BPK RI Agar Audit Subsidi BPDPKS ke Perusahaan Besar

Sabtu, 29 Februari 2020 - 16:58:38 WIB

Pekanbaru, Detak Indonesia--Sejumlah perusahaan sawit berskala besar mendapat subsidi dari pemerintah sebesar triliunan rupiah sebagai timbal balik atas penjualan minyak kelapa sawit untuk campuran solar alias biodiesel.

Dan berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK, terdapat beberapa perusahaan yang memperoleh dana subsidi program biofuel periode Agustus 2015-April 2016. Perusahaan itu adalah PT Wilmar Bionergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, Musim Mas Grup, PT Eterindo Wahanatama, PT Anugerahinti Gemanusa, PT Darmex Biofuels, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Primanusa Palma Energi, PT Ciliandra Perkasa, PT Cemerlang Energi Perkasa, dan PT Energi Baharu Lestari.

Berikut tanya jawab dengan Ir Ganda Mora MSi dari Barisan Relawan Jalan Perubahan (BARAJP) Pengawal Program Pemerintah tentang susidi terhadap perusahaan-perusahaan perkebunan sawit yang ada di Riau.

Mengapa subsidi?
Jatuhnya harga minyak sawit beberapa tahun lalu membuat pemerintah melakukan intervensi. Pemerintah percaya bahwa turunnya harga karena suplai berlebih, jadi kita harus konsumsi di dalam negeri lebih besar. Penyerapan minyak sawit terbesar adalah biodiesel atau bahan bakar campuran solar dengan minyak sawit. Sawit dipilih karena "kita sudah punya kebunnya dan teknologinya".

Masalahnya, biaya produksi biodiesel di atas daya beli masyarakat dan untuk mengatasi selisih biaya produksi serta harga jual ke khalayak umum, maka pemerintah sepakat menyiapkan subsidi. Tapi langkah itu lebih tepatnya insentif, karena yang menggunakan manfaat biodiesel yang notabene ramah lingkungan adalah konsumen".

Dari mana subsidi diperoleh?
Sejak 2015, perusahaan yang melakukan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) wajib menyetorkan pungutan ke pemerintah. Dana subsidi diperoleh dari pungutan ini sebesar US$50 per satu ton minyak sawit.

Siapa pengelola dana?
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 113/PMK.01/2015 tanggal 11 Juni 2015.

Badan ini diamanatkan melaksanakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yakni menghimpun dana dari pelaku usaha perkebunan atau lebih dikenal dengan CPO Supporting Fund (CSF) yang akan digunakan sebagai pendukung program pengembangan kelapa sawit yang berkelanjutan.

Ir Ganda Mora

Apa dasar hukumnya?
Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang ditandatangani Presiden Joko Widodo.

Pasal 11 ayat (1) dinyatakan bahwa dana yang dihimpun adalah untuk pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan perkebunan sawit, promosi perkebunan kelapa sawit, peremajaan tanaman perkebunan, serta sarana dan prasarana perkebunan sawit.

Ayat (2) dijelaskan bahwa penggunaan dana termasuk kebutuhan pangan, hilirisasi industri Perkebunan Kelapa Sawit, serta penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel.

Ayat (3) menyatakan BPDPKS dapat menentukan prioritas penggunaan dana berdasarkan program pemerintah dan kebijakan Komite Pengarah.

Berapa subsidi yang dialirkan?
Berdasarkan hitungan BPDPKS rata-rata insentif dana biodiesel pada periode bulan Januari-Oktober 2017 sebesar Rp4.054 per liter. Apabila mengacu pada besaran tersebut, maka BPDPKS harus mengalirkan dana subsidi Rp5,7 triliun untuk kebutuhan insentif biodiesel selama periode kelima yakni November 2017-April 2018.

Perusahaan Apa saja yang mendapat Subsidi?
Perusahaan itu adalah PT Wilmar Bionergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Musim Mas Grup, PT Eterindo Wahanatama, PT Anugerahinti Gemanusa, PT Darmex Biofuels, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Primanusa Palma Energi, PT Ciliandra Perkasa, PT Cemerlang Energi Perkasa, dan PT Energi Baharu Lestari.

"Parahnya, subsidi ini out put nya belum ada perkembangan siknifikan, jangan-jangan digunakan untuk pengembangan usaha," kata Ir Ganda Mora.

Dana pungutan terbesar diterima oleh PT Wilmar Nabati Indonesia group yakni Rp4,16 triliun.

Mengapa dana insentif mengalir ke perusahaan-perusahaan sawit?
"karena yang punya industri adalah perusahaan".

"Ini untuk menjaga harga minyak sawit tetap stabil, agar industri kelapa sawit tetap berkelanjutan".

Adakah kejanggalan?
Mungkin ini ya, pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit yang belum efektif karena tak ada verifikasi yang baik. "Perluasan penggunaan dana tersebut, terutama untuk pemanfaatan bahan bakar nabati. Jelas tidak sesuai dengan ketentuan Undang Undang Perkebunan," sebutnya. Informasinya, tentang Pengelolaan Kelapa Sawit mencatat terdapat 11 perusahaan yang memperoleh dana subsidi untuk program biofuel periode Agustus 2015-April 2016.

Kesimpulannya, menurut Ganda Mora, subsidi yang dimaksud adalah untuk pembangunan industri biodiesel dan juga peremajaan sawit, dimana pembangunan biodiesel agar tidak tergantung lagi terhadap ekspor eropa, namun CPO dapat dijadikan biodisel untuk kebutuhan dalam negeri, sedangkan peremajaan sawit apakah untuk plasma atau inti dimana peremajaan tersebut haruslah dilaporkan secara rinci areal mana saja yang di rencanakan. Tentang biodisel sampai saat ini belum ada out put nya.

"Kita mempertanyakan sejauh mana perkembangan program tersebut, apakah perusahaan perusahaan raksasa tersebut hanya penyuplai bahan baku atau juga sebagai industri hilir, sehingga produksi biosolar seharusnya sudah dapat di manfaatkan, maka untuk itu perusahaan penerima subsidi (intensif) diminta pertanggungjawaban terkait peruntukan dana dan apa output nya dan bagaimana pertanggungjawaban keungananya kepada negara agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial bagi petani seperti kelompok tani ataupun koperasi petani sawit. 

Anehnya dana BPDPKS untuk perusahaan sawit besar itu hingga kini tak diketahui media dan publik bagaimana pertanggungjawabannya. Ganda Mora mendesak pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI agar melakukan audit. Dan Penyidik KPK agar segera mengungkap adanya kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).(*/dic)