Massa AMPeR di Kejati Riau Sampaikan Diskresi Presiden Jokowi

Jumat, 23 April 2021 - 12:50:29 WIB

Presiden Jokowi memberi pengarahan kepada Kepala Kepolisian Daerah dan Kepala Kejaksaan Tinggi, di Istana Negara Jakarta, Selasa (19/7/2016). (Foto dokumen Biro Pers Sekretariat Kepresidenan) 

Pekanbaru, Detak Indonesia--Koordinator Lapangan (Korlap) Aliansi Mahasiswa Peduli Petani Riau (AMPeR) Nur Latif dan Koordinator Umum AMPeR Tengku Gusri mengingatkan pihak kejaksaan tentang lima point diskresi Presiden Jokowi tentang dugaan korupsi. 

Hal ini disampaikan massa AMPeR saat menyampaikan aspirasinya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau di Pekanbaru Kamis (22/4/2021) terkait pemanggilan petani peserta Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Kabupaten Kuansing Riau oleh Kejari Kuansing baru-baru ini. 

Sejumlah petani peserta PSR dimintai keterangan Kejari Kuansing tentang dugaan korupsi. Sedangkan PSR sedang berjalan sedang dikerjakan sampai batas waktu Juni 2021. Tapi sudah dilakukan pemanggilan dan penyelidikan oleh pihak Kejari Kuansing. Belum ada temuan hasil audit BPK tentang dugaan korupsi, tapi pihak Kejari Kuansing Riau sudah melakukan pemanggilan sehingga petani takut dan ada yang mundur. Hal ini kata Nur Latif menghambat percepatan PSR yang menjadi Program Strategis Nasional (PSN) yang salah satunya jadi perhatian besar Presiden Joko Widodo. 

Menurut Korlap AMPeR Nur Latif,  Presiden Joko Widodo menginstruksikan lima hal penting terkait larangan kriminalisasi terhadap kebijakan pemerintah. Instruksi ini ditujukan kepada seluruh jajaran penegak hukum, yakni Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan.  

Jokowi mengatakan lima instruksi ini bertujuan untuk mendukung pelaksanaan terobosan-terobosan dalam bidang ekonomi seperti kebijakan pengampunan pajak dan deregulasi peraturan. Serta kebijakan di bidang lain yang sebelumnya telah dikeluarkan pemerintah.

"Pemerintah sudah pontang-panting melakukan terobosan baik deregulasi ekonomi, terobosan amnesti pajak, segala jurus dikeluarkan. Tapi kalau tidak didukung dengan yang ada di jajaran daerah, baik di pemerintah daerah, jajaran Kejati, Polresta, Polda, ya tidak jalan," kata Jokowi saat memberikan pengarahan kepada Kepala Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (19/7/2016).

Instruksi pertama, adalah mengenai kebijakan diskresi atau keputusan yang diambil para pejabat pemerintah. Jokowi melarang para penegak hukum untuk memperkarakan secara pidana kebijakan diskresi tersebut.

Kedua, sama seperti yang pernah disampaikan sebelumnya, bahwa segala tindakan administrasi pemerintah juga tidak boleh dipidanakan. "Tolong dibedakan, mana yang mencuri dan mana yang administrasi. Saya kira aturannya sudah jelas mana yang pengembalian mana yang tidak," ujarnya.

Ketiga, mengenai temuan kerugian negara yang dinyatakan dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lembaga pemerintah yang terlibat harus diberikan waktu selama 60 hari untuk menjawab dan mengklarifikasi hasil temuan tersebut.

Keempat, Jokowi memperingatkan bahwa setiap data mengenai kerugian negara harus konkret dan tidak boleh mengada-ada. 

Instruksi Kelima, mengenai larangan untuk tidak menyebarluaskan tuduhan yang belum terbukti dan belum masuk proses hukum.

Para penegak hukum tidak boleh mengekspos segala kasus yang sedang ditanganinya kepada media massa, sebelum ada penuntutan. "Bagaimana kalau seandainya terbukti tidak bersalah?" tanya Jokowi.

Instruksi ini sebenarnya sudah pernah disampaikan Jokowi pada tahun 2015 lalu di Bogor, Jawa Barat. Presiden kembali mengundang Kapolda dan Kajati untuk mengevaluasi hal ini.

Selama ini Jokowi mengaku masih sering mendengar ada tindakan dari penegak hukum yang belum sesuai dengan instruksi tersebut. Dia pun banyak mendapat keluhan dari para kepala pemerintahan di daerah terkkait hal ini.

Presiden mengingatkan agar apa yang disampaikan betul-betul menjadi perhatian. Jika tidak hal ini akan menjadi salah satu penghambat program pembangunan yang sedang digalakkan pemerintah. 

“Pemerintah harus mengawal pembangunan ini dengan sebaik-baiknya di kabupaten, kota, provinsi termasuk di pusat,” kata Jokowi. 

Sementara Kajati Riau DR Jaja Subagja SH melalui Kasi Penkum Muspidauan SH MH kepada wartawan menjelaskan bahwa pihak Kejari Kuansing memiliki wewenang melakukan penyelidikan tindakan yang dilakukan Kejari Kuansing sudah sesuai prosedur.

"Masalah itu kan sebenarnya ada laporan masyarakat. Justeru kalau laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti itu namanya melanggar hukum. Jadi hal ini sudah sesuai dengan tugas kejaksaan," kata Muspidauan. (*/di)