Benarkah Musim Mas Sudah Meredam Sengketa Lahan dan Perbaikan Lingkungan?

Ahad, 08 November 2020 - 17:36:58 WIB

Penanaman sawit di lahan gambut dan di pinggir sungai. (foto ist)

Pekanbaru, Detak Indonesia--Perusahaan penyulingan minyak sawit, PT Musim Mas yang berpusat di Singapura juga memiliki persebaran lahan kelapa sawit yang luas di Provinsi Riau (Kabupaten Pelalawan), permasalahan lahan dan lingkungan penyebab protes warga mencuat.

Dugaan Kasus PT Musim Mas belum menyelesaikan sengketa lahan dimana perkampungan masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) di Pelalawan, warga minta dilepaskan salah satunya terkait wilayah desa yang masuk ke dalam izin HGU perusahaan itu. 

Beberapa warga di Dusun Tambun menyatakan, Kelurahan Pangkalan Lesung Kabupaten Pelalawan diketahui masuk dalam area izin HGU PT Musim Mas. Hal itu telah dipersoalkan sejak lama, namun pihak perusahaan belum menyelesaikan permasalahan yang terjadi. 

"Kampung Dusun Tambun, di Kelurahan Pangkalan Lesung, Pelalawan Riau belum selesai permasalahnanya dengan PT Musim Mas," ungkap Sahrial (nama samaran), warga Dusun Tambun beberapa waktu lalu.

Menurut lelaki paroh baya ini, Dusun Tambun di Kelurahan Pangkalan Lesung harus segera dilepaskan dari wilayah HGU PT Musim Mas. Pemerintah Kabupaten Pelalawan dan pihak tekait harus tegas dan meminta pihak perusahaan untuk meng-enclave (mengeluarkan dari area HGU, red) perkampungan di Dusun Tambun tersebut. 

"Karena ini bicara soal kesejahteraan warga di sana. Sekarang warga jadi kesulitan untuk membuat legalitas lahan mereka karena masuk wilayah HGU. Kita berharap Pemkab dan BPN Kabupaten Pelalawan Riau merekomendasikan Pemerintah Pusat secepatnya turun ke lokasi dan ukur ulang luas HGU PT Musim Mas untuk divalidasi serta keluarkan wilayah permukiman warga dari HGU perusahaan," harapnya.

Mengingat disebutkan, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, wilayah desa atau kampung yang masuk dalam kawasan lahan berstatus HGU harus dilepaskan (enclave). 

"Inti prinsipnya adalah jika itu desa yang berdiri sudah lama dalam HGU kawasan hutan harus dilepaskan karena memang desa itu harus di situ. HGU datang belakangan," ungkap Sofyan Djalil sebagaimana dilansir dari situs antaranews.com, Sabtu (18/7/2020).

Belum lama ini wartawan mencoba menelusuri lokasi yang dimaksud. Di sana pihaknya bertemu dengan Sahrial (nama samaran) salah satu warga setempat mengaku sedikit mengetahui informasi soal pelanggaran yang diduga dilakukan PT Musim Mas. Ia membenarkan soal wilayah perkampungan mereka yang masuk dalam area HGU PT Musim Mas. Dampaknya, warga setempatpun mengalami kesulitan dalam mengurus administrasi tanah/lahan yang mereka punya. 

"Sampai sekarang susah kita Pak kalau buat surat tanah, apalagi ngurus-ngurus soal sengketa tanah di sini selalu berbenturan dengan pihak Musim Mas," ungkap Ijon.

Sudah berkali-kali perwakilan warga meminta agar wilayah mereka dikeluarkan dari kawasan HGU PT Musim Mas, namun sampai saat ini belum ada tanggapan. 

"Kita menyayangkan sikap perusahaan yang terkesan enggan mengeluarkan Dusun Tambun ini dari area HGU mereka," keluh Sahrial.

Dia berharap Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian ATR/BPN agar meng-cross check kembali soal peizinan HGU PT Musim Mas agar permasalahannya tidak berlarut-larut.

"Selama ini kita menduga lahan yang dimilikinya berlebih dari yang tercantum di HGU, bahkan lahan perkampungan di sini terancam jadi lahan perkebunan perusahaan," sebutnya gusar.

Warga Protes Perusahaan Panen Sawit

Sengketa lahan kebun sawit diduga terjadi di luar HGU/IUP khususnya di areal Estate II (RT 02/RW 02 Dusun II) di pinggir kepungan sialang tasing Desa Betung Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Riau sempat memanas.

Pasalnya pihak perusahaan tetap melaksanakan pengerjaan pemanenan buah sawit di areal kebun yang di permasalahkan oleh masyarakat dan Pemerintahan Desa Betung yang dipelopori oleh Kepala Desa Betung Darman SE. Di lokasi ini dari beberapa keterangan warga sempat terjadi adu mulut antara warga dengan manajemen perusahaan yang sempat menghebohkan sejagat raya.

Kepala Desa Betung Darman mengaku sebelumnya pihaknya telah memberitahukan secara tertulis kepada pihak manajemen perusahaan PT Musim Mas agar menghentikan segala kegiatan pengerjaan di lahan kebun sawit di luar HGU/IUP PT Musim Mas, dan upaya penyelesaian hukum pun di tempuh.

Di samping itu sorotan terhadap perusahaan PT Musim Mas sempat terjadi tentang kerusakan lingkungan khususnya di pinggiran Sungai Napu. Melalui tokoh masyarakat, Rusli, minta perusahaan dapat melakukan perbaikan dengan menanam kembali pinggiran Sungai Napu di Desa Pesaguan, Kecamatan Pangkalan Lesung, Pelalawan, Riau. 

"Perbaikan reboisasi pinggir sungai besar di Pangkalan Lesung yaitu Sungai Napu yang sempat di pinggir sungai itu di tanam sawit. Pinggir sungai besar yang melewati kampung kami ditanam sawit oleh perusahaan, kita minta pinggir sungai itu dihijaukan kembali," kata Rusli di depan awak media beberapa waktu lalu.  

Di pinggir Sungai Napu telah di replanting perusahaan, namun bukan ditanam kayu malah PT Musim Mas kini menanam sawit kembali. Menurut keterangan Rusli, dirinya saat melewati pinggir sungai menggunakan kapal pompong yang juga merupakan jalur transportasi nelayan terlihat sawit perusahaan berada di pinggir sungai.

Tanam Sawit di Pinggir Sungai Menyalahi Aturan

Peristiwa adanya pohon sawit di pinggir sungai dianggap merupakan kejahatan sebagai perusak lingkungan. Made Ali, Koordiantor Jikalahari dalam pembicaraannya di salah satu kafe di Pekanbaru Riau menjelaskan, Peraturan Pemerintah (PP) No 38 Tahun 2011 tentang Sempadan Sungai harus ada buffer zone-nya atau hutan penyangga.

"Daerah Aliran Sungai (DAS) tidak boleh ditanam Sawit," kata Made Ali.

Menurutnya, pelanggaran menanam sawit atau tumbuh-tumbuhan yang menyerap air di daerah buffer zone (penyangga) harus sesuai dengan sempadan sungai sudah diatur dalam PP tersebut yakni 100 meter untuk sungai besar dan 50 meter untuk sungai kecil. Dikatakannya, perusahaan perkebunan kelapa sawit masih banyak tidak mengindahkan UU yang ditetapkan Pemerintah. Ia melihat perusahaan perkebunan kelapa sawit di Pelalawan masih menanam sawit di pinggir sungai. Ia berharap sebaiknya perusahaan tersebut menanam tumbuhan-tumbuhan yang bisa menyimpan air dan bisa jadi penyangga di pinggir sungai.

Tumbuh-tumbuhan kayu yang berakar tunggang lebih baik lagi kalau tumbuh-tumbuhan buah-buahan yang ditanam.

"Kalau kelapa sawit yang ditanam tentu tumbuh subur karena banyak menyerap air. Sawit suka air, dia bukan menyimpan tapi menyerap. Ini mengakibatkan daerah setempat ketika menghadapi musim penghujan kerap terjadi banjir, dan disaat kemarau akan terjadi kekeringan," ulasnya.

Menurutnya, ada puluhan ribu hektare lahan perkebunan kelapa sawit yang ditanam di Kabupaten Pelalawan. 

"Mungkin ada ribuan bantaran sungai ditanam sawit. Ini terang menyalahi aturan, karena lahan itu merupakan bantaran sungai yang dilarang ditanam sawit, perusahaan harus ikut aturan sesuai ketentuan rencana tata ruang yang hingga saat ini masih berlaku," sebutnya.

Di satu sisi Jikalahari menilai, pihak berkompeten seharusnya dapat menertibkan sesuai PP tersebut. Peran pemerintah Pelalawan sangat diharapkan karena persoalan perusahaan perkebunan di daerah banyak memicu konflik, mulai dari sengketa lahan, Amdal dan tidak mematuhi PP Nomor 38 Tahun 2011.

Di tempat terpisah sebelumnya Sekretaris Indonesia Duta Lingkungan Hidup (IDLH), Suswanto SSos pada media sudah menjelaskan bahwa normalisasi sungai di area HGU Musim Mas sudah sesuai aturan. Kegiatan normalisasi Sungai Sinduan, misalnya, yang dalam area Hak Guna Usaha (HGU) PT Musim Mas di wilayah Kelurahan Pangkalan Lesung, Kecamatan Pangkalan Lesung, Kabupaten Pelalawan dinyatakan telah sesuai aturan.

Normalisasi sungai tidak menjadi permasalahan, kata dia, sepanjang sesuai dengan aturan yang berlaku dan menjadi kewajiban perusahaan agar sungai berfungsi baik. Dia juga menyebutkan kegiatan normalisasi Sungai Sinduan sesuai aturan mengingat kondisi sungai sudah tertutup tanaman liar dan banyaknya sampah serta kayu yang melintang.

"Setahu saya kegiatan normalisasi Sungai Sinduan juga sudah ada koordinasi dengan Lurah setempat dan sudah ada surat pernyataan kesanggupan pengelola lingkungan hidup dari dinas terkait. Artinya, Musim Mas sudah menjalankan prosedur dan aturan yang berlaku," katanya.

Tudingan pada PT Musim Mas melakukan pengrusakan lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) di antaranya Sungai Napuh, Sinduan, Mengkarai, Pantan, Pelintai dan Empang, Suswanto mengatakan, penanaman kelapa sawit di pinggir sungai jauh sebelum aturan keluar.

"Musim Mas sudah melakukan penanaman pohon di sepanjang DAS serta tidak melakukan perawatan dan pemanenan kelapa sawit yang terlanjur ditanam di pinggir sungai," ujarnya.

Perusahaan sudah berkomitmen melestarikan sempadan sungai yang dibuktikan dengan adanya MoU antara manajemen PT Musim Mas dengan Pemerintah Daerah (Pemda) melalui Dinas Perkebunan (Disbun) Kabupaten Pelalawan sejak 2009 lalu. 

"Saya kira tudingan pengrusakan lingkungan dan DAS oleh Musim Mas adalah hal yang tidak mendasar. Karena memang mereka sudah melakukan upaya perbaikan dan pengelolaan lingkungan dengan penanaman pohon dan kita berharap hal ini dapat terus dilakukan," jelasnya.

Pelopor Bangsa Mengadu ke MenLHK

Belum tuntasnya soal tumpang tindih lahan dan terjadinya perusakan lingkungan, PT MUsim Mas kembali diterpa isu tentang Peraturan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Melalui Ketua DPD Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pelopor Bangsa Ir MH Panjaitan meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar agar segera turun tangan mengatasi persoalan dan memanggil pihak perusahan yang dinilai mengangkangi UU No 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. Ir MH Panjaitan mengungkapkan soal PPLH masalah serius.

"Warga sekitar sudah puluhan tahun mengalami ketidakadilan dilakukan perusahaan dan semenjak buka lahan kebun kelapa sawit, dengan terkaitnya pelanggaran PPLH, pihak perusahaan menanami di sepanjang pinggir sungai besar dan pinggir anak sungai kecil areal di Desa Air Hitam," ungkapnya.

Pelopor Bangsa berencana juga akan melaporkan pada Kejaksaan Tinggi Riau dan sekalian buat tembusan Bapak Presiden Republik Indonesia. Menurutnya, PPLH sesuai UU No 32 Tahun 2009 pasal 1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pinggir (tunggul) anak sungai dilakukan padahal perusahaan perkebunan tidak di perbolehkan menanami sawit sepanjang pinggir anak sungai dengan jarak 50 meter, demikian juga sungai besar pinggir (tunggul) jarak 100 meter juga tidak diperbolehkan ditanami.

Pelopor Bangsa sudah melakukan investigasi di lapangan dan terlihat kelapa sawit yang ditanami terdapat dalam areal kebun sawit yang tidak dapat dijangkau oleh orang, yakni: semua pinggir sepanjang sungai kecil air hitam dan maupun sungai besarnya di tanami kelapa sawit, tuturnya.

Menurutnya, bila diperhitungkan sungai besar dan anak sungai kecil yang di tanami kelapa sawit oleh pihak perusahaan di sepanjang sungai besar dan anak sungai kecil ada lebih kurang 8.000. (delapan ribu) meter, sementara sungai besar lebih kurang 3.000 meter, dan anak sungai kecil 5.000 meter.

"Dalam pelanggaran PPLH ini, kerugian negara berkisar lebih kurang miliaran rupiah selama puluhan tahun yang di kuasai Musim Mas," terangnya.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Napuh di Kabupaten Pelalawan Riau mengecil, akibat dari penanaman pohon kelapa sawit milik perkebunan PT Musim Mas (PT MM) di Pelalawan, Riau.

Sebelumnya, DPRD Kabupaten Pelalawan Riau telah mendapatkan laporan dari masyarakat Pangkalan Lesung Kabupaten Pelalawan tentang Daerah Tangkapan Air (DTA) hilang. Anak sungai di dalam hutan alam menjadi sorotan warga desa yang hutan alamnya sudah digantikan tanaman sawit.

"Kita telah meninjau lokasi, namun untuk melakukan pembongkaran seluruh pohon kelapa sawit di DAS Sungai Napuh tidak efisien," kata Afrizal M, masa itu menjembatani sebagai anggota Komisi II DPRD Pelalawan.

Afrizal mengaku DPRD telah memanggil perusahaan dan dilakukan hearing (tatap muka). Intinya perusahaan PT Musim Mas diminta mengembalikan DAS Sungai Napuh ke ekosistem sedia kala, cabut sawitnya dan hutankan kembali dengan tanaman hutan alam. PT Musim Mas juga di hearing oleh Komisi I DPRD Pelalawan membahas persoalan tenaga kerja, dipimpin Ketua Komisi I DPRD Pelalawan, Eka Putra, didampingi Abdullah, Rinto dan Faizal.

Perusahaan diketahui juga melakukan penanaman baru kelapa sawit di lahan gambut di dua wilayah Kecamatan, yaitu Pangkalan Lesung dan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan. Tentang persoalan ini yang diduga telah melakukan pelanggaran-pelanggaran yang tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : P.10/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/3/2019 tentang Penentuan, Penetapan dan Pengelolaan Puncak Kubah Gambut Berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG).

Terkait itu, Manager Humas PT Musim Mas, Ibrahin telah membantah dan menjelaskan pada media bahwa penanaman di lahan gambut yang direplanting, sudah sesuai dengan prosedur. Pembuatan beberapa parit cacing/drainase di asetiap blok kebun perusahaan sudah sesuai aturan.

"Tidak ada lagi masalah," ungkapnya. 

Menurutnya, seluruh sarana prasarana dan fasilitas pemantau kebakaran di PT Musim Mas sudah lengkap, perumahan karyawan sudah dipindah dan dibangun. Begitupun soal DAS Mengkarai baik sepanjang aliran anak sungai sudah dibenahi tata lingkungannya dengan ditanami pohon untuk penghijauan kembali, terkecuali pinggir sungai yang melintasi jalan umum.

Menyinggung pengolahan lahan gambut di areal perkebunan kelapa sawit (Peraturan Menteri RI No. 57 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Permen No. 71 Tahun 2014 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistim Gambut), menurut Ibrahim, konsesi HGU lahan perkebunan perusahaan memiliki luas kurang lebih 30 ribu hektare, dan memiliki dua pabrik atau dua PKS (pabrik kelapa sawit) sudah mengikuti aturan itu. Di lahan HGU perkebunan perusahaan di dalamnya juga disediakan lahan konservasi untuk menjaga kelestarian kelangsungan kehidupan satwa liar. Perusahaan juga menyediakan lahan plasma atau pola KKPA yang diperuntukkan kepada masyarakat Kecamatan Pangkalan Kuras dan masyarakat Pangkalan Lesung. (*/di)