Mantan Manajer Operasional dan Umum BJB Pekanbaru Ngaco Berikan Keterangan

Selasa, 05 Oktober 2021 - 16:21:20 WIB

Pekanbaru, Detak Indonesia--Ketua Majelis Hakim Dahlan SH menyebut mantan Manajer Operasional dan Umum BJB Pekanbaru Soni Budi ngaco dalam memberikan keterangan.

Hal itu disampaikan majelis hakim, lantaran keterangan yang disampaikan Soni saat bersaksi dalam kasus dugaan pembobolan rekening nasabah BJB Pekanbaru Arif Budiman tidak logis.

“Bank kalau bisa tidak ada kesalahan dalam pencairan, itulah prinsip kehati-hatian. Kalau yang saudara sampaikan itu prinsip kecerobohan. Ngaco keterangan saudara ini. Mencatatnya pun malu kita,” ungkap majelis hakim mendengarkan keterangan dari saksi Soni dalam sidang terdakwa teller BJB Pekanbaru Tarry Dwi Cahya di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin 4 Oktober 2021.

Hakim mempertanyakan terkait kewenangan saksi dalam memverifikasi dokumen cek korban selaku nasabah yang diajukan terdakwa teller BJB Tari untuk diotorisasi proses pencairannya.

Di mana, dalam sembilan 9 cek yang bermasalah, empat di antara terdapat bubuhan paraf saksi. Dalam 9 cek yang bermasalah tersebut, terdapat dokumen cek yang tidak lengkap isinya, seperti tidak ada tanggal, tidak ada terbilang nominal yang dicairkan, perbedaan antara terbilang dan nominal yang dicairkan namun cek tersebut dapat diproses transaksi pencairannya.

Dalam kesaksiannya, saksi keukeuh menyebut kalau dirinya tidak punya kewenangan memverifikasi berkas dokumen cek yang diajukan teller. Dikatakan saksi, kewenangan verifikasi dokumen ada di teller.

“Kewenangan saya otorisasi saja pak hakim,” ujar saksi.

“Saksi tadi (Sri Nola) sebut punya kewenangan verifikasi. Saudara bilang tidak, beda-beda keterangan kalian. Sekarang saudara jujur saja, punya kewenangan ndak saudara verifikasi berdasarkan SOP. Tari ini kalau dalam catur adalah bidak, paling depan, paling bawah ini teller. Apa percaya kalian sama bidak? Percaya saja kalian dengan dokumen yang dimasukkan Tari? tanya hakim.

“Bank kan kepercayaan pak, saya percaya dengan staff,” jawab saksi spontan mengundang gelak tawa hakim dan hadirin di persidangan.

“Kami yang wajib percaya bank, makanya kami simpan uang di bank. Saudara tidak wajib percaya staf. Siapapun saksi dihadirkan di sini, salah keterangan saudara ini. Sepenuhnya percaya dengan Tari, tidak logis,” tegas hakim.

“Punya kewenangan tidak saudara verifikasi terkait dokumen ini? Bicara SOP kita,” tanya hakim lagi.

“Saya otorisasi pak, tidak ada kewenangan verifikasi,” keukeuh saksi.

“Siap-siap kau berikan keterangan palsu di persidangan. Saksi mengatakan tidak punya kewenangan verifikasi dokumen dan spesimen yang diajukan Tari ya,” geram hakim.

Hakim kemudian menyampaikan bahwasanya, kasus kejahatan perbankan itu terjadi tidak mungkin dilakukan satu orang, melainkan berjamaah.

“Menurut saya bank itu sistem pak, yang di atas tidak begitu saja percaya dengan yang di bawah. Untuk kebobolan uang di bank sulit pak, kecuali ada info dari orang dalam,” cecar hakim.

Hakim kemudian menanyakan perihal paraf saksi di cek yang dibubuhkan.
“Untuk paraf di cek itu kapan diberikan”? tanya hakim.

“Sore pak”. Jawab Soni.

“Orang terima uang duluan baru saksi paraf? Seperti itu ya?? Tanya hakim lagi.

“Iya pak,” jawab saksi.

“Benar yang saudara katakan ini? Saya saja yang bukan orang bank tidak setuju yang saudara sebutkan itu, hancur pak. Cuma berdasarkan pengajuan dari Tari. Betul ndak yang saudara bilang? tanya hakim lagi.

“Betul pak,” jawab Soni lagi.

“Dah hancur duluan bank baru Tari diperiksa. Bank kalau bisa tidak ada kesalahan dalam pencairan, itulah prinsip kehati-hatian. Yang saudara sampaikan itu prinsip kecerobohan,” jelasnya.

“Kalau saudara teliti, tidak akan terjadi kasus ini. Karena filter dari Tari ini saudara. Kalau saudara aminkan, inilah dia 9 cek kebobolan, yang tidak ada tanggal cair, tidak ada angka cair, tidak ada huruf cair. Berkaitan semua, satu saja tidak setuju putus dia. Kalau setuju semua habislah,” tegas hakim. (ads)