Annas Maamun dan Mantan Anggota Dewan Ini Terjerat Kasus Uang Haram Pembentukan Provinsi Riau Pesisir

Jumat, 22 Oktober 2021 - 21:07:06 WIB

Dari kiri atas searah jarum jam, Annas Maamun, Johar Firdaus, Riky Hariansyah, dan Ahmad Kirjauhari. (ist)

Pekanbaru, Detak Indonesia--Misteri terbongkarnya aroma busuk kasus yang dikenal sebagai uang ketok palu APBD Provinsi Riau 2014 dan Rancangan APBD 2015, ternyata masih menjadi tanda tanya.

Pasalnya, status dua orang mantan Ketua DPRD Provinsi Riau, Drs HM Johar Firdaus MSi dan H Suparman SSos MSi masih dalam polemik Aparat Penegak Hukum.

Diketahui dalam pengakuannya beberapa hari yang lalu, bahwa Johar Firdaus mengaku khilaf dan memastikan bahwa kasus tersebut bukan terkait uang ketok palu seperti yang dimaksudkan. Melainkan aliran uang haram itu merupakan "tanda jadi" dimulainya pekerjaan bagi para Panitia Pembentukan Provinsi Riau Pesisir. 

Dan ada oknum wartawan yang dekat dengan Annas Maamun sibuk dan senang akan dibentuknya Provinsi Riau Pesisir karena akan beruntung kalau terbentuk Provinsi Riau Pesisir. Provinsi Riau Pesisir itu akan meliputi dan akan bergabung beberapa kabupaten/kota seperti Kabupaten Kepulauan Meranti, Rokanhilir, Dumai, Bengkalis, Duri, Siak.

Dalam percakapannya dengan Ketua PP GAMARI, HM Johar Firdaus katakan, bahwa pada saat itu dirinya menjabat sebagai Ketua Panitia Pembentukan Provinsi Riau Pesisir, sebagai tindak lanjut dari Visi-Misi dan Keinganan dari Gubernur Riau pada saat itu, H Annas Maamun. Didapat juga info dari berbagai sumber masyarakat bahwa ada seorang wartawan yang dekat sekali dengan Annas Maamun sangat senang akan dibentuknya Provinsi Riau Pesisir ini. Barangkali ada keuntungan bagi dirinya nanti.

Johar katakan, bahwa semenjak Annas Maamun dilantik sebagai Gubernur Riau, keinginan untuk memekarkan wilayah dan menjadikan provinsi baru, yakni Provinsi Riau Pesisir sangat kuat. Namun ini dirahasiakan dan masyarakat luas tak tahu. Hanya orang-orang tertentu saja yang tahu, terutama yang dekat dekat lingkaran politik Annas Maamun.

Annas yang pada saat itu juga menjabat sebagai Ketua DPD I Partai Golkar Provinsi Riau, sangat ngotot keinginan itu mesti dilakukan.

Dari 65 Anggota DPRD Provinsi Riau, dipilihlah Johar Firdaus sebagai Ketua Panitia, Ahmad Kirjauhari dan Riky Hariansyah, masing-masing menjabat sebagai Sekretaris dan Bendahara Panitia.

Menurut Media Center PP GAMARI, Jumat (22/10/2021) bahwa Ahmad Kirjauhari dan Riky Hariansyah sama sekali tidak memiliki jabatan strategis di Alat Kelengkapan Dewan pada saat itu, namun karena untuk Kepanitiaan Pembentukan Provinsi Baru, maka pertemuan antara mereka bertiga semakin intens.

"Informasi yang kami peroleh, bahwa pada saat itu Gubernur Riau H Annas Maamun mengutus Suwarno, bagian Keuangan Pemprov Riau untuk menghubungi dan bertemu dengan Ahmad Kirjauhari dan Riky Hariansyah. Pertemuanpun dilakukan di Basemant Gedung DPRD Provinsi Riau. Infonya terjadi transaksi pemberian uang sekitar Rp800 juta dari Suwarno kepada Ahmad Kirjauhari. Setelah itu mereka bubar dengan berbagai kesepakatan," ungkap Aktivis Larshen Yunus, Ketua PP GAMARI.

Lanjut Alumni Sekolah Vokasi Mediator Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu, bahwa setelah pertemuan dan diterimanya "uang haram" tersebut, dilakukan kembali pertemuan dengan HM Johar Firdaus, yakni di Hotel Rauda Pekanbaru dan Coffee Twoo. Menurut Aktivis GAMARI, bahwa mereka bertiga bersepakat untuk membagikan sekaligus menikmati "uang haram" dari Suwarno utusan Gubernur Riau H Annas Maamun pada saat itu.

"Perlu kami sampaikan dan publik juga harus tahu, bahwa kronologis kejadian itu masih dalam kondisi peralihan kekuasaan, dari Ketua DPRD Riau Johar Firdaus digantikan oleh Ketua DPRD Riau Suparman. Kami pastikan, bahwa kasus itu murni uang pelicin dari Gubernur Riau Annas Maamun, untuk memuluskan niatnya agar menjadikan Provinsi Riau Pesisir terbentuk. Jujur, di situ Pak Suparman tak bersalah, sesuai dengan Fakta Persidangan. Justru beliau sama sekali tak menerima uang yang dimaksud," tegas aktivis Larshen Yunus, seraya menjadi narasumber Dialog Interaktif PP GAMARI.

Dilansir dari beberapa media nasional, bahwa Minggu depan HM Johar Firdaus dan H Suparman kembali dimintai kesaksiannya, sesuai yang dijelaskan juru bicara Komisi Pemberanrasan Korupsi (KPK), Ali Fikri. Bahwa surat panggilan pemeriksaan terhadap kedua orang mantan Ketua DPRD Riau itu sudah terbit.

Bagi Aktivis Larshen Yunus, isi dari berkas Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru dengan Nomor: 2333 K/Pid.Sus/2017 setebal lebih kurang 155 halaman, hasil dari ketok palu hakim Mahkamah Agung 4 tahun yang lalu terhadap HM Johar Firdaus dan H Suparman akan menjadi alat dan bukti hukum yang kuat bagi Annas Maamun dan beberapa mantan anggota DPRD Provinsi Riau lainnya.

"Infonya masih simpang siur. Ada yang katakan uang haram Rp800 juta dan ada juga yang katakan uang sebesar Rp1,2 miliar dibagi-bagikan ke sejumlah anggota Dewan pada saat itu, sebut saja H Zukri Misran yang dahulu menjabat sebagai Ketua Komisi B DPRD Provinsi Riau, kini happy sebagai Bupati Pelalawan dan H Bagus Santoso SAg MP, dahulu sebagai Ketua Komisi D, kini nyaman dengan jabatan Wakil Bupati Bengkalis, Riau," pungkasnya.

Terakhir, aktivis Riau jebolan Sospol Unri itu juga katakan, bahwa masih banyak lagi nama-nama yang terlibat menikmati aliran uang haram tersebut dan rencananya PP GAMARI dalam waktu dekat melayangkan surat resmi kembali ke KPK, agar misteri terkait kasus rasuah tersebut segera dibongkar habis.

"Yakin dan percayalah, bahwa sehebat apapun kalian menyembunyikan bangke busuk itu, cepat atau lambat akan tercium juga. Aktivis GAMARI tak akan diam dan terus melawan. Berkali-kali kami katakan, ikhtiar ini kami lakukan semata-mata hanya untuk memperbaiki Negeri. Bersama GAMARI, mari rakyat bersama kita lawan Tindak Pidana Korupsi. Kita hadirkan Keadilan ! Ayo Revolusi Mental," ajak Aktivis Larshen Yunus, Muhammad Aji Panangi dan Saipul Nazli Lubis, mengakhiri pernyataan persnya. (*/di)