Praktisi Hukum ini Minta Kapolri Copot Kapolda Riau dan Kapolres Rohil

Jumat, 10 September 2021 - 12:04:08 WIB

Praktisi Hukum Jakarta Muhammad Zainuddin SH (kiri) dan Eclund Valeri Silaban SH MH Li MM (kanan). (Aznil Fajri/Detak Indonesia.co.id)

"Seindah Apapun Undang-undang dibuat DPR, kalau tidak ditegakkan dengan benar oleh Aparat Hukum, maka UU itu tidak ada artinya. (Praktisi hukum Jakarta, Muhammad Zainuddin SH)


Jakarta, Detak Indonesia--Sudah lebih dari sepekan kasus Rudianto Sianturi vs Teruna Sinulingga dkk bergulir.

Kendati kasus yang telah menjadi konsumsi publik, karena telah jatuhnya korban dan adanya ancaman bagi ratusan petani di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) Riau, tak membuat para pemimpin di Kepolisian memberikan perhatiannya sebagaimana diharapkan oleh anggota Komisi III DPR RI M Nasir Djamil SAg

Hal itu tertuju kepada Kapolda Riau dan Kapolres Rohil, yang dinilai cuek sekaligus buang badan atas permasalahan ini.

Jangan nanti ketika suasana sudah tak kondusif dan pecahnya bentrok antar masyarakat, baru Kapolda ataupun Kapolres unjuk gigi.

Kondisi tersebut menjadi buah keprihatinan dari para praktisi hukum di Jakarta.

Anggota Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan dari Fraksi PKS, Muhammad Nasir Djamil SAg

Praktisi hukum Muhammad Zainuddin SH, pria kelahiran Kabupaten Kampar, menganalisis sikap Kapolda Riau dan Kapolres Rohil sama sekali tidak menunjukkan peran dan tanggung jawabnya, bahwa Negara wajib hadir memberikan kenyamanan dan keadilan atas segala hal.

Sudah menjadi kewajiban Negara, memberikan kenyamanan dan rasa Adil bagi seluruh insan, termasuk bagi Rudianto Sianturi, seorang petani yang mewakili +-50 Kepala Keluarga (KK) yang berpotensi akan menjadi korban atas dugaan praktik haram kriminalisasi dan dugaan oersekongkolan jahat antara mafia tanah dengan oknum aparat.

Rudianto yang sejatinya memiliki surat-surat SKT yang jelas dan riwayat kepemilikan lahan yang telah diakui oleh mayoritas Pemerintah maupun masyarakat Desa Airhitam dan Kecamatan Pujud, sementara SKGR Teruna Sinulingga tidak ada tercatat dan tak ada arsipnya di kantor desa dan kecamatan, justeru sampai saat ini, Jum'at (10/9/2021) masih dikurung di sel Mapolres Rohil Riau di Ujungtanjung.

Kondisi seperti ini yang membuat keprihatinan oleh semua orang, termasuk praktisi hukum Jakarta Muhammad Zainuddin SH. Praktisi hukum ini sudah mendengar semua keluhan Bidan Tina isteri Rudianto yang ikut rombongan petani Airhitam menghadap anggota DPR RI.

Anggota DPR  RI Fraksi PKS Syahrul Aidy

Praktisi hukum ini juga mendengar pembicaraan Anggota DPR RI Syahrul Aidy dengan Kapolres Rohil dan Kajari Rohil saat praktisi hukum ini mendampingi isteri Rudianto mengadu ke anggota dewan itu. Kapolres Rohil bilang ke anggota dewan bahwa kasus Rudianto sudah P21. Lantas anggota dewan tanya langsung ke Kajari Rohil ternyata kasus Rudianto masih P19.

"Jadi Kapolres Rohil Riau ini pembohong besar. Kapolri agar mencopotnya dari jabatan Kapolres. Masak anggota Dewan terhormat dibohonginya," tegas praktisi hukum itu.

Bagaimana mau P21, SKGR Teruna Sinulingga saja yang dibela-bela mati-matian oleh Kapolres Rohil ini tidak ada tercatat tidak ada arsipnya di Kantor Camat Pujud dan Kantor Desa Airhitam. SKGR terbit 2009 saat kawasan itu berhutan lebat masih banyak kayu balak sebesar drum. Beberapa warga merasa dipalsukan tandatangannya di surat SKGR Teruna Sinulingga.

Bagi Zainuddin, alumnus jebolan Fakultas Hukum Universitas Jayabaya itu, bahwa sikap cuek, buang badan sekaligus anti kritik dari Kapolda Riau maupun Kapolres Rohil, dijawab dengan baik oleh Kapolri, yakni pencopotan dan nonjob bagi mereka berdua.

"Setelah kami pelajari dan cermati, kasus ini murni kriminalisasi. Kenapa justeru orang yang surat-surat dan legalitasnya jelas, justru di tahan di sel Polres Rohil serta kenapa orang yang melaporkan dan merasa jadi korban, justru surat-suratnya tak Ter-Registrasi di Kantor Camat Pujud dan Kantor Desa Airhitam itu. Ini maksudnya apa? Kok masalah keperdataan diseret dan dipaksa ke ranah pidana?!" tegas Zainuddin, dengan nada kesal.

Terpisah, praktisi hukum dari Kantor VDM & Partners Jakarta juga sampaikan komentarnya.

Menurut Eclund Valeri Silaban SH MH Li MM, bahwa kasus Rudianto sangat jelas dipaksakan.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu juga katakan, bahwa sejatinya kasus ini diduga bahagian dari praktik haram kriminalisasi dan diduga persekongkolan jahat antara kelompok Mafia Tanah dengan oknum.

"Sudah jelas terbukti, walaupun mereka merasa menang di Pengadilan sewaktu di Prapidkan, tapi nyatanya mereka justru terkesan membela kelompok Mafia Tanah. Ini bukti dan data yang mengatakan! Surat SKGR si Pelapor yang merasa jadi korban yang tak jelas dan tak diakui oleh Pemerintah setempat. Maling teriak maling!" kesal Eclund, seraya menunjukkan lembaran surat keterangan dari Desa Air Hitam dan Kantor Kecamatan Pujud.

Lain halnya dengan Deddi Harianto Lubis SH MH, Praktisi Hukum jebolan Fakultas Hukum Universitas Islam Riau, Pengacara sekaligus Politisi Partai NasDem itu melihat dari sisi Surat Panggilan.

Deddi katakan, bahwa perkara Rudianto dipermasalahkan sewaktu tahun 2016. Sementara surat Rudianto diterbitkan tahun 2012 dan Surat Teruna Sinulingga dkk di terbitkan tahun 2009. 

"Ada sesuatu yang aneh terhadap perkara ini. Polisi jangan salah langkah. Oknum mereka ini sudah terlalu banyak dicurigai masyarakat. Kalau bisa bekerjalah dengan amanah dan profesional," harap Deddi Harianto Lubis.

Sampai diterbitkan berita ini, menurut Aktivis Gamari Larshen Yunus laporan Pengaduan Masyarakat Petani Sawit di Pujud-Rohil telah disampaikan ke hadapan Meja Bapak Presiden RI dan Kapolri. Agar segera melakukan penyegaran di tingkat Mapolda Riau dan Mapolres Rohil.

Hal itu menurutnya wajib dilakukan, agar menjaga marwah Kepolisian. Jangan karena ulah Kapolda Riau maupun Kapolres Rohil yang tidak responsif, tidak mau menerima silaturahmi warga yang merasa dikriminalisai, tidak menjaga keberimbangan dan berpihak kepada satu masyarakat saja, tidak menegakkan kebenaran, institusi Polri jadi semakin buruk imejnya dimata masyarakat.

Sementara Kapolres Rohil AKBP Nurhadi Ismanto kepada anggota Dewan telah menjelaskan bahwa jajarannya melaksanakan tugas itu atas laporan masyarakat. Sesuai keputusan MA yang sudah inkrah bahwa Zamzami Kades Airhitam yang menerbitkan surat SKT Rudianto telah disanksi bersalah dan dihukum 6 bulan penjara. Ditindaklanjuti ke Rudianto yang menggunakan surat palsu makanya Rudianto ditahan.

Kapolres Rohil juga menjelaskan bahwa Teruna Sinulingga memiliki SKGR dan sudah membeli lahan di situ seharga Rp2 miliar tahun 2009.

Pernyataan Kapolres Rohil ini ditanggapi Praktisi Hukum Jakarta Muhammad Zainuddin SH. Disampaikan kepada anggota DPR RI Syahrul Aidy kata Muhammad Zainuddin SH bahwa tahun 2011 saat Rudianto imas tumbang dan beko lahan itu masih berhutan lebat. Kayu balak sebesar drum rumbuh di hutan Desa Airhitam Pujud itu dan belum ada tanda-tanda hutan ini dibuka Teruna Sinulingga cs.

Kalau dibilang Kapolres Rohil itu ada SKGR Teruna Sinulingga 2009 dibeli seharga Rp2 miliar padahal saat itu masih berhutan besar masih kewenangan Menteri LHK RI kawasan hutan kok bisa terbit SKGR Teruna Sinulingga diibaratkan praktisi hukum ini menjual dan membeli burung di udara padahal burung itu tidak bisa dikuasai karena bebas terbang di udara begitulah status hutan yang di SKGR kan dibeli Teruna Sinulingga.

Jadi SKGR yang terbit saat lahan masih hutan lebat itu aneh sekali. Sebagian besar masyarakat Airhitam Pujud bilang bahwa tahun 2011 itu masih berhutan lebat, kayu balak sebesar drum belum ada tanda-tanda imas tumbang beko seperti disampaikan saksi Teruna Sinulingga, Zaipul. Zaipul adik Plt Kades Airhitam Antan ini kata warga pembohong besar juga di depan hakim Andar Valeri SH sewaktu sidang Prapid kemarin di PN Rohil di Ujungtanjung. Si pembohong ini sebaiknya diberi sanksi hukuman setimpal. Karena mayoritas saksi masyarakat Airhitam bilang 2009 tidak ada tanda-tanda imas tumbang dan beko yang dilakukan masyarakat ataupun Teruna Sinulingga cs.(azf)