Pemilu Datang, Kabut Asap Mengancam !

Rabu, 20 Februari 2019 - 18:41:22 WIB

Kebakaran hutan dan lahan terus berlangsung di Provinsi Riau dan berhasil didokumentasikan oleh KLHK dan Manggala Agnibdari udara, Selasa (19/2/2019). (Foto Humas Kemen LHK RI)

Pekanbaru, Detak Indonesia--Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Provinsi Riau menilai bahwa Riau menuju status Siaga Darurat Kabut Asap,  potret lemahnya Pemerintah dalam merehabilitasi Lahan Gambut dan lemahnya penegakan hukum. Tercatat sudah sekitar 843 ha lahan  terbakar di Riau.

Hal tersebut diungkapkan LBH Walhi Riau, Andi Wijaya didampingi aktivis WALHI Riau Devi Indriani dalam jumpa pers dengan wartawan di Pekanbaru, Rabu (20/2/2019).

Menurut aktivis lingkungan hudup ini, awal 2019 BMKG mengeluarkan informasi terkait El Nino panjang sepanjang 2019. Alarm BMKG ini oatut menjadi rujukan bagi Pemerintah untuk berjaga-jaga terulangnya bencana ekologis,  kabut asap. 

Berdasarkan hasil penelitian CIFOR menunjukkan adanya kerentanan terjadinya karhutla pafa tahun Pemilu seperti 2009, 2014 kejadian asap luar biasa terjadi, siklus Pemilu 2019 patut diwaspadai di mana Februari 2019 terjadi kebakaran hebat du Kabupaten Bengkalis, Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, dan Kabupaten Kepulauan Meranti di Provinsi Riau. 

Khusus Kota Dumai, kualitas udara pada papan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) berada pada indikator berbahaya dengan angka 315 Polutan Standart Indeks (PSI) akibat karhutla. 

Tercatat hingga Februari 2019 salah satu kota di Provinsi Riau telah menetapkan status Siaga Darurat Bencana Kabut Asap akibat karhutla,  yakni Kota Dumai. Selain itu Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau, Edwar Sanger mengungkapkan ada tiga kabupaten/kota lainnya yang berpotensi untuk penetapan status siaga darurat bencana asap,  yakni Bengkalis, Rokan Hilir dan Kepulauan Meranti. Menyusul Kota Dumai,  Kabupaten Bengkalis oada 15 Januari 2019 menetapkan siaga darurat.

Karhutla yang terjadi di Riau kata Andi Wijaya dan Devi Indriani adalah sebuah sejarah panjang. Sebuah bencana yang dilahirkan dari kegiatan eksploitasi yang bersifat destruktif secara sistematis, terstruktur, dan masif. Sayangnya Negara atau Pemrov Riau tak berhasil memberikan hak atas lingkungan hidup yang baik bagi warga negaranya sesuai amanat konstitusi. Selanjutnya penegakan hukum tidak menyasar pada korporasi skala besar yang secara nyata kegiatannya menghilangkan hak hidup sehat dari jutaan jiwa masyarakat Riau. 

Kebakaran di Bengkalis karena abainya Pemerintah Provinsi Riau dan lemahnya Polda Riau dalam melakukan penegakan hukum. Diketahui bahwa kebakaran yang terjadi sumber apinya dari PT Sumatera Riang Lestari (PT SRL), salah satu perusahaan dengan catatan  dugaan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan. 

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 208/Menhut-II/2007 tanggal 25 Mei 2007 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) merupakan legalitas perusahaan HTI yang dimiliki PT SRL. Untuk Provinsi Riau wilayah konsesi tersebar di empat kabupaten yakni Rokan Hilir (Blok III Estate Kubu)  dengan luas 42.340 ha, Bengkalis (Blok IV, Estate Rupat) luas 38.210 ha, Kepulauan Meranti (Blok V,  Estate Rangsang) luas 18.890 ha dan Kabupaten Indragiri Hilir (Blok VI, Estate Bayas) dengan luas 48.635 ha. Perusahaan industri kehutanan ini masuk ke dalam daftar korporasi gagal audit pencegahan karhutla yang dilakukan tim gabungan yang terdiri dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2014 dan beberapa instansi terkait lainnya. 

Berikut ini blok PT SRL yang tercatat gagal audit :
1. PT Sumatra Riang Lestari (SRL) blok V-IUPHHK-HT lokasi Pulau Rangsang Kepulauan Meranti Riau. 
2. PT Sumatra Riang Lestari (SRL) blok IV-IUPHHK-HT lokasi Pulau Rupat Bengkalis. 
3. PT Sumatra Riang Lestari (SRL) blok III-IUPHHK-HT lokasi Rokan Hilir. 

Tak hanya masuk dalam daftar gagal audit, PT SRL juga salah satu korporasi tersangka karhutla pada 2013-2014 di Kabupaten Bengkalis dengan luas kebakaran 1.000 ha.  Pada tahun berikutnya Polda Riau menunjukkan lemahnya penegakan hukum dengan mengeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) bagi 15 perusahaan, salah satunya adalah PT SRL. 

Audit dan penetapan tersangka yang kemudian kesemuanya tidak berdampak apapun terhadap lingkungan hidup dilatarbelakangi kabut asap parah pada 2015. Terlihat dari sanksi pasca dilakukanya audit,  PT SRL yang ada di Bengkalis, termasuk kategori korporasi yang tidak patuh, begitupun penetapan tersangka pada 2013-2014 kemudian dimandulkan dengan dikeluarkannya SP3, termasuk bagi PT SRL. 

Tak sampai di sana, sepanjang 2018 WALHI Riau melaporkan 7 perusahaan ke Polda Riau dan Kementerian LHK, salah satunya melaporkan PT SRL didasarkan atas riwayat kebakaran yang tak berkesudahan di areal konsesinya. Sayang laporan ini tak ditanggapi bahkan dalam catatan WALHI Riau sepanjang 2018 Polda Riau telah menetapkan 30 tersangka karhutla yang keseluruhannya perseorangan dan tak satupun menyasar korporasi. 

Pada 2019 kembali terjadi kebakaran di dalam areal dan sekitar konsesi PT SRL.  Kebakaran di sekitar konsesi ini karena diduga adanya kerusakan ekosistem gambut yang dihasilkan dari aktivitas PT SRL.  Pada 2019 ini juga kabut asap parah terjadi di Kabupaten Bengkalis Riau, sesuai mandat putusan CLS pada 10 Maret 2016 terkait evakuasi, rumah-rumah evakuasi dan tindakan lain yang diperlukan, tidak dipenuhi oleh Negara,  bahkan anak-anak masih beraktivitas seperti biasa. 

WALHI Riau menagih janji dan mendorong :

1. Meminta Presiden menindak tegas Kapolda Riau karena tidak mampu melakukan upaya penegakan hukum agar karhutla tidak terulang. 
2. Kementerian LHK mencabut izin PT SRL karena kebakaran yang berulang di konsesinya. 
3. Pemprov Riau,  Kementerian LHK, dan tergugat lainnya untuk mematuhi dan memenuhi putusan gugatan CLS Walhi Riau pada 10 Maret 2016 di PN Pekanbaru. 
4. Mendorong Pemprov Riau,  Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melakukan audit dan review seluruh lahan dan tata kelola agar penyegeraan pemulihan dan perlindungan gambut
5. Pengadilan Negeri Bengkalis,  Siak, dan Rokan Hilir melaksanakan eksekusi putusan yang sudah inkrah terkait pemulihan lingkungan hidup dibebankan kepada PT JJP,  PT NSP,  dan PT Triomas FDI dan Kementerian LHK di Riau segera melakukan pemulihan lingkungan hidup yang dirusak masa lalu agar tidak lagi terjadi karhutla di masa depan. 

Terpisah, Humas PT SRL,  Abdul Hadi yang coba untuk dijumpai akan menanyakan masalah temuan WALHI Riau ini, masih sibuk buat laporan dan belum memberikan keterangan pers panjang lebar.(*/di/rls)