Pak Kajati! Tolong Kami, Temuan di DPRD Provinsi Riau Jadikan Role Model Penanganan Kasus Korupsi

Sabtu, 18 September 2021 - 10:26:53 WIB

Pelantikan 65 anggota DPRD Riau masa bakti 2019-2024 di DPRD Riau tahun 2019 lalu. (ist)

Pekanbaru, Detak Indonesia--Temuan masyarakat terkait dugaan potensi terjadinya praktik haram kasus tindak pidana korupsi di lingkungan DPRD Provinsi Riau menjadi sorotan aparat penegak hukum.

Hal itu wajib menjadi atensi pihak Kepolisian maupun Kejaksaan.

Pasalnya, temuan tersebut harus dijadikan Role Model dalam rangka pengusutan dan penanganan kasus korupsi.

Seperti yang disampaikan Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Riau, Larshen Yunus dan Muhammad Aji Panangi.

Bahwa selain menerima dan menuntut Hak atas Gaji (Uang Negara), sudah seharusnya kewajiban seorang Anggota Dewan ditunaikan sesuai peraturan yang telah disepakati bersama.

Peraturan yang dimaksud tertuang di dalam Tata Tertib (Tatib) DPRD Provinsi Riau.

Tatib itu bahagian dari Peraturan Daerah (Perda) yang disahkan melalui Rapat Paripurna.

Larshen Yunus melaporkan ke Kejati Riau Jumat (17/9/2021)

"Kalau Tatib saja sudah dilanggar, mau jadi apa Negeri ini? Mau kita bawa kemana Lembaga DPRD tersebut?" ungkap Aktivis Larshen Yunus.

Peneliti Senior Formappi Riau itu juga katakan, bahwa potensi terjadinya dugaan korupsi, ketika seseorang hanya menerima haknya tanpa menjalankan kewajibannya. Seperti yang diduga telah dilakukan H Sari Antoni SH.

Anggota Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) DPRD Provinsi Riau itu, selama ini hanya menerima haknya, gaji tiap bulan diterimanya. Tetapi kewajibannya sebagai Anggota Dewan justeru dilanggarnya, jarang masuk Kantor di DPRD Riau.

Pelanggaran tersebut berupa, bolos dan berturut-turut tidak mengikuti Rapat Paripurna. 

"Data yang sudah berhasil kami input dan yang paling parah terjadi di bulan September-Desember 2019. Dari 16 kali Rapat Paripurna, H Sari Antoni SH, hanya sekitar 9 kali mengikuti Rapat, itupun datangnya sudah terlambat.

Rapat Paripurna tahun 2020, mulai bulan Januari hingga bulan April, H Sari Antoni sama sekali tak pernah hadir, dari 6 kali pelaksanaan Rapat Paripurna.

M Aji Panangi juga resmi melaporkan ke Kejati Riau, Jumat (17/9/2021)

Masih ditahun yang sama, data dan bukti permulaan, hasil monitoring dan observasi para Peneliti Formappi Riau, menunjukkan bahwa di bulan Mei hingga bulan Agustus, H Sari Antoni hanya 1 kali hadir, dari 12 kali pelaksanaan Rapat Paripurna.

"Bapak ibu jangan salah faham dulu. Kasus ini murni untuk memperbaiki Negeri ini. Ini upaya kami sebagai anak bangsa, agar turut serta membangun Negeri lewat jalur pengawasan seperti ini," ungkap Larshen Yunus, yang juga menjabat sebagai Ketua PP GAMARI.

Larshen Yunus juga katakan, bahwa yang paling parah lagi, pihaknya menemukan data di bulan September-Desember 2020. Bahwa dari 22 kali pelaksanaan Rapat Paripurna, H Sari Antoni hanya 2 kali hadir.

Formappi Riau bekerjasama dengan Presidium Pusat GAMARI, yakni terkait pengumpulan data dan bukti-bukti permulaan.

Rapat Paripurna tahun 2021, mulai dari bulan Januari hingga kini, bulan September. Dari 13 kali Rapat Paripurna, H Sari Antoni hanya hadir 2 sampai 3 kali.

"Pokoknya mengenai Pak Haji Sari Antoni SH, Wallahuallamlah. Dulu juga dia begitu sewaktu menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Rokan Hulu (Rohul)," kesal Muhammad Aji Panangi.

Info yang lain, yang bersumber dari warga Pasir Pangaraian, Kota Tengah dan Gunung Tua. Bahwa H Sari Antoni SH juga diduga terkait kasus asusila dan penggunaan Ijazah palsu SMA/K, selain daripada kasus yang sempat heboh tempo lalu, yakni dugaan penggelapan dan atau penipuan uang koperasi di kebun milik PT Torganda.

Sampai diterbitkannya berita ini, ada banyak harapan dan permintaan dari masyarakat Riau, khususnya yang berdomisili di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul). Agar temuan kasus yang melibatkan H Sari Antoni SH, selaku Anggota DPRD Provinsi Riau segera ditindaklanjuti Kejati Riau atau Polda Riau.

"Ikhtiar kami hanya satu. Agar aparat Penegak Hukum, khususnya pihak Kejaksaan Tinggi Riau, berkenan menindaklanjuti seraya menyelidiki temuan ini. Pola-pola pengusutan dan penanganan dugaan kasus korupsi seperti ini harus jadi contoh. Seorang Pejabat yang hanya menerima hak tanpa menjalankan kewajibannya, sama dengan perbuatan melawan hukum. Apakah bapak Kajati Riau berani?!" tanya Aktivis Larshen Yunus, dengan nada optimis.

Terakhir, Yunus sapaan akrab Direktur Kantor Hukum Mediator dan Pendampingan Publik Satya Wicaksana itu lagi-lagi menegaskan agar temuan ini menjadi atensi pihak Kejaksaan Tinggi Riau maupun para Petinggi Partai Golkar.

"Apalagi beberapa bulan terakhir, kami melihat dan mencermati. Bapak Ketua Umum Partai Golkar sedang gencar-gencarnya melakukan sosialisasi di semua Baliho se-Indonesia. Bahasa dan ajakan yang positif selalu disampaikan, tetapi disisi lain kadernya berulah. Jangan gara-gara 1 atau 2 orang oknum partai, masyarakat justru semakin jijik dengan Partai Golkar," pungkasnya.

Yunus juga berharap dan dengan tegas mengatakan agar Sekwan DPRD Provinsi Riau tidak menutup-nutupi data terkait H Sari Antoni. Sampaikan aja kalau itu memang busuk. Semuanya sudah ter-registrasi. Arsip dan dokumentasi sudah jelas. H Sari Antoni tidak akan bisa lagi mengelak, sekalipun dengan alibi bekerja di masa Covid-19.

"Kalau ada yang mengatakan alasan ketidakhadiran H Sari Antoni itu karena masa Covid-19. Kami jawab aja dengan data dan fakta. Bahwa virtual atau zoom meeting itu wajib disertai dengan absen dan bukti kehadiran (wajah terlihat) sewaktu Rapat Paripurna. Jangan lagi berdalih! Kalau sudah berturut-turut tak ikut Rapat, sesuai dengan rujukan Tatib DPRD Provinsi Riau, maka wajib si oknum Anggota Dewan itu mendapatkan sanksi dan hukuman yang berat, PAW atau dipecat dari keanggotaan Partai," ungkap Aktivis Larshen Yunus dan Muhammad Aji Panangi, Peneliti Senior Formappi Riau. (*/di)