Program Peremajaan Sawit Rakyat, Penanganan Jangan Disamakan dengan APBN atau APBD

Ahad, 20 Juni 2021 - 07:54:54 WIB

Ketua Umum DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Dr cn Ir Gulat Manurung MP C APO bersama petani kelapa sawit. (ist)

Pekanbaru, Detak Indonesia -- Ketua Umum DPP APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Dr cn Ir Gulat Manurung MP C APO  meminta aparat hukum khususnya dari Kejaksaan supaya seselektif mungkin melakukan pemeriksaan terhadap Petani peserta PSR (Peremajaan Sawit Rakyat). Jika tetap polanya disamakan seperti APBN atau APBD maka dipastikan harapan target Presiden Jokowi tidak akan tercapai.

"Faktanya hampir di 22 Provinsi perwakilan DPW APKASINDO menjadi ketakutan, ya sudah banyak Petani penerima PSR takut untuk melanjutkan PSR yang sudah diterima atau Petani takut untuk mengusulkan permohonan menjadi peserta PSR demikian juga pihak Dinas Perkebunan Kabupaten Kota dan Provinsi, ini merupakan permasalahan serius, disaat Presiden Jokowi dengan sekuat tenaga berupaya untuk peningkatan capaian target PSR yang per tahun ini baru mencapai 44 persen dari total target 500.000 hektare dan tahun ini merupakan tahun terakhir, " ujar Gulat. 

"Sumber Dana PSR ini hasil gotong royong stakeholder sawit, termasuk Petani, ya benar kami menyumbang paling sedikit Rp362/Kg dari TBS kami, dan dana itu dikelola oleh BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit), semua dana itu berasal dari Pungutan Eksport (PE) CPO, beda dengan Bea Keluar (BK) eksport CPO yang untuk pendapatan negara," tambah gulat.

Dana PE tersebut filosofinya dari sawit ke sawit, salah satunya ya untuk Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), aparat harus melihat secara utuh mengenai dana PE ini, jangan sampai menimbulkan kegaduhan.

Minggu depan DPP APKASINDO akan Audiens ke Pak Muldoko selaku Ketua Dewan Pembina DPP APKASINDO untuk meminta arahan dan selanjutnya akan audiensi ke Kejagung yang didampingi Dewan Pembina DPP APKASINDO, kesamaan persepsi tentang PSR ini sangat penting dengan Bapak-Ibu yang di Kejagung. Selanjutnya akan ke BPDPKS dan Kementan, ini sangat penting.

DPP APKASINDO sangat menghormati dan memahami tugas APH (Aparat Penegak Hukum) dan ke depannya DPP APKASINDO akan meminta pendampingan dari APH supaya ke depannya perjalanan PSR ini lebih kencang.

"Ya kalau hanya kesalahan administrasi sebaiknya diserahkan saja ke Kementerian terkait supaya diperbaiki, jangan semuanya dianggap indikasi korupsi, namanyapun petani, kan sangat awam maka itu perlu didampingi, apalagi kalau sampai di BAP, 3 minggu pasti demam," ujar Gulat.

"Jika memang dana PSR tersebut disalahgunakan dan terbukti dari hasil Audit BPK, maka saya sendiri sebagai Ketua Umum DPP APKASINDO siap mengantar langsung oknum tersebut ke APH, itu komitmen kami DPP APKASINDO," ucap Gulat.

Jika ada kesalahan administrasi dan sebatas tata pelaksanaan, pembuatan jadwal pelaksanaan, Apkasindo siap lebih luas untuk membantu masyarakat petani atau Koperasi, Apkasindo itu tersebar di 144 Kabupaten Kota dari 22 DPW Provinsi, Apkasindo siap untuk itu.

"Jangan asal main panggil panggil dan periksa petani, jika seperti ini, gagal total Program strategis Pemerintah ini, Gagal Program Presiden Jokowi untuk masyarakat karena petani peserta replanting akan ketakutan dan mundur, karena masyarakat petani itu banyak awam tidak seperti kontraktor dana APBN yang sudah terbiasa dengan regulasi hukum, apalagi ini bukan APBN, wong duit kami sendiri kok, ya kami harus dibimbing, termasuk aspek hukum ini. Membujuk petani supaya mau ikut PSR itu bukan pekerjaan mudah, luar biasa susahnya, nah ketika petani mau ikut PSR ya seperti sekarang, akhirnya petani pada merajuk," jelas Gulat.

Lahan petani sawit itu sudahlah tua renta, bibitnya dulu gak jelas, jarak tanam salah, populasinya 60 persen di bawah normal, dan produktivitasnya hanya 40 persen dari seharusnya, maka itu Presiden meluncurkan Program PSR tanpa APBN. Jika Petani sawit sedikit yang ikut PSR, nantinya ini akan jadi beban pemerintah ke depannya, ya dari indikator produktivitas akan berdampak ke kesejahteraan petani sawit.

Gulat mengusulkan pihak BPDPKS dan Menteri Keuangan tambah saja lagi dewan pengawas di BPDPKS dari aparat penegak hukum (Kepolisian dan Kejaksaan), biar pendampingan langsung melekat di PSR ini, ini adalah bentuk komitmen Apkasindo mendukung kinerja APH.  

"Sekarang saya membaca dari media-media dan mendengar malah orang dari BPDPKS dan Ditjenbun pun sudah dipanggil oleh aparat penegak Hukum dari Kejaksaan, ini akan sangat merepotkan semua dan berujung mandeknya program PSR ini," jelas Gulat.  

Untuk meminimalisir kemungkinan penyimpangan penggunaan dana ini perlu segera dibuatkan standart RAB PSR secara rinci biar tak multi tafsir demikian juga standar acuan rekanan PSR, jadi yang mengerjakan PSR itu tak berasal dari kontraktor “jadi-jadian”, bukan asal asalan dari kontraktor tukang gali parit atau kabel, ditunjuk menjadi kontraktor PSR, itu tak akan nyambung dan gagal karena spesifikasi kontraktor gali kabel atau parit berbeda jauh dengan spesifikasi PSR. 

BPDPKS juga harusnya memiliki pegawai yang ahli sawit dan bukan ahli keuangan saja semuanya, ahli sawit bisa difungsikan untuk pengawas dan pembimbing di lapangan jangan bergantung ke Kementerian Pertanian, tak cukup Pegawai Kementan mengurusin PSR di seluruh Indonesia, kasihan petani kalau dikorbankan seperti saat ini jadi gaduh di 22 Provinsi Sawit.

Tujuan Pungutan Eksport yang Petani juga mempunyai andil, adalah sangat mulia, seperti Program B-30 (biodisesel), Beasiswa anak-buruh tani untuk kuliah di kampus vokasi sawit, bantuan sarana-prasarana pertanian, riset, kampanye sawit, peningkatan SDM Petani dan lain-lain. Itu Biosolar yang di SPBU itu hasil sumbangan Petani, kalau gak dibantu dari dana PE eksport CPO,  biodiesel (B30) yang di SPBU bisa-bisa Rp11.000/liter. 

"Kami dari APKASINDO mengajak semua APH untuk sama-sama mensukseskan Program Presiden Jokowi sektor PSR ini, PSR ini untuk masyarakat dan kepentingan Nasional," lanjut Gulat Manurung yang juga Ketua Bravo-5 Provinsi Riau (Relawan Jokowi).

"Masih banyak PR untuk mensukseskan sawit Indonesia sebagai tulang punggung ekonomi Indonesia dan penghasil devisa terbesar, seperti misalnya potongan timbangan TBS Petani di PKS-PKS, belum lagi masalah permainan timbangan di PKS yang tidak pernah ditera oleh pihak terkait, ini sudah jelas-jelas Pidana (penipuan ke petani sawit), ini lebih parah lagi dan bukan rahasia," ungkap Gulat. (*/di)