Kriminalisasi Alat Korporasi  “Mengusir

Rabu, 04 Maret 2020 - 20:54:15 WIB

Bengkalis, Detak Indonesia--Sidang lanjutan terhadap Masyarakat Adat Sakai, Bongku Bin Jelodan kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bengalis, Riau.

Agenda Sidang Rabu (4/3/2020) adalah eksepsi ataupun keberatan penasihat hukum terhadap surat dakwaan Penuntut Umum.

Persidangan dibuka dan di pimpin oleh Hakim Hendah Karmila Dewi dan didampingi oleh Hakim Anggota Aulia Fatma Widnola dan Zia Uljannah Idris.

Menurut praktisi hukum dari LBH Pekanbaru Rian Sibarani SH, penuntut Umum dalam menyusun Surat Dakwaan tidak menguraikan kronologis ataupun perkara secara jelas sehingga mengakibatkan surat Dakwaan Penuntut Umum kabur atau Obscuur Libel. Dalam Dakwaan Penuntut Umum disebutkan bahwa Bongku Bin (alm) Jelodan pada saat melakukan penebangan pohon didatangi oleh Security PT Arara Abadi yang sedang melakukan patroli rutin untuk selanjutnya dibawa ke Kantor Distrik 38.

Security PT Arara Abadi bertindak seolah-olah kepolisian dengan menangkap terdakwa dan membawanya ke Distrik 38 dan setelahnya, penuntut umum tidak menguraikan ke mana dibawa terdakwa.

Dalam surat perintah penangkapan Polsek Pinggir No. Sprin-Kap/107/XI/2019/Reskrim tanggal 3 November 2019 diperintahkan kepada Indra Verenal SH, Yopi Ferdian SH, Juanda M Marpaung dan Enaldi Silalahi SH untuk melakukan penangkapan kepada terdakwa dan membawa ke Kantor Polsek Pinggir. Namun pada dakwaan Penuntut Umum yang melakukan penangkapan dan mengamankan terdakwa dari lokasi kejadian adalah security PT Arara Abadi yaitu saksi Harianto Pohan dan saksi. Yang menjadi pertanyaan, di mana Indra Verenal SH, Yopi Ferdian SH, Juanda M Marpaung dan Enaldi Silalahi SH yang menangkap dan membawa terdakwa? Dari manakah terdakwa dibawa?

Oleh karenanya produk penyidik berupa BAP terdakwa dibuat secara tidak sah (illegal), sehingga Penuntut Umum yang menyusun surat dakwaannya berdasarkan produk penyidik yang illegal dan dijadikan sebagai dasar pemeriksaan di muka pengadilan, maka surat Dakwaan Penuntut Umum haruslah dinyatakan tidak sah dan tidak dapat diterima.

Dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum terhadap terdakwa adalah error in persona yang tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap terdakwa karena terdakwa sebagai masyarakat adat dan masyarakat tempatan bukan merupakan subjek hukum dalam UU No. 18 tahun  2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Kejahatan di dalam UU P3H tersebut merupakan kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi dan lintas negara sementara itu Bongku Bin (alm) Jelodan adalah Masyarakat Suku Sakai dan dalam pekerjaannya bertindak sendiri tanpa ada yang memerintah ataupun yang mengorganisir. Oleh karenanya Terdakwa Bongku Bin (alm) Jelodan bukanlah Subyek Hukum yang dapat dipidana.

Surat Dakwaan yang tidak menjelaskan secara cermat, jelas dan lengkap atas fakta dalam dakwaan kesatu tersebut harus dibatalkan demi hukum karena bertentangan dengan Pasal 143 ayat (3) KUHAP.

Bongku Bin (alm) Jelodan, warga RT 01 RW 02 Dusun Duluk Songkal Desa Koto Pait Beringin Kecamatan Tualang Mandau Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau, menebang 20 batang pohon Eucalyptus dan Akasia milik PT Arara Abadi (PT AA) menjadi tersangka dan didakwa 3 pasal berbeda UU 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Dalam Dakwaan Penuntut Umum, terdakwa Bongku Bin (alm) Jelodan disebutkan bahwa Terdakwa telah melakukan aktivitas perkebunan di dalam kawasan Hutan Tanpa Izin Menteri, atau melakukan penebangan pohon tanpa Izin pejabat yang berwenang.

Penuntut umum tidak menjelaskan siapa pejabat yang berwenang tersebut?

"Jadi, kriminalisasi adalah sebagai alat korporasi  “mengusir" masyarakat adat Suku Sakai," kata Rian Sibarani SH

Sidang selanjutnya akan digelar Senin, 9 Maret 2020 di Pengadilan Negeri Bengkalis dengan agenda Tanggapan Penuntut Umum atas Eksepsi.
(*/rls)