CPO Ilegal Riau Mengalir ke Medan dan Malaysia !

Sabtu, 20 Oktober 2018 - 16:24:32 WIB

Truk tanki CPO nampak sedang 'kencing' CPO di kawasan jalan lintas utara antara Riau-Sumut melintas di Kandis-Duri-Dumai Riau yang tiap tahunnya dibiarkan.

Pekanbaru, Detak Indonesia--Data Statistik 2016 bahwa Riau memiliki kebun kelapa sawit lebih kurang 2,4 juta hektare.  Dimana 1,3 juta hektare di antaranya adalah kebun rakyat dan 1,1 juta hektare kebun Perusahaan Besar Negara (PBN) dan Perusahaan Besar Swasta (PBS). 
 
"Kendati kebun kelapa sawit berada di Riau terluas di Indonesia bahkan dunia, minyak kelapa sawit mentah crude palm oil (CPO) ilegal diangkut ke Medan (Sumut) dan mengalir ke Malaysia," kata Badan Pekerja Nasional (Bakernas) Investigation Corruption Indonesia (ICI) Darmawi Aris SE Sabtu (20/10/2018).
 
"Ini memang ironis Medan (Sumut) dan Malaysia mendapatkan keuntungan sangat besar dalam investasi di sektor perkebunan di CPO dari Riau," ujar Darmawi. 
 
Produk akhir berbahan dasar CPO milik Riau ditampung oleh para penadah, diperoleh dari para supir truk tangki, dengan permainan yang saling menguntungkan bahkan ini berakhir diangkut ke Medan (Sumut). CPO ilegal Riau ada juga diekspor ke Malaysia, terang Darmawi mengamati, alhasil diolah jadi minyak goreng karena pabrik Industri hilir milik PMA ada di Dumai Riau," ujarnya. 
 
Hasil investigasinya selama ini melihat, aktivitas penampungan CPO Ilegal semakin marak di Dumai. Penampungan CPO Ilegal di Puncak Kecamatan Bukit Kapur, Dumai setidaknya ada 12 titik lokasi penampungan CPO Ilegal, yang terbanyak di kecamatan Bukit Kapur 6 titik, di susul Dumai Barat 2 titik, Sungai Sembilan 2 titik, Dumai Kota 2 titik.
 
Pantauan di lapangan yang ia lakukan untuk wilayah Kota Dumai yang terbesar penampungan CPO disinyalir milik 'Raja' di area puncak di kecamatan Bukit Kapur, lalu di duga milik 'Manurung' di Bukit Timah Kecamatan Dumai Barat.
 
Biasanya para pelaku penampung dan penadah CPO ilegal ini memanggil supir truk yang melintas di jalan raya, dan ada juga yang sudah langganan agar masuk ke dalam gudang penampungan, terang Darmawi. Area tempat mafia CPO Ilegal ini sangat mudah dilihat, aparat hukum tahu ini karena di depan lokasi penampungan didirikan pos di pinggir jalan raya.
 
"Setelah supir truk masuk ke lokasi kencing, supir membuka segel dari kran atau dari atas tutup tanki truk. Biasanya supir truk CPO 'kencing' atau membuang muatan CPO sekitar 1 gelang hingga 3 gelang. Satu gelang setara dengan 70 liter. Satu gelang drum itu dibandrol harganya sekitar Rp250 ribu hingga Rp300 ribu tergantung harga pasar CPO dunia. Supir sekali kencing CPO bisa mengantongi bawa uang pulang untuk anak istri dan 'main' di jalanan sekitar Rp750 ribu hingga Rp900 ribu. Supir dapat lebih besar dibanding dikasih uang operasional oleh bos pemilik truk yang ngasih hanya sekitar Rp50 ribu hingga Rp75 ribu per hari. Itu pengakuan supir lho," kata Darmawi lagi.
 
CPO kencing ini ditampung dalam bak beton setelah penuh seukuran truk tanki CPO, maka datanglah truk tanki CPO kosong dan dipompalah CPO dalam bak beton tadi ke dalam truk CPO kosong tersebut hingga terisi penuh. Jalanlah truk itu dari Kandis menuju tujuannya bisa ke Dumai dan juga bisa ke arah utara Medan dengan mengantongi surat DO dititip di jalanan dari jaringan yang terorganisir rapi ini. 
 
Untuk mengelabui perusahaan tempat tujuan bongkar CPO, biasanya supir mengganti CPO yang telah di jual ke mafia, dengan mengisi air dalam plastik besar dalam jumlah banyak, ketika sampai dibongkaran pabrik perusahaan, plastik dibocorkan agar air tumpah.
 
"Ada juga dengan pola membawa bandol. Ketika truk masuk melewati pos security perusahaan, bandol dan air ikut ditimbang, setelah selesai CPO dicurahkan, bandol dikeluarkan oleh seseorang yang dimasukkan kedalam baju, atau dipikul. Biasanya 1 bandol terbuat dari aluminium padu dengan berat antara 15 -20 kg," terangnya.
 
Untuk wilayah di kecamatan Bukit Kapur dan Sungai Sembilan, kebanyakan CPO Ilegal berasal dari mobil truk tanki CPO, sedangkan untuk Dumai Barat CPO ilegal selain berasal dari truk CPO juga berasal dari 'Kencing' CPO di Laut. 
 
"Jadi, modus penampungan ilegal ini beroperasi dengan kerjasama antara kaki tangan mafia CPO dengan para supir dan kernet mobil tangki CPO. Dimulai dari lokasi penampungan. Ada yang berlokasi dipinggir jalan lintas yang disamarkan dengan warung dan di belakangnya ditutupi tenda agar kolam/bak CPO tak mudah dilihat. Ada juga yang memilih tersembunyi, namun tak jauh dari jalan. Selain membuat bak atau kolam, ada yang memakai drum untuk menampung," jelas Darmawi. 
 
Gapki Minta CPO Ilegal Ditangkap
 
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Provinsi Riau, Saut Sihombing mengatakan praktik perdagangan CPO ilegal di Riau ini agar ditindak. Kondisi demikian justru semakin mendorong niat jahat sekelompok orang membuka peluang bisnis ilegal. 
 
GAPKI tetap cari solusi sendiri dengan memakai jasa pengangkutan. Dampak penampungan ilegal ini tak terlalu besar pengaruhnya terhadap penurunan kuantitas produksi CPO‎ dalam negeri.
 
"Tapi, citra mutu produk CPO asal Indonesia menjadi buruk. Apalagi maraknya jual beli CPO untuk ekspor di pasar gelap," kata Saut pada media belum lama ini.
 
Dari informasi yang dirangkumnya, modus penampungan ilegal ini ‎beroperasi dengan kerjasama antara 'kaki tangan' si 'mafia' CPO dengan para sopir dan kernet mobil tangki CPO. Selanjutnya mobil tangki CPO. CPO diangkut dari PKS yang ada di beberapa wilayah di Riau. Ada yang bertujuan ke Kota Dumai dan ada juga ke Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara. Hampir sebagian besar di wilayah Riau ada praktik ilegal ini. 
 
DPR Minta Mafia CPO Riau Ditangkap
 
Sebagaiamana disebutkan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Firman Subagyo menyebutkan, DPR RI akan segera membenahi tata niaga kelapa sawit untuk memerangi praktik ilegal 'kencing' minyak mentah kelapa sawit CPO, melalui sebuah regulasi setingkat undang-undang. Diakuinya, kencing CPO marak terjadi di beberapa daerah, seperti di Riau. 
 
"Kami tengah membentuk regulasi baru mengenai tata niaga sawit yang salah satu tujuannya melindungi distribusi CPO dari praktik-praktik ilegal," sebutnya.
 
Menurut Firman, praktik 'kencing' CPO mengakibatkan kerugian untuk negara dan pihak perusahaan. Ia mengatakan penyusunan regulasi tata niaga sawit itu berawal dari banyaknya pengaduan masyarakat dan perusahaan yang masuk ke DPR. "DPR RI juga akan membicarakan hal ini dengan Dewan Sawit Nasional," katanya.
 
Regulasi itu akan mengatur persoalan tata niaga mulai dari pembukaan lahan, penanaman, panen, distribusi dan hilirisasi. Dia menjelaskan regulasi tersebut harus menguntungkan negara, perusahaan serta masyarakat untuk dapat meningkatkan perekonomian.
 
Ia mendorong agar pihak perusahaan bersama asosiasi juga melaporkan praktik ilegal tersebut kepada aparat jika mempunyai bukti-bukti yang cukup. Karena pihak perusahaan juga dirugikan oleh mafia yang menyelundupkan CPO itu ke luar negeri.
 
"Perusahaan yang dirugikan harus ikut juga aktif melaporkan kepada aparat. Jangan sampai ada oknum perusahaan yang malah menjadi sindikat dan terlibat," ungkapnya.
 
Selain itu, ia meminta agar aparat tidak tutup mata terhadap maraknya 'kencing' CPO di Riau. Untuk menangani kasus ini, Polri ataupun Bea dan Cukai tidak mesti harus menunggu laporan, karena ia menilai penanganan pihak penegak hukum terkait persoalan ini juga masih terlihat minim. Riau merupakan salah satu daerah penghasil CPO terbesar di Indonesia bahkan dunia. CPO diekspor ke beberapa negara seperti India, Tiongkok, Malaysia dan Singapura dan lainnya. CPO diekspor ke tol Laut Dumai dan Belawan, Sumatra Utara untuk dipasarkan ke luar negeri.
 
Pengamat Nilai CPO Bocor Tiap Tahun
 
Begitu halnya disebutkan Pengamat Ekonomi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Joko memperkirakan sekitar 25 persen dari total produksi CPO Riau per tahun digelapkan dengan cara 'kencing CPO'.
 
Dengan total produksi CPO di Riau mencapai 6,5 juta ton per tahun, artinya sekitar 1,62 juta ton per tahun diduga bocor melalui praktik kencing CPO yang masih marak terjadi di Riau. 
 
"Praktik 'kencing CPO' merugikan pihak perusahaan dan merugikan negara. Karena sindikat distributor CPO ilegal tidak membayar pajak dan biaya retribusi lainnya," katanya
 
Praktik ilegal tersebut juga berdampak kepada kualitas CPO yang diekspor. Minyak sawit mentah yang diperoleh dari cara ilegal itu diperkirakan tidak memenuhi standar sehingga dapat menurunkan kualitas CPO yang menyebabkan turunnya harga. Padahal Indonesia sedang getol membingkatkan standar sistem pengelolaan minyak sawit berkelanjutan atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
 
"Ini merugikan pelaku usaha yang bersusah payah memenuhi standar internasional," katanya. Menurut dia, pemerintah harus menanggapi persoalan ini. Pemerintah perlu menempatkan orang untuk mensurvei dan mendata setiap truk CPO yang mendistribusikan komoditas itu.
 
Selain itu juga sebagian besar pabrik CPO dan minyak goreng di pinggir laut Dumai buang limbah ke laut Dumai pada malam hari sekitar pukul 23.30 hingga pukul 02.00 WIB dinihari.
 
Terpisah, Direktur Eksekutif Indonesian Monitoring Development R Adnan SH menambahkan, bahasa sering didengar masyarakat dengan istilah 'tengki kencing di jalan' diperkirakan sudah marak terjadi dari tahun 2000 an tapi semakin lama modus ini semakin eksis dikarenakan patut diduga pihak aparat keamaan main mata dengan tempat-tempat penampung tengki kencing di jalan tersebut. 
"Kalau mau memberantas kasus ini maka Kapolri dan Panglima TNI harus turun tangan untuk menindak semua pelaku termasuk oknum aparat polisi dan oknum TNI," jelas R Adnan. (di/azf))