Masyarakat Adat Kebatinan Muara Sakal Minta LAM Riau Selesaikan Sengketa Tanah Ulayat

Jumat, 01 Februari 2019 - 13:04:48 WIB

Masyarakat adat kebatinan Muara Sakal, Kabupaten Pelalawan Riau mendatangi gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau di Jalan Diponegoro Pekanbaru untuk mengadukan nasib mereka, Senin (28/1/2019).

Pekanbaru, Detak Indonesia--Sejumlah masyarakat adat kebatinan Muara Sakal, Kabupaten Pelalawan Riau mendatangi gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau untuk mengadukan nasib mereka, Senin (28/1/2019).

Rombongan dipimpin langsung oleh Datin Lombut Muara Sakal, dan diterima langsung oleh Ketua DPH LAM Riau, Syahril Abu Bakar dan Sekretaris LAM Riau Nasir Penyalai.

Kepada awak media, Datin Lombut mengatakan warganya  mengadukan persoalan hukum ke LAM karena sudah tidak bisa lagi diselesaikan oleh pihaknya. Persoalan yang dimaksud yaitu penguasaan tanah ulayat milik masyarakat Muara Sakal yang dikuasai oleh perusahaan karena bekerjasama dengan tiga kelompok masyarakat adat lainnya.

"Kedatangan warga kami ke sini tujuannya mengadukan nasib kami, hak-hak kami, tanah ulayat kami yang telah dirampas pihak lain. Dari tangan-tangan jahil. Yang menjahili kami adalah penghulu besar Langgam, Datuk besar Bulu Nipis, dan datuk Atan Lubuk Agung," keluh warga.

Ia menjelaskan, bahwa perusahaan tersebut telah membayar ketiga pihak untuk ganti rugi, sedangkan pihaknya sebagai pemilik sah tanah ulayat tersebut tak mendapatkan apa-apa.

"Bulu Nipis mendapat Rp9 miliar dari perusahaan, Lubuk Agung Rp7 miliar, dan Langgam Rp3 milliar, sedangkan kami sama sekali tidak ada, habis digodok, kampung kami habis dikuras semuanya. Jadi kami berharap negara tolonglah kami. Kembalikan hutan tanah ulayat kami yang tidak bisa diperjual belikan," keluh mereka lagi.

Menanggapi ini, Ketua DPH LAM Riau, Syahril Abu Bakar mengatakan, pihaknya komit untuk memperjuangkan hak-hak tanah ulayat masyarakat adat tersebut.

"Dalam kajian kami, tanah tersebut memang merupakan tanah ulayat, dan perusahaan sudah memanfaatkan dan menggunakan tanah ulayat, walaupun dalam persoalannya tanah ulayat ini sudah ada yang diselesaikan ganti ruginya oleh perusahaan. Tapi ini bukan masalah ganti rugi, dalam aturannya tanah ulayat itu tidak boleh diperjualbelikan hanya boleh diperkongsikan," jelas Syahril.

Selanjutnya, ia mengatakan, bahwa masalah internal LAM tersebut akan diselesaikan pihaknya dengan kepala dingin. Ia menegaskan pihak perusahaan saat ini sudah mengakui bahwa tanah tersebut adalah tanah ulayat. Hal ini dibuktikan dengan ganti ruginya perusahaan kepada masyarakat adat.

"Hanya masalahnya adalah yang menerima adalah bukan dari pemilik tanah ulayat, melainkan pihak lain yang meskipun itu pihak dari masyarakat adat juga. Ini yang perlu diluruskan. Selanjutnya kita akan beri bantuan hukum melalui LBH kita untuk menyelesaikan permasalahan ini," urainya.(*/di/azf)