Percepatan Peremajaan Sawit Rakyat di Riau Dihadang Masalah Lagi !

Ahad, 04 April 2021 - 12:13:44 WIB

Diskusi Publik Ketahanan Pangan menghadirkan Ketum DPP APPI Alexander Pranoto, Komunikolog Indonesia DR Emrus Sihombing, dan moderator tokoh pers Drs Wahyudi El Panggabean MH di Sekretariat DPP APPI Jalan Uka ujung Rimbopanjang, Kecamatan Tambang, Kampar,

Pekanbaru, Detak Indonesia--Proyek Strategis Nasional (PSN) program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) akhir-akhir ini dihadang masalah lagi. 

Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Pewarta Pertanian (DPP APPI) Alexander Pranoto, ada beberapa kendala yang menghambat percepatan program peremajaan sawit rakyat tersebut. 

Antara lain pertama masalah kebun sawit petani yang sudah tua yang tak produktif lagi banyak berada dalam kawasan hutan. Sehingga tidak dapat masuk dalam program PSR Pemerintah. 

Masalah kedua yang dihadapi di lapangan yaitu birokrasi yang mempernjang proses administrasi di kabupaten yang tak sesuai dengan aturan BPDPKS pusat. 

Masalah ketiga, adanya kendala pengkondisian dipermasalahkan berdasarkan pesanan sehingga aparat tertentu melakukan pemeriksaan pekerjaan peremajaan sawit rakyat tersebut. Padahal belum ada temuan BPK, namun aparat melakukan pemeriksaan. 

Hal ini diungkapkan Ketum APPI Alexander Pranoto saat berlangsung acara Diskusi Publik "Ketahanan Pangan" menghadirkan Ketum DPP APPI Alexander Pranoto, Komunikolog Indonesia DR Emrus Sihombing, dan moderator tokoh pers Drs Wahyudi El Panggabean MH di Sekretariat DPP APPI Jalan Uka ujung Rimbopanjang, Kecamatan Tambang, Kampar, Riau, Sabtu (3/4/2021). Hadir juga Prof Ashaluddin Jalil MS. 

Sebelumnya dalam bincang-bincang lepas di luar acara itu,  menurut Alex pengusaha mitra petani sawit di bidang PSR itu menegaskan bahwa percepatan PSR perlu digesa,  karena banyak tanaman sawit petani yang sudah tua baik di Riau,  Sumbar,  Sumut, Jambi, dan lain-lain dan perlu segera diremajakan agar petani sawit nantinya sejahtera. 

"Kalau tidak segera diremajakan, akan terjadi penurunan produksi Nasional TBS sawit dan tururunannya seperti CPO dan lain-lain, lima tahun mendatang, dan akan terjadi krisis kesejahteraan petani. Makanya perlu percepatan PSR demi kepentingan Nasional, agar petani sejahtera dengan bibit unggul,  tak ada birokrasi Pemkab yang tak sesuai aturan BPDPKS," tegas Alex. 

Menanggapi hal ini peserta diskusi publik ada yang mengingatkan kembali, kembali merilis tentang Diskresi Presiden kepada Kejagung dan Polri. Diskresi Presiden Joko Widodo itu antara lain menginstruksi apabila ada dugaan pelanggaran hukum/korupsi agar didahului dengan hasil audit BPK. Jika ada temuan, maka diminta pengembalian dugaan kerugian negara dalam tempo 60 hari. Jika tidak ada i'tikat baik untuk mengembalikan dugaan kerugian negara, maka kasusnya dilimpahkan ke aparat penegak hukum misalnya jaksa dan kepolisian. 

Menanggapi hal ini, Komunikolog Nasional DR Emrus Sihombing menjelaskan aparat hukum memang memiliki wewenang dan tugas untuk melaksanakan penyelidikan dan penyidikannya. Hal ini tidak bisa dihalangi

"Tapi seperti misalnya ada laporan masyarakat yang kategori pesanan dan ditargetkan oleh aparat, nah hal ini perlu dipertanyakan niat oknum aparat jaksa arau oknum polisinya. Sudah banyak oknum penegak hukum yang ditindak karena menyalahi prosedur," kata DR Emrus Sihombing Ketua Juru Bicara Sosialiasi UU Ciptaker itu. 

DR Emrus Sihombing menampung berbagai kendala permasalahan lambannya percepatan pembangunan ketahanan pangan antara lain yang berada di Provinsi Riau. Dia sudah keliling Indonesia bahkan sampai ke Papua baru-baru ini. Khusus berbagai masalah di Riau termasuk masalah kendala percepatan peremajaan sawit rakyat di Riau, pakar komunikasi Indonesia ini akan bawa masalah itu ke Jakarta akan dilaporkan ke Kajagung,  Kapolri, Menteri Pertanian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Koperasi, dan Presiden Joko Widodo. 

Seperti diberitakan, bahwa program PSR di Riau untuk 2021 seluas 180.000 hektare. Pemerintah melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Pusat sejak 2020 lalu hingga 2021 ini telah menyediakan dana peremajaan sawit petani mandiri Rp30 juta/hektare. Maksimal yang daoat dibantu adalah seluas 4 hektare dengan syarat administrasi antara lain ada KTP petaninya, ada surat-surat kepemilikan tanah kebun sawitnya (SKT, SKGR, sertifikat), lahan tidak masuk dalam kawasan hutan. Sebelum tahun 2020 bantuan dana hibah PSR dari Pemerintah itu dibawah Rp30 juta/hektare yakni sebelumnya Rp25 juta/hektare. (azf)