Dikawal KPK, Amril Mukminin Tiba di Pekanbaru

Rabu, 08 Juli 2020 - 14:09:56 WIB

Bupati Bengkalis Riau non aktif, Amril Mukminin (pakai rompi orange) dengan tangan diborgol, dikawal petugas KPK tiba di bandara internasional Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru, Rabu tadi (8/7/2020). Dia dipindahkan dari tahanan KPK Jakarta ke Rutan

Pekanbaru, Detak Indonesia--Bupati Bengkalis Riau non aktif, Amril Mukminin tiba di Pekanbaru dari Jakarta Rabu  tadi (8/7/2020).

Dikawal anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari tahanan KPK Jakarta dia mendarat di bandara internasional Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru dan langsung dibawa ke Rutan Sialangbungkuk Jalan Hang Tuah ujung Kecamatan Tenayanraya Pekanbaru Rabu siang (8/7/2020).

Begitu sampai di Rutan Sialangbungkuk Pekanbaru, Amril menjalani isolasi selama lebih kurang 14 hari sesuai protokol kesehatan dan ke depannya akan menjalani persidangan secara online di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Dan Kamis besok (9/7/2020) sidang ketiga kasus dugaan korupsi pembangunan jalan Duri-Sei Pakning digelar. Akan dihadirkan saksi-saksi Indra Gunawan Eet, Zulhelmi, Heru Wahyudi, Abdul Kadir, Syahrul Ramadhan.

Indra Gunawan Disebut Terima Uang Ketok Palu 

Sidang kedua kasus dugaan korupsi pembangunan jalan Duri-Sei Pakning di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru yang digelar Kamis lalu (2/7/2020) saksi Ketua Fraksi Golkar DPRD Bengkalis Riau Firza Firdhauli, menyampaikan bahwa Indra Gunawan Eed (sekarang Ketua DPRD Riau) menerima uang jatah ketok palu sebagai legislator DPRD Bengkalis ketika kasus itu terjadi. Eed, yang saat ini juga sebagai Sekretaris DPD Golkar Provinsi Riau itu disebut menerima uang dalam kantong plastik.


Saksi Ketua Fraksi Golkar DPRD Bengkalis Riau Firza Firdhauli

Ada tiga saksi yang dihadirkan dalam sidang kedua yang digelar di ruang sidang Subekti, Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Ketiga saksi adalah eks anggota DPRD Bengkalis masing-masing Firza Firdhauli, Abdurrahman Atan dan Jamal Abdillah. Khusus nama terakhir, dia memberikan saksi via virtual dari Lapas Kelas IIA Pekanbaru.
 
Firza menjadi sosok pertama yang memberikan kesaksian kepada majelis hakim yang dipimpin Hakim Lilin Herlina. Firza merupakan anggota DPRD Bengkalis dua periode 2004 hingga 2014.
 
Kepada hakim, Firza mengaku proyek jalan Sungai Pakning menuju Duri tidak pernah dibahas di Komisi II DPRD Bengkalis. Pengajuan proyek yang belakangan bermasalah itu dilakukan pada 2012 silam. Proyek tahun jamak itu langsung dibawa ke Badan Anggaran tanpa melewati Komisi II yang membidangi ekonomi pembangunan.
 
"Seingat saya langsung dibahas ke Banggar. Tidak pernah dibahas di Komisi II," kata dia.


 

Selain itu, Firza juga turut mengungkapkan praktik bagi-bagi uang ketok palu. Istilah ketok palu digunakan Firza untuk penetapan anggaran belanja daerah. Amril juga menerima uang ketok palu di sebuah hotel di Jalan Sudirman yang diserahkan Firza.  Amril datang menjumpai Firza di hotel Jalan Sudirman Pekanbaru ini. Dalam keterangannya, dia mengatakan Ketua DPRD Bengkalis saat itu, Jamal Abdillah kerap membagikan uang kepada anggota legislator sebesar Rp50 juta.
 
Sosok yang beberapa kali disebut turut menerima uang ketok palu itu adalah Indra Gunawan alias Eet, yang kini menjabat sebagai Ketua DPRD Riau. Eet bersama Firza berasal dari fraksi yang sama yakni Golkar. Selain itu, ia juga mengatakan jika Eet merupakan anggota Banggar saat pembahasan proyek itu berlangsung.
 
"Saya terima Rp50 juta dalam kantong plastik  hitam. Plastik lain juga saya berikan untuk Indra Gunawan," kata Firza.
 
Uang ketok palu itu sepertinya menjadi hal yang lumrah saat menanti pengesahan APBD di Bengkalis. Jumlah juga terus meningkat. Firza mengaku di awal dia duduk sebagai wakil rakyat, uang ketok palu hanya Rp30 juta. Belakangan meningkat menjadi Rp50 juta di periode kedua dia.
 
Amril Mukminin didakwa JPU KPK dalam perkara dugaan gratifikasi. Jumlahnya beragam. Ada yang Rp5,2 miliar hingga Rp23,6 miliar lebih.
 
Uang Rp5,2 miliar, berasal dari PT Citra Gading Asritama (CGA) dalam proyek pembangunan Jalan Duri–Sungai Pakning. Sedangkan uang Rp23,6 miliar lebih itu berasal dari dua pengusaha sawit. Uang itu ada yang dalam bentuk tunai, maupun transfer.
 
Atas perbuatannya, Amril dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara dalam sidang pertama Kamis lalu (26/6/2020) selain Amril, dalam dakwaan itu JPU KPK juga berulang kali menyebut nama Kasmarni, istri Amril Mukminin. Kasmarni sendiri diketahui tengah getol maju dalam pemilihan Bupati Bengkalis, Desember 2020 mendatang dan telah didukung tiga partai, yakni PAN, PKB dan PBB.

JPU mengatakan bahwa istri Amril, yakni Kasmarni, disebut juga menerima uang sebanyak Rp23,6 miliar lebih. Uang itu diketahui dari dua orang pengusaha sawit. Uang tersebut diterima oleh Kasmarni secara tunai maupun melalui transfer ATM dalam waktu 6 tahun.

Adapun pengusaha sawit yang dimaksud yakni, Jonny Tjoa selaku Direktur Utama dan pemilik perusahaan sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera dan Adyanto selaku Direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera.

"Dari pengusaha Jonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650 dan dari Adyanto sebesar Rp10.907.412.755. Uang itu diterima di kediamannya pada Juli 2013-2019," ungkap JPU KPK. 

Pada 2013 lalu, Jonny Tjoa meminta bantuan Amril untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah sawit ke perusahaan tersebut dan mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan.

"Atas bantuan tersebut, Jonny Tjoa memberikan kompensasi berupa uang kepada terdakwa Amril sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Sehingga, terhitung sejak Juli 2013 dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni," paparnya.

Pemberian uang itu, terus berlanjut hingga Amril dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada 2016 lalu. Tak hanya dari Jonny Tjoa, Amril juga menerima gratifikasi dari Adyanto saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis terhadap bantuan mengamankan kelancaran operasional pabrik.

"Atas bantuan tersebut, Adyanto memberikan kompensasi berupa uang kepada terdakwa Amril dari presentase keuntungan yaitu sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Uang tersebut diberikan setiap bulannya sejak awal tahun 2014 yang diserahkan secara tunai kepada Kasmarni di rumah kediaman terdakwa," sebut JPU KPK. (*/di/azf)