Terkuak, Teknologi POME Belum Diterapkan di PKS PT MASG Peranap

Kamis, 10 September 2020 - 19:32:36 WIB

Pabrik Kelapa Sawit PT Mutiara Agung Sawit Gemilang (PT MASG) di Desa Semelinang Darat, Kecamatan Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau. (ist)

Rengat, Detak Indonesia--Berbagai masalah kini dialami pabrik kelapa sawit (PKS) PT Mustika Agung Sawit Gemilang (MASG) di Desa Semelinang Darat, Kecamatan Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau.

PKS PT MASG ini belum menggunakan Pemanfaatan limbah POME, sejumlah persoalan karyawan, pemotongan Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) harga tandan buah segar (TBS) petani/pekebun disertai pengelolaan limbah, Manajer PT MASG Zulfikar yang dikonfirmasi Kamis (9/9/2020) tak mau menjawab.

POME adalah limbah cair kelapa sawit  yang masih mengandung banyak padatan terlarut. Sebagian besar padatan terlarut ini berasal dari material lignoselulosa mengandung minyak yang berasal dari buah sawit.

Kunjungan Komisi II DPRD Inhu baru-baru ini ke PKS PT MASG Peranap Inhu Riau

POME atau Palm Oil Mill Effluent adalah limbah cair kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi yang berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca melalui penangkapan gas metana dan pengubahan biogas menjadi energi listrik. POME ini diperkirakan belum diterapkan PKS PT MASG dan ratusan pabrik kelapa sawit (PKS) lainnya di Provinsi Riau. 

Tahun 2007 terdapat 132 pabrik kelapa sawit (PKS) di Riau, dengan rincian 103 PKS memiliki kebun dan 29 PKS tidak memiliki kebun. Saat ini tahun 2020 sudah mencapai sekitar 230 buah PKS lebih di Riau. Dari luas kebun sawit yang dibuka nonprosesural (ilegal) seluas sekitar 1,1 juta hektare di Riau, sekitar Rp107 triliun uang pajak yang tak bisa ditarik pertahun. Bayangkan besar itu dibanding APBD Riau hanya sekitar Rp9,4 triliun per tahun.

Semantara masyarakat di sekitar PKS PT MASG mengadukan soal adanya monopoli harga Tandan Buah Segar (TBS) dan adanya monopoli angkutan TBS serta munculnya bau tidak sedap akibat aktivitas PKS ke Komisi II DPRD Inhu, Riau. Kemudian anggota DPRD Inhu melaksanakan inspeksi mendadak (sidak) ke PKS MASG. 

Rombongan Komisi II DPRD Inhu yang sidak tiba di PKS MASG dipimpin Ketua Komisi II DPRD Inhu Dodi Irawan SHi, bersama rombongan Anggota Komisi II lainnya yaitu Wakil Ketua Komisi II Martimbang Simbolon, Sekretaris Komisi II Alex dan terlihat juga Chandra Saragi SE, Syahrial, Hj Ninik Mulyani SAg dan Mulya Eka Maputra SSos.
 
Rombongan Komisi II DPRD Inhu melihat langsung aktifitas pabrik pengolahan TBS menjadi Crude Palm Oil (CPO), kolam pengolahan limbah serta menanyakan penyebab bau busuk yang timbul akibat aktivitas pengolahan TBS di pabrik PT MASG. Namun sejauh itu dewan tidak mempersoalkan/membicarakan bahwa PKS MASG hingga saat ini dipastikan belum membangun Cakra Bio Gas Plant dan Perdana Bio Gas Plant. 

Rombongan Komisi II DPRD Inhu disambut manajemen PKS PT MASG,  Manejer Pabrik, KTU dan  Mulyadi sebagai Humas PKS PT MASG. 

Saat pertemuan, Ketua Komisi II DPRD Inhu Dodi Irawan SHi menyampaikan, kalau pihaknya melakukan sidak sesuai dengan pengaduan masyarakat yang diterimanya, untuk memastikan kegiatan pengolahan TBS menjadi CPO dilakukan secara resmi.

"Kami mau melihat seluruh dokumen perizinan PKS PT MASG dan izin makro yang dimiliki PKS," kata Dodi Irawan SHi.

"Keberadaan perusahaan hendaknya memberi dampak baik terhadap peningkatan ekonomi masyarakat sekitar, jika angkutan TBS bisa dilakukan oleh masyarakat dan pengumpulan TBS dengan pola timbangan Ram dilakukan oleh masyarakat, maka masyarakat akan ikut sukses bersama dengan kehadiran perusahaan ini," kata Dodi Irawan yang juga memberikan kesempatan kepada rekannya dari Komisi II untuk menanyakan segala hal terkait dengan keluhan dan pengaduan masyarakat dan laporan masyarakat atas keberadaan PKS PT MASG yang merugikan masyarakat.

Sejumlah anggota Komisi II DPRD Inhu menanyakan masalah pengolahan TBS di PKS PT MASG untuk per-jam nya dan menyarankan tentang menghentikan aktivitas monopoli pembelian TBS dengan cara membangun Ram (peron) sendiri monopoli angkutan TBS yang dibeli PKS PT MASG. 

"PKS ini melakukan monopoli pembelian TBS dengan pola PKS MASG membuat tempat pengumpul TBS timbangan Ram di sejumlah desa, di ram-ram milik PKS MASG dibuat harga sama dengan harga pabrik. Ini sudah terjadi bisnis persaingan tidak sehat, kasihan masyarakat yang punya usaha jual beli TBS tak bisa bersaing," tegas Chandra Saragih.

Selain masyarakat tak mampu bersaing jual beli TBS dengan Ram/peron monopoli milik PKS PT MASG, di pihak lain sortir TBS milik masyarakat yang mengantar TBS ke pabrik juga semakin diperketat pihak PKS PT MASG. 

"TBS milik masyarakat banyak yang dikembalikan, dengan berbagai alasan," ujar Chandra Saragih menambahkan.

Inilah yang dikeluhkan dan disampaikan masyarakat ke Komisi II DPRD Inhu. Namun di balik kunjungan Komisi II DPRD Inhu ini, sejumlah masyarakat Desa Semelinang Darat sudah mengajukan protes atas pembangunan PKS PT MASG. 

"Ini tak ditanggapi anggota dewan yang terhormat itu tentang keberatan warga dimana kekhawatiran pada saatnya akan muncul yang dapat merugikan masyarakat tempatan," kata Ketua lembaga swadaya masyarakat (LSM) Riau Sosial Work (RSW) Inhu Riau Justin Panjaitan SH kepada media.

Justin menjelaskan sebagai gambaran memanasnya situasi di lokasi sekitar perusahaan PT MASG terdapat banyak pemukiman warga yang belum siap menghadapi kehadiran pabrik industri pengolahan buah sawit yang rentan menimbulkan gangguan lingkungan. Menurutnya, pembangunan PKS PT MASG itu belum memenuhi kriteria perizinan yang ditetapkan oleh Pemerintah guna tidak terjadinya kerusakan lingkungan yang hebat.

"Kami sudah berupaya untuk ini bahkan surat somasi dilayangkan ke perusahaan tidak digubris,” kata Justin yang pihaknya yakin perusahaan itu belum mengantongi dokumen perizinan yang lengkap, lalu bagaimana soal dukungan ketersediaan kebun sawit yang menjadi salah satu syarat?

“Kami juga telah mempertanyakan kelengkapan perizinan pembangunan PKS PT MASG sebenarnya kami kecewa atas sikap perusahaan itu yang terkesan arogan dan tidak mengindahkan surat somasi yang dilayangkan. Ini untuk kebaikan bersama, tapi mengapa perusahaan tidak menanggapinya," jelas Justin.

“Bukan satu kali, surat somasi yang kita layangkan tapi sudah kali kedua. Atas hal itu, kami bertekat untuk menggugat pihak PT MASG ke KIP (Komisi Informasi Publik) di Pekanbaru," tegas Justin.

Menurut Justin, sebelum menanam investasi di sebuah daerah, pihak perusahaan harusnya melengkapi semua perizinan sebagai mana aturan Perundang-undangan yang berlaku dan bisa memerhatikan masyarakat tempatan, bukan sebaliknya. 

“Aktivis meminta pihak MASG untuk terbuka, terutama terkait dukungan kebun dan tata kelola pengolahan limbah," paparnya.

Tak Komitmen Masalah Naker 
 
PT Mustika Agung Sawit Gumilang (PT MASG) juga dinilai tidak komitmen dalam penerimaan tenaga kerja dan tidak lakukan sosialisasi tentang limbah. Persoalan ini juga terendus di tengah warga desa dan sebagai bentuk kekecewaan itu melalui aktivis melayangkan surat somasi ke perusahaan PT MASG.

Menurut Marlis, Ketua Tim Peduli Permasalahan Tenagakerja dan Lingkungan Hidup kepada awak media mengaku mempersoalkan tentang tenaga kerja yang ada di PT MASG.

"Kami juga mempertanyakan limbah cair di pabrik itu, semestinya harus dipastikan betul sistem instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) sudah sesuai dengan aturan yang ada atau belum, kemudian sudah sesuai dengan kapasitas pengelolaan pabrik kelapa sawit gak," kata dia.

Dia juga menilai tentang tak komitnya perusahaan soal tenaga kerja yang digunakan. "Benar tidak 60 persen dari tempatan," tanya Marlis. Dia balik menyebutkan berdirinya pabrik pengelolaan kelapa sawit PT MASG, tentu nantinya akan berdampak panjang, terutama terkait lingkungan hidup, karena pabrik kelapa sawit akan menghasilkan limbah, baik limbah cair, padat atau limbah lain seperti janjang kosong.

Menurutnya, kalau tidak diperhitungkan maka ke depan akan terjadi pencemaran lingkungan terutama pada sungai yang berdekatan dengan pabrik. 

Terkait janjang kosong harus diuraikan akan dikemanakan jangkos yang dihasilkan dari pengelolaan kelapa sawit tersebut, karena berdasarkan peraturan yang berlaku tidak dibenarkan lagi membakar jangkos.

"Sedangkan pengelolaan kelapa sawit oleh pabrik pasti menghasilkan jangkos, dan akan dikemanakan jangkos tersebut, karena nantinya akan menimbulkan bau tak sedap yang bisa menyebar ke segala arah penjuru sampai batas jarak 2 kilometer," katanya.

Semestinya, katanya, dokumen Amdal atau UKL/UPL pabrik MASG harus disosialisikan kepada masyarakat terutama masyarakat desa yang rumahnya dekat di sekeliling pabrik. 

"Yang lebih penting lagi tentu PT MASG harus bisa meyakinkan penduduk kepastian kebun pendukungnya, karena sejauh ini tidak ada kebun kelapa sawit milik  PT MASG, ini bisa berimbas menjadi ajang untuk penerimaan buah dari kawasan hutan," sebutnya.

"Harus diperjelas sumber buah kelapa sawit yang akan diolah oleh MASG dari mana, karena sejauh ini juga belum ada komitmen pembinaan terhadap kebun masyarakat di sekeliling perusahaan," tambahnya.

Soal ketenagakerjaan MASG, kata Marlis, harus mengutamakan masyarkat tempatan terutama yang terdampak dengan berdirinya pabrik, tanpa mengenyampingkan kemampuan baik secara kesehatan maupun pendidikan. 

DPRD Inhu Minta Aktivfitas PKS Dihentikan?

Wakil Ketua DPRD Inhu Adila Ansori juga sempat melontarkan pernyataan yang mengejutkan terkait aktivitas pabrik kelapa sawit milik MASG ini. Kisruh terjadi di tengah masyarakat sepertinya ditanggapi dingin oleh Wakil Ketua DPRD Inhu ini, Adila Ansori melihat pembangunan PKS oleh MASG dengan adanya dugaan operasional pabrik tanpa izin itu, merupakan bentuk pembangkangan dan pelanggaran aturan Perundang-undangan yang berlaku.

“Harusnya sebuah perusahaan yang berinvestasi di sebuah daerah mampu merangkul dan peduli dengan masyarakat tempatan. Bahkan, bisa dibuat dalam bentuk MoU (Momerendum of Understanding),” kata Adila Ansori yang menyikapi kekisruhan terjadi berawal dari hadirnya PKS PT MASG yang disebutkan 'siluman' ini.

Terkait izin membangun yang diduga belum mereka kantongi, Adila meminta pihak perusahaan untuk segera menghentikan semua aktivitas di lapangan. 

“Sebelum dokumen perizinan dilengkapi, saya minta pihak perusahaan harus menghentikan semua aktivitas pembangunan pabrik. Karena aturan itu dibuat untuk ditaati, bukan untuk dilanggar,” kata Adila Ansori yang mengaku saat ngopi bareng di Leng Cofffee Pekanbaru.

Dia juga menyebutkan sudah meminta instansi terkait dapat melakukan pemantauan secara berkala, dan menindak tegas pelanggaran yang dilakukan pihak perusahaan tersebut.

“Jadi aktivitas pabrik saat ini sedang dilakukan pemantauan berkala, jika didapat pelanggaran perusahaan dapat ditindak tegas. Untuk memastikan semua itu, kita dari DPRD Inhu juga melakukan pemantauan langsung ke lokasi. Selain terkait izin, kita juga akan memastikan lokasi pembangunan pabrik, apakah masuk dalam kawasan hutan atau tidak. Kita sedang mengkajinya,” tegasnya.

Sebelumnya, Camat Peranap Kabupaten Inhu, Riau, Umar SSos saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu mengaku bahwa pembangunan pabrik PKS milik PT MSAG itu belum mengantongi izin, terutama IMB (izin mendirikan bangunan). 

“Setahu saya, mereka belum mengantongi IMB. Sejauh ini pihak perusahaan belum ada datang ke Kantor Camat Peranap untuk meminta rekom pengurusan IMB. Namun, untuk izin lain, saya tidak mengetahui secara rinci, karena memang bukan kewenangan saya,” jelas Umar singkat saat dihubungi ponselnya. (*/di/azf)