Masyarakat Sakai Tuntut PT Ivo Mas Lahan Sawit 6.500 Ha 

Senin, 11 Maret 2019 - 18:33:12 WIB

Aksi unjukrasa masyarakat Sakai Kecamatan Kandis, Siak, Riau mengobrak-abrik pintu gerbang Kantor Gubernur Riau di Jalan Sudirman Pekanbaru, Senin (11/3/2019) menuntut lahan sawit 6.500 ha yang dibuka sejak 1998 oleh PT Ivo Mas grup Sinar Mas di luar area

Pekanbaru, Detak Indonesia--Ratusan masyarakat Sakai dari Kecamatan Kandis Kabupaten Siak, Provinsi Riau melancarkan aksi unjukrasa ke Kantor Gubernur Riau Jalan Sudirman Pekanbaru, Senin (11/3/2019).

Melalui Koordinator Lapangan (Korlap) 1, Iwan Saputra dari Himpunan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Sakai Riau (HPPMSR), massa sempat hampir merusak pintu pagar besi di Kantor Gubernur Riau karena tak diberi masuk oleh petugas Satpol PP Provinsi Riau. Massa memanjat pintu pagar dan menggoyang-goyangkan sekuat tenaga.

Dalam rilis resmi demonstran meminta Frenky Wijaya Bos PT Ivo Mas dihadirkan dan minta bertanggungjawab atas diserobotnya lahan Batin Sakai Kecamatan Kandis Kabupaten Siak Riau seluas lebih kurang 6.500 hektare. Di lahan Sakai 6.500 ha ini kata masyarakat Sakai Kandis bahwa PT Ivo Mas telah menanam sawit sejak 1998 di luar Hak Guna Usaha (HGU) PT Ivo Mas yang diberikan Pemerintah RI. Oleh sebab itu kata warga agar grup perusahaan Sinar Mas ini menyerahkan kebun sawit di kuar HGU nya itu kepada masyarakat Sakai Kandis.

Azwar, salah seorang Koordinator unjukrasa Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Sakai Riau

Demonstran juga minta Pemprov Riau tidak menggubris tuntutan kubu lawannya yang juga sedang demo dari kelompok Sakai pimpinan Sony cs. Karena kata massa dari Himpunan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Sakai Riau (HPPMSR) kelompok Sony cs bukan mewakili masyarakat Sakai Kandis, mereka sengaja memecahbelah suara masyarakat Sakai agar kontra dengan kelompok Andika Sakai dkk dari Himpunan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Sakai Riau (HPPMSR).

Pihak PT Ivo Mas, Wisnu dan Evi yang dikonfirmasi Senin petang (11/3/2019) soal PT Ivo Mas tanam sawit di luar lahan HGU PT Ivo Mas tak hendak memberi klarifikasi. Berkali-kali di kontak ponselnya tak dijawab. Evi mengaku sedang tugas luar di Siak. Dikonfirmasi ke Kantor PT Ivo Mas Jalan Teuku Umar Pekanbaru juga dijelaskan bahwa Wisnu dan Evi sedang tugas keluar kota Pekanbaru.

Embargo CPO

Terpisah Ketua Indonesian Investigation Corruption (IIC) H Darmawi SE meminta dunia internasional untuk tidak membeli produk crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah dan turunannya dari lahan ilegal seperti di luar HGU, ditanam di DAS sungai merusak hutan alam sebagai penyangga/green belt di kiri-kanan sungai, hutan lindung, lahan korservasi gambut, dan daerah terlarang lainnya.

"Saya sedang di Jakarta membahas masalah  pelanggaran-pelanggaran lingkungan di Provinsi Riau," kata H Darmawi SE.

Sebelumnya disorot oleh Ir Ganda Mora MSi, Direktur Indenpenden Pembawa Suara Pemberantas Korupsi Kolusi Kriminal Ekonomi (IPSPK3) RI masalah resapan air dan tatakelola sungai menjadi tidak baik, sejak hadirnya pembangunan kebun sawit hutan penyangga/green belt menjadi rusak.

Ir Ganda Mora mengaku telah memantau lokasi sungai itu yang pada sisi kiri-kanannya ditumbuhi sawit milik perusahaan. Umur sawit diperkirakan sudah 10 tahun, tapi kelihatan pemerintah daerah khususnya pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat tak mampu mengawasi.

"Seharusnya perusahaan memiliki kewajiban menjaga dan melindungi lingkungan areal kawasan hijau itu, mengingat 100 meter sisi kiri-kanan sungai dilarang ditanami sawit," sebut Alumnus Pasca Sarjana Lingkungan Universitas Riau (Unri) ini.

Kelapa sawit di tanam di DAS sungai di Kabupaten Pelalawan Riau memusnahkan hutan alam sebagai penyangga/green belt di kiri-kanan sungai

Menurutnya, jika telah terjadi kerusakan, perusahaan berkewajiban melakukan penghijauan (reboisasi) kembali. 

"Ini solusi yang harus dilakukan, jika melanggar UU 26 Tahun 2007 tentang ruang terbuka hijau. Perusahaan yang berinduk dari negara luar negeri  ini sepertinya mengabaikan hutan penyangga (green belt), pada hal perusahaan itu sudah memperoleh ISPO, ini sangat bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan," sebut Ir Ganda Mora.

Dia mempertanyakan tentang sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) nya, apakah ini benar-benar diperoleh dengan hasil predikat yang sebenar-benarnya atau sebaliknya, tanya Ganda.

IPSPK3 mendesak pemerintah segera melakukan tindakan terhadap perusahaan yang mengabaikan peraturan menyangkut kerusakan lingkungan (sungai), ini berimbas pada hilangnya tanaman dan hewan endemik.(*/di/rls)