Mengukuhkan Moderasi Agama dalam Petuah Melayu

Rabu, 13 Februari 2019 - 12:23:34 WIB

Kuliah Umum dengan tema "Mengukuhkan Moderasi Agama dalam Petuah Melayu", di Bengkalis Selasa (12/02/2019). (Devon/ Detak Indonesia.co.id)

Bengkalis, Detak Indonesia-- Kuliah Umum dengan tema "Mengukuhkan Moderasi Agama dalam Petuah Melayu" diselenggarakan di gedung Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Bengkalis, di Jalan Lembaga - Senggoro, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau Selasa (12/02/2019).

Selain dihadiri oleh para undangan perwakilan dari  dinas terkait Kabupaten Bengkalis, kegiatan ini juga turut menghadirkan Ketua MKA LAM Provinsi Riau Drs Al Azhar MA. Dalam kegiatan kuliah umum tersebut, ratusan pelajar dari STAIN Bengkalis turut antusias dalam mengikuti kuliah umum tersebut yang berlangsung dari pukul 09.30 WIB hingga usai pukul 12.00 WIB.

Ketua MKA LAM Provinsi Riau Drs Al Azhar MA saat usai pelaksanaan kuliah umum di STAIN Bengkalis menjelaskan, sebenarnya petuah-petuah Melayu itu datang dari sikap Islam yang moderat yang kita sampaikan tadi, menyampaikan ada penanda yang disebut dengan penanda yang tinggi ini, yaitu sifat-sifat pakaian batin yaitu ada dua puluh lima pakaian batin itu untuk individu, hubungan sosialnya untuk orientasi horizontalnya itu ada yang keterbukaan, toleran dan hidup harmonis, hidup harmonis itu serasi, seimbang, setimbang dan semua itu adalah prinsip-prinsip dari Islam wasakiah yang diterapkan di dalam budaya Melayu.

Ketua MKA LAM Provinsi Riau Drs. Al Azhar, MA. Selasa (12/02/2019). (Devon/ Detak Indonesia.co.id)

"Sebenarnya hubungan kita dengan petuah-petuah Melayu dengan warisan-warisan masa lampau itu bukan hanya pada generasi milineal yang sekarang, tapi itu sudah meluas pada generasi saya ini generasi senial, generasi yang bertransformasi dari generasi x ke generasi y. Itu sudah terjadi di dalam lingkungan pendidikan formal, nilai yang berlaku dalam budaya lokal manapun termasuk Melayu, itukan tidak di akomodir di dalam pendidikan formal (generasi seperti saya) di lain pihak secara mutual kampung-kampung ataupun tempat-tempat yang selama ini menjadi pusat rujukan bagi kita dalam penerapan nilai-nilai itu juga sudah mengalami perubahan, akibat modernisasi yang dibawa oleh teknologi, informasi dan komunikasi yang makin melimpah ruah kemudian diikuti juga dengan eksploitasi sumber daya alam terutama yang berkaitan dengan hutan tanah yang masif," jelasnya lagi.

"Budaya itu tumbuh dan berkembang seiring juga dengan lingkungan ekonomisnya dengan ekonomi fisik, ekonomi biologisnya. Kita melihat bahwa lingkungan kita, lingkungan fisik kita kan berubah akibat eksploitasi sumber daya alam, maka  di kampung-kampung nilai-nilai itu dalam penerapannya lemah, bukan nilainya yang melemah tapi penerapannya yang lemah. Sekolah- sekolah kita juga tidak mengutamakan itu, kan akhir-akhir ini pendidikan formal kita itu semacam sadar, bahwa sesunguhnya pendidikan itu pembentuk karakter, tujuannya membentuk karakter, bukan hanya sekedar orang menjadi tau tetapi yang lebih utama itu adalah karakter," jelasnya lagi.

"Kita mungkin banyak tau tapi kita tidak menggunakan pengetahuan itu (karakter tentunya). Jadi sekarang sejalanlah pendidikan formal kurikulum 2013 itu mengajungkan begitu tinggi, meninggikan karakter, tujuan-tujuan membentuk karakter sumbernya kan bisa diambil khasanah-khasanah warisan kita termasuklah petuah-petuah amanah dan tunjuk ajar kita itu. Bagaimana dengan generasi milineal? Saya rasa generasi milineal sekarang perunjungan itu juga, hanya saja cara mewariskannya kepada mereka, mentransfernya kepada mereka tidak bisa lagi dengan cara-cara konvensional, harus dalam bahasa mereka, tidak bisa dengan bahasa-bahasa kamu duduk kemudian kita kuliahi. Oleh karena itu pegiat budaya kampus-kampus yang menyadari pentingnya kita merevitalisasi (nilai-nilai dasar kita itu) kita perlu mempelajari bahasa milineal itu, supaya nilai-nilai tadi tertanam dalam hati mereka, melebihi apa yang dapat diperoleh oleh generasi saya ini, saya selalu optimis dalam hal ini," tegasnya.(dev)