Kolintang Asal Sulut Terus Diperjuangkan ke UNESCO

Sabtu, 27 Maret 2021 - 08:02:37 WIB

Jakarta, Detak Indonesia--Forum seminar Kolintang Goes to Unesco sepakat mendukung Alat Musik Kolintang Kayu (AMKK) sebagai warisan budaya tak benda milik Indonesia, dapat dipilih dan dipersembahkan menjadi warisan yang berharga bagi dunia pada tahun 2023 di UNESCO.

Hal ini disampaikan para panelis pada seminar secara offline dan online Kolintang Goes to Unesco yang dilaksanakan Persatuan Insan Kolintang Nasional (PINKAN) Indonesia berkerja sama dengan Radio Republik Indonesia (RRI), di Auditorium RRI, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis sore (25/3/2021). 

Hadir sebagai pembicara/panelis penting antara lain, Prof Ir Wiendu Nuryanti (Budayawan), Judi Wahyudin Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan Kemendikbud, Laksamana TNI (Purn) Prof Dr Marsetio (Pembina Pinkan Indonesia), dan Joune JE Ganda SE (Ketua DPD Pinkan Indonesia Provinsi Sulawesi Utara). Turut hadir memberi support Penny Iriana Marsetio, Mayjen Hendarji, Ronny F Sompie juga segenap stakeholder RRI dan pengurus Pinkan Indonesia.

Menurut Ketua Harian PINKAN, Dr (Cand) Drs Jopie JA Rory SH MH, seminar yang mengangkat tema “Ansambel Musik Kolintang Kayu Asli Minahasa Dipersembahkan Sulawesi Utara untuk Dunia” ini bermaksud mensupport alat musik kolintang agar dapat dicatatkan sebagai “Warisan Budaya tak Benda” asal Indonesia pada badan PBB di bidang Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan atau United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco).

Pembicara pertama, Judi Wahjudin SS MHum, Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan menekankan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sangat mengapresiasi usaha ini. 

“Terkait dengan kolintang bukan rahasia umum. Warisan ini sangat punya valeu lintas budaya. Secara nilai budaya adalah milik Indonesia. Apa bila sudah lengkap (secara data) kita gelorakan. Kemendikbud secara vasilisator mendukung upaya masyarakat ini,” ujarnya.

Sementara Laksamana TNI (Purn.) Prof Dr Marsetio SIP MM, Pembina Pinkan menyampaikan apresiasi kepada RRI atas inisiatif melaksanakan seminar ini. 

“Kehadiran kita sore ini dalam rangka upaya kita memperjuangkan kolintang agar diakui dunia. Bahwa alat musik tak berbenda ini bisa diakui sebagai warisan budaya,” kata mantan KASAL ini.

Berkaitan dengan itu, tambahnya, Pinkan tak bisa jalan sendiri. Harus saling menopang. Pinkan sudah berjuang kurang lebih tiga tahun. Pinkan sudah mengenalkan musik kolintang dalam acara-acara penyambutan tamu-tamu di bandara dan tempat resmi lainnya, agar masyarakat luas mengenal lebih dekat musik tersebut.

Selama kurang lebih tiga tahun Pinkan tidak pernah berhenti, melakukan kunjungan ke luar negeri mempromosikan dan mengenalkan kolintang dimata dunia, di antaranya Moskow, Belanda juga Jepang.

“Kini kita berpacu dengan waktu. Beberapa waktu belakangan ini ada sejumlah negara mulai mengklaim juga bahwa kolintang milik mereka. Jadi, kita harus terus berupaya agar warisan budaya tak benda ini, tidak diambil negara lain. Bahwa warisan budaya ini milik Sulut yang telah diakui Negara dan diharapkan juga diakui dunia,” ujar Marsetio.

Marsetio juga berharap agar Kemendikbud lebih aktif. Pihaknya juga akan terus berusaha keras melakukan sosialisasi, termasuk menyumbang satu set alat musik kolintang ke beberapa lembaga/kemnterin negara, kantor kedutaan besar dalam dan luar negeri, juga melakukan diskusi, seminar, dan FGD. 

“Semuanya ini dilakukan agar bisa tercipta gol, Kolintang tercatatkan sebagai warisan budaya tak benda milik kita,” harapnya.

Sisi lain, Joune JE Ganda, Ketua DPD Pinkan Sulawesi Utara berharap dukungan ini tidak kendor. Propinsi Sulawesi Utara kini melakukan beberapa hal untuk lebih memasyarakatkan kolintang, diantaranya menghadirkn Kampung Kolintang di Lembean Minahasa Utara.  Di Kabupaten Minahasa, sedang disiapkan recruitment, mulai dari pelatih, pemain, dan pembuat musik kolintang. 

“Kita juga sudah mulai bekerja sama dengan Universitas Manado untuk menyiapkan kurikulum muatan lokal untuk SD/SMP agar upaya mewariskan kolintang kepada genetasi turun-temurun dapat berkesinambungan. Kita juga mengusahakan membuat museum kolintang. Semua ini kita lakukan sebagai bentuk melestarikan kolintang dan merupakan bagian dari usaha menuju Unesco,” jelas Bupati Minahasa Utara ini.

Apresiasi bagi Pinkan
Pada bagian lain, Prof Ir Wiendu Nuryanti M Arch PhD, Ketua Tim Pengembangan Rencana Induk Nasional 15 untuk Pengembangan Pariwisata dan Pengembangan Budaya untuk Indonesia (2010-2025) secara virtual memberi apresiasi terhadap semua upaya yang telah dilakukan, terutama oleh Pinkan yang tiada henti melakukan berbagai program Kolintang Goes to Unesco.

Hanya saja, Budayawan asal Jogja ini menitipkan dua hal yang harus diperkuat agar rencana mulia ini dapat terwujud. Pertama, kolintang harus mengakar pada komunitas, bisa hidup pada masyarakat dan tradisi masyarakat terus dilestarikan.

Kedua, kolintang harus ditransformasikan kepada generasi muda. Bisa masuk dalam kurikulum, terus dikenalkan dengan mendukung pendirian semacam padepokan. 

“Jadi, tidak sekedar mempromosikan, tapi harus menjadi bagian hidup masyarakat. Diusahakan punya kelompok milenial, termasuk lagu-lagunya, agar yang lagi tren bisa dimainkan oleh musik ini,” pungkasnya.

Sejalan dengan ini, Jamal Nasir, Dubes Pakistan untuk Indonesia, berharap Goes to Unesco berjalan baik. Kolintang adalah contoh produk budaya yang luar biasa. Pihaknya sangat mendukung usaha warisan tak benda kolintang ini mendunia. Hanya harus dijaga agar generasi turun-temurun tetap memiliki motivasi yang sama.

“Selamat bagi Sulawesi Utara yang tetap mempertahankan tradisi ini,” demikian Jamal Nasir.

Namun bagi Moi Chiba, Unesco Jakarta, semangat saja tidak cukup, tapi bagaimana meyakinkan dunia juga Unesco bahwa warisan budaya tak benda ini benar milik masyarakat Indonesia.

Ia menyampaikan, Unesco menyadari bahwa warisan kolintang milik masyarakat. Olehnya pencalonan kolintang ke Unesco hendaknya dilakukan oleh masyarakat sendiri, bukan dari politisi atau elit politik, melainkan praktisioner.

“Untuk itu siapa yang menjadi praktisioner, tentu masyarakat yang memainkan alat itu sendiri. Indonesia tak bisa mengklaim kolintang adalah milik bangsa Indonesia, karena budaya ini terus berkembang ke seluruh dunia. Kemendikbud melalui direktorat kebudayaan dapat melakukan upaya ini untuk memfasilitasi pendaftaran ke Unesco,” terangnya.

Sementara itu, Patricia Mawitjere SS MAP, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara menjelaskan, Pemprov Sulut sendiri sangat antusias mendukung upaya tersebut. Tanggal 21 April 2019, Gubernur Sulut, Olly Dondokambey, telah mengeluarkan surat keputusan Penetapan Tim Pendukung dan Komunitas Pendukung Pengusulan Ansambel Musik Kolintang ke Unesco. Tim beranggotakan 18 orang berasal dari pejabat struktural Pemprov Sulut, Dewan Kesenian Daerah, Praktisi, Akademisi dan Komunitas Kolintang. Beberapa nama dalam tim tersebut berasal dari Pinkan Indonesia.

Ditambahkannya, bahwa Pemerintah Propinsi Sulut akan tetap berusaha memberikan semangat, khsusnya kepada komunitas kolintang agar tidak kendor membawa kolintang ke Unesco.

“Pemprov Sulut, melalui Dinas Kebudayaan, telah memasukkan Kolintang Goes to Unesco ke dalam program prioritas,” ujarnya.

Selain membawa kolintang ke tingkat dunia, Patricia berharap, kolintang benar-benar menjadi ciri khas Sulut. 

“Ke depan, saya  punya kerinduan, setiap orang datang ke Sulawesi Utara, mereka sangat merasakan bahwa ini sangat Sulut, tentu salah satunya dengan kehadiran kolintang. Seperti kalau ke Bali, bahwa itu nuansa Bali sangat dirasakan. Begitupun ketika kita berkunjung ke Jogja, Jogja banget-nya terasa. Semoga nanti, dengan berkumandanya kolintang, akan ada rasa  Sulut banget di manapun kita berada,” harap Patricia Mawitjere.

Sedang Lis Purnomo Yusgiantoro, Ketua Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) melalui virtual, mengatakan, dengan diselenggarakan seminar ini, akan lebih mengukuhkan perjuangan mendukung keinginan Kolintang Goes To Unesco.

“Saya mengajak semua pihak agar mendukung warisan budaya tak benda,” ujar Lies Purnomo Yusgiantoro.

Keberadan PYC sendiri sangat mendukung penuh upaya Pinkan Indonesia menjadikan alat musik ansambel kolintang dari Minahasa Sulawesi Utara, Indonesia sebagai warisan budaya tak benda Unesco.

Untuk itu, PYC bersama dengan Pinkan Indonesia aktif menampilkan kolintang antara lain di Sydney Opera House Australia; di New Jersey, PBB dan Smithsonian Amerika; di Imperial Hotel Tokyo dalam rangka 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia – Jepang; dan Pagelaran kesenian Nusantara bersama dengan Jaya Suprana School of Performing Arts di KBRI Bangkok. (rls/pinkan)