Djoko Tjandra Digugat Perkara PKPU

Kamis, 22 Oktober 2020 - 22:09:03 WIB

Sidang gugatan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap Djoko Tjandra digelar di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2020). (Aznil Fajri/Detak Indonesia.co.id)

Jakarta, Detak Indonesia--Selain tersangkut perkara pidana surat jalan palsu dan kasus pelarian, nama Djoko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra mencuat kembali di perkara lain yakni perkara perdata Nomor 310 permohonan PKPU di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Jalan Bungur Raya 24, 26, 28 Gunung Sahari Kemayoran Jakarta Pusat, Kamis  (22/10/2020).

Pemohon Perkara PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) diajukan oleh tujuh Advokat dan Konsultan Hukum ARP & Co Law Office. Ketujuh advokat dan konsultan hukum itu masing-masing yakni Andra Reinhard Pasaribu SH, Alex Argo Hernowo SH, Rhaditya Putra Perdana SH LLM, Martchel AF SH, Helmi Bostam SH, James WH Pangaribuan SH, Benny Henrico Pasaribu SH MH.

Djoko Tjandra saat di Bareskrim Polri. (Foto dok. Divisi Humas Polri)

Ketujuh advokat dan konsultan hukum ini bertindak selaku kuasa hukum dari Prof Dr Otto Hasibuan SH MH sebagai pemohon PKPU terhadap termohon Djoko Tjandra. 

Djoko Tjandra dituding masih memiliki piutang yang belum dibayarkan terhadap pemohon Otto Hasibuan dalam pendampingan hukum pembelaan Djoko Tjandra. Termohon Djoko Tjandra juga dituding memutus kontrak sepihak terhadap pemohon Otto Hasibuan sebagai kuasa hukumnya.

Djoko Tjandra dalam menghadapi kasus PKPU ini didampingi kuasa hukumnya Edy Halomoan Gurning SH MSi dkk.

Dalam sidang Kamis (22/10/2020) menghadirkan saksi ahli Prof Dr Nindyo Pramono SH MS, saksi ahli yang dihadirkan pihak pemohon.

Menurut Prof Dr Nindyo Pramono SH MS di depan sidang PKPU ini, menjelaskan pailit terhadap debitur (Djoko Tjandra, red) sah menurut hukum apabila kreditur lebih dari satu orang. Dua orang saja menuntut pailit bisa dipailitkan (dibangkrutkan) debitur. 

Menurut Prof Nindyo, bila surat kuasa telah diberikan oleh klien/debitur kepada advokatnya/kreditur lalu disepakati, ditandatangani bersama besaran jasa/fee advokat dalam hal pendampingan hukum, maka besaran jasa/fee itu harus dibayarkan oleh debitur.

Sementara kuasa hukum Djoko Tjandra, yakni Edy Halomoan Gurning SH MSi dkk menyatakan pendampingan hukum yang dilakukan pihak pemohon tidak memuaskan termohon Djoko Tjandra. Tidak sesuai yang diharapkan apalagi janji pemohon akan menyampaikan termin atau tahap-tahap pendampingan tidak disampaikan kepada termohon setelah tandatangan kuasa.

Pihak advokat termohon Djoko Tjandra, Edi Halomoan Gurning SH MSi dkk juga menghadirkan saksi ahlinya Dr Atja Sanjaya SH MH mantan Anggota Mahkamah Agung asal Sumedang Jawa Barat.

Di depan sidang itu, saksi ahli Dr Atja Sanjaya SH MSi menegaskan klien/debitur bisa saja membatalkan kuasa apabila kuasa yang diberikan kepada pengacaranya tidak memuaskan tak sesuai prestasi. 

"Tapi bila kontrak jasa pendampingan hukum (fee) sudah ditandatangani bersama, ya itu salah sendiri kenapa ditandatangani debitur selaku klien," jelas Dr Atja Sanjaya SH MH.

Sidang Kamis tadi (22/10/2020) merupakan sidang mendengarkan keterangan saksi ahli yang dihadirkan pemohon dan termohon. Sidang kesimpulan dilanjutkan Jumat (23/10/2020). (juwi/azf)