kapal-kapal kayu yang dikerjakan dengan bersama seluruh pekerja/tukang biasanya menggunakan kayu-kayu kualitas nomor satu dan tahan air. Misalnya saja kayu meranti untuk dinding dan kayu bungor untuk gading-gading.

Sejumlah kapal yang dibuat di Desa Bakong, Dabo Singkep, Lingga ukurannya memang tidak begitu besar. Rata-rata ukuran kapal berkisar antara panjang 17 meter dengan lebar badan lima meter untuk bobot 20 ton hingga 30 ton. Menurut beberapa pengrajin, kapal seukuran ini biasanya mampu diselesaikan dalam kurun waktu 3 bulan sampai 4 bulan. Namun jika ukuran permintaan kapal lebih besar, tentu bisa lebih lama dikerjakan.

Dengan sulitnya perolehan bahan baku, satu kelompok pengrajin kini hanya mampu menghasilkan sebuah kapal bahkan bisa dalam waktu enam bulan. Pembuatan kapal kayu ini tentu saja menjadi sumber nafkah utama bagi para tukang. Mahalnya harga sebuah kapal dan lantaran ingin menjaga mutu hasil produksi sejauh ini para pengrajin belum berani mencari bahan baku alternatif.

Kapal kayu salah satu unit usaha dari perusahaan galangan kapal seperti milik Acai, Atok, Toni, Smin, Alai, Atio, dan lain-lain itu telah berdiri sejak 1994 dan telah mempunyai banyak mitra berpengalaman di bidang perkapalan kayu di daerah Dabo Singkep, Lingga dilakukan sistem pembuatan kapal tradisional dari turun temurun. Namun disayangkan pembuatannya diduga tak memiliki standar perkapalan BKI (Biro Klasifikasi Indonesia).

Para pengusaha ini ada yang membuat industri perkapalan kayu, industri perikanan (kapal tangkap dan pengolahan ikan), industri wood working dan industri perkayuan lainnya. Namun soal legalitas perusahaan galangan kapal kayu dan perdagangan kayu ini masih dipertanyakan karena tak ada Akta Perusahaan, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Izin Lingkungan (HO), Izin Industri, Legalitas Perkayuan dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) nya.

Kesulitan bahan Kayu
Para pengusaha galangan kapal ini belakangan kesulitan bahan kayu seperti kayu resak dan meranti. Untuk pembuatan kapal banyak ditebang di hutan lindung seputaran Pulau Dabo Kabupaten Lingga, seperti disebutkan Kepala Desa (Kades) Bakong, Sapiudin mengaku sejak awal dirinya menjabat belum pernah mengeluarkan izin apapun kepada setiap pengusaha galangan kapal di Dabo ini itu.

”Mereka melakukan aktivitas di wilayah desa dan di wilayah kerja saya namun dalam hal pembuatan Surat Keterangan Usaha (SKU), saya tidak berani menerbitkannya,” kata Kades Bakong Sapiudin.

Sementara Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) terus berupaya meningkatkan kesejahteraan nelayan. Terlebih, salah satu prioritasnya yakni mengembangkan potensi kemaritiman. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepri Edy Sofyan menyampaikan, 2018 Pemprov Kepri terus meningkatkan bantuan nelayan. Bantuan ini diberikan, karena melihat kondisi masyarakat di lapangan. Gubernur tetap memerhatikan nasib dan peningkatan kesejahteraan nelayan serta produksi tangkap maupun produksi budidaya ikan.

"Bantuan setiap tahun selalu ada. Hanya saja, bantuan yang diberikan lebih tepat sasaran sesuai kebutuhan," terangnya.

Ia mengaku, untuk bisa mendapatkan hasil baik memperoleh hasil tangkap yang maksimal bagi nelayan memang dibutuhkan kapal yang bagus. "Untuk itu tahun 2018 kita alokasikan demi memfasilitasi mereka," jelasnya.

Banyak kelompok nelayan maupun pribadi yang mengusulkan bantuan alat tangkap dan kapal ke DKP Kepri. "Kita lihat proposal yang mereka ajukan, kemudian dilakukan survei oleh tim yang dibentuk. Kita memberikan bantuan, biasanya atas dasar kebutuhan. Kita juga berharap ke depan, masyarakat nelayan kita bina, untuk jadi nelayan yang mandiri. Jadi tak boleh kita bangun satu sikap, setiap tahun menunggu bantuan. Artinya mereka tidak mandiri," kata Edy.

Tahun 2017 lalu sesuai dengan arahan Gubernur, kata Edy mencontohkan, sekitar 224 unit alat tangkap beserta fiber atau wadah penampungan ikan dengan total anggaran Rp6,048 miliar disalurkan ke para nelayan yang membutuhkan di Kepri. Sementara, untuk Kabupaten Lingga diupayakan bantuan kapql pompong kayu ukuran 1 sampai 2 Grosston (GT) untuk masyarakat setempat. 

"Tapi kita lebih fokus Sampan Ketinting, berbahan fiber dan kayu. Kalau Batam, Bintan, dan Karimun jenis Ketinting Fiber, kalau Lingga banyak permintaan kayu," jelasnya.

Sementara Kepala Bidang Perhubungan Laut, Dinas Perhubungan Provinsi Kepri, Azis Kasim Djou mengaku masih ada perusahaan kapal melanggar izin trayek yang sudah ditetapkan pemerintah daerah dan pusat. Dengan bermodalkan Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) dari Kementerian Perhubungan.

Dia menilai beberapa perusahaan kapal di Kepri menerapkan trayek kapal seenaknya. “Seharusnya mereka mengantongi SIUPAL dari Kementerian Perhubungan dan mengantongi SIUPAL dari pemerintah daerah,” katanya pada wartawan baru-baru ini.

Menurutnya, tindakan para pengusaha perkapalan ada yang melanggar Undang-Undang No. 17/2008 tentang Pelayaran. “Pada prinsipnya, pengusaha ini akan mematuhi peraturan perundang-undangan. Hanya saja, mereka belum memahami penggunaan SIUPAL maupun trayeknya,” jelas Azis.

Dalam Undang-Undang pelayaran, kapal dengan trayek angkutan dalam kota harus memiliki SIUPAL yang dikeluarkan oleh wali kota atau bupati. Sedangkan untuk kapal trayek antar kabupaten dan kota, SIUPLnya dikeluarkan gubernur. “SIUPAL yang dikeluarkan Kemenhub itu yang bisa digunakan untuk trayek antara negara. Para pengusaha perkapalan itu salah kaprah dengan penggunaan SIUPAL,” tegas Aziz. (*/di)