Kasus Kejahatan HAM PT Hutahaean, Aktivis GAMARI Tempuh Jalur Sidang PKPU

Kamis, 14 Oktober 2021 - 00:51:29 WIB

Labersa Waterpark milik PT Hutahaean di Riau akan dituntut dijalur PKPU dan finishnya akan dipailitkan dibangkrutkan karena perusahaan tidak membayar pesangon sekitar 40 eks karyawannya yang diberhentikan tahun 2017 dan 2019 lalu. (ist)

Pekanbaru, Detak Indonesia--Bertempat di Ruang Tunggu Bandara Sultan Syarif Kasim II Airport Pekanbaru, Rabu (13/10/2021) aktivis Presidium Pusat (PP) Gabungan Aksi Mahasiswa Alumni Riau (GAMARI) kembali memastikan, bahwa kasus kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM) yang diduga keras dilakukan PT Hutahaean terhadap lebih kurang 40 karyawan Labersa Waterpark Pekanbaru, Riau akan ditindaklanjuti ke arah yang lebih serius lagi.

Hal itu dilakukan, pasca putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru buntu, alias pihak perusahaan tak mengindahkan hasil sidang putusan tersebut.

"Bayangkan saja, putusan Pengadilan saja dilawannya, dilanggar Perusahaan itu. Kok berani-beraninya mereka seperti itu. Ini jelas Perbuatan Melawan Hukum," tegas aktivis Larshen Yunus, Ketua PP GAMARI.

Lanjutnya lagi, bahwa pihak PT Hutahaean sampai saat ini tidak memiliki itikad yang baik dalam penyelesaian permasalahan pembayaran pesangon sekitar 40 karyawannya yang sudah diberhentikan. Lebih kurang 40 orang pesangonnya ditahan. Hasil kerja dan keringat karyawannya ditahan.

Aktivis Larshen Yunus

"Bagi kami mereka sangat kejam. Mereka sudah melakukan kejahatan HAM. Mohon kiranya bapak Presiden, para Menteri terkait maupun para Wakil Rakyat berkenan menghadirkan keadilan atas kasus ini. Tolong Kami Pak!" ungkap Larshen Yunus, dengan penuh harapan.

Alumnus Sekolah Vokasi Mediator Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu katakan, bahwa PT Hutahaean wajib mempertanggung jawabkan hal tersebut. Segera berikan hak-hak normatif dari para pekerja. 

Menurut Larshen Yunus, mereka hanya menuntut hak pesangon yang belum dibayarkan pihak PT Hutahaean padahal sudah ada putusan PHI di mana PT Hutahaean harus membayar pesangon itu namun hingga kini belum dibayarkan. Karyawan diberhentikan ada tahun 2017 dan ada pula yang diberhentikan di tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19. Mereka bukan menuntut macam-macam, bukan yang lain, bukan pula yang lebih-lebih. Mereka butuh makan, bukan kaya.

Labersa Waterpark di Provinsi Riau

"Kami sangat muak dari perilaku perusahaan yang suka melakukan praktek akal bulus. Itu PT Hutahaean bukan sekedar perhotelan dan Waterpark saja. Kebun Kelapa Sawit luas di Kabupaten Rokanhulu Riau. Jangan kambing hitamkan kondisi pandemi Covid-19 saat ini," tutur aktivis Riau jebolan Sospol Universitas Riau itu.

Terakhir Larshen Yunus katakan, bahwa pihaknya akan segera menempuh jalur hukum yang lebih serius lagi, yakni terkait dengan upaya kepailitan PT Hutahaean.

"InsyaaAllah kami akan tempuh jalur hukum melalui sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Hutahaean di Kota Medan atau di Jakarta. Mohon do'a restu. PKPU itu adalah gelar sidang, berupa langkah awal sebelum membangkrutkan perusahaan (pailit) karena perusahaan tak mau membayar utangnya atau perkara kepailitan. Okelah putusan PHI PT Hutahaean bisa berkelit tak ada upaya paksa untuk melunasi utangnya kepada sekitar 40 eks karyawannya yang diberhentikan. PT Hutahaean sudah terlalu lama sepele melihat kondisi seperti ini. Ngakunya Covid-19, padahal dia ekspansi, membangun, membuka  hotel baru di Tapanuli Sumatera Utara, iklannya semarak di medsos," tutup aktivis Larshen Yunus, mengakhiri pernyataan persnya, seraya bergegas menuju pesawat Citilink menuju DKI Jakarta. (*/di)