Hati-Hati Salurkan Bantuan, Hukuman Penjara Menanti

Rabu, 03 Juni 2020 - 19:40:41 WIB

Bangkinang, Detak Indonesia--Indonesia Law Enforcent Monitoring (Inlaning) mengingatkan kepala desa (Kades), untuk berhati-hati dalam menyalurkan bantuan. Hukuman kurungan penjara menanti.

Hal itu, disampaikan Kepala Divisi Inlaning, Syailan Yusuf, saat dimintai tanggapannya terkait carut marut penyaluran bantuan langsung tunai dari dana desa (BLT-DD), Rabu (3/6/2020).

Dikatakan, berdasarkan BAB VIII Ketentuan Pidana, UU Nomor 13 tahun 2011, bahwa Pendamping Sosial Masyarakat (PSM) atau siapapun termasuk Penerima Manfaat yang memalsukan data verifikasi dan validasi, dapat di pidana dengan kurungan penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Kepala Divisi Inlaning, Syailan Yusuf

Setiap orang yang menyalagunakan dana penanganan fakir miskin sebagaimana dimaksud Pasal 38, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) 

Jika dikaji lebih jauh, kata Syailan, hal ini menguji kesabaran para kepala desa dalam menghadapi masyarakatnya.

Kondisi seperti ini juga bisa menilai sejauh mana tingkat kebijakan kepala desa dalam merealisasikan bentuk bantuan tanpa harus menimbulkan kecemburuan sosial.

Terlebih, di tengah ganasnya corona virus disease 19 (Covid-19) yang sedang diperangi bersama saat ini, dimana tingkat emosional masyarakat sangat rentan dan tergolong labil akibat adanya ragam bantuan yang datang.

Bantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan bahkan Pemerintah Desa, disalurkan melalui beberapa program sehingga melahirkan sistem yang tidak semua masyarakat bisa memahami.

"Seluruh PNS, TNI/Polri, pegawai BUMN/BUMD, Kepala Desa dan perangkat Desa, pegawai kontrak pemerintah, pegawai kontrak swasta, tidak mempunyai hak untuk menerima bantun seperti, PKH, BST, BPNT, BLT-DD dan yang lainnya. Penerima bantuan juga tidak boleh ganda," ucapnya mengingatkan.

"Transparansi data penerima Bansos merupakan bagian dari hak publik yang diatur Undang-Undang. Transparansi ini juga untuk menjaga trust  (kepercayaan) rakyat terhadap pemerintah, dan juga kepercayaan antar instansi pemerintah maupun antar masyarakat sendiri," sebutnya.

Dia menyebutkan, dalam kondisi wabah dimana banyak warga mengalami dampak kesulitan ekonomi, keterbukaan akan data semua bantuan sosial menjadi sangat dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan masyarakat. 

Dengan transparansi data, masyarakat bisa mengoreksi jika ada tetangganya yang dinilai mampu tetapi menerima bantuan. 

“Begitu pula jika ada warga tidak mampu yang belum terdata, bisa dilaporkan ke pihak pemerintah desa setempat," katanya.

"Bagi siapa memalsukan data yang sudah verifikasi, maka dia yang akan langsung berurusan dengan hukum," pungkasnya. (*/di)