Giliran Kakanwil BPN Riau Syahril Diperiksa Dugaan Suap Perpanjangan HGU PT AA

Rabu, 25 Mei 2022 - 13:24:22 WIB

Kakanwil BPN Riau Syahril.

Pekanbaru, Detak Indonesia--Sidang kasus dugaan suap perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit yang melibatkan Bupati Kuansing non-aktif Andi Putra kembali digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu, (25/5/2022).

Kasus dengan nomor perkara 21/Pid Sus-TPK/2022/PN Pbr mengagendakan pemeriksaan saksi berikutnya yang digelar di Ruang Sidang Prof Soebakti Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru.

Salah satu saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau, Syahril.

Kakanwil BPN Riau itu tiba di PN Pekanbaru Rabu pagi (25/5/2022) sekira pukul 10.30 WIB didampingi penasihat hukumnya Yopi Febri SH. Syahril langsung memasuki ruangan sidang untuk diambil sumpahnya sebelum memberikan kesaksian. 

Kebun sawit PT Adimulia Agrolestari (PT AA) di Kabupaten Kuansing Riau yang sudah memasuki masa peremajaan/replanting. (Aznil Fajri/Detak Indonesia.co.id)

Selanjutnya, Syahril keluar dari ruangan sidang dan menunggu giliran untuk memberikan kesaksian kasus dugaan korupsi tersebut.

Untuk diketahui, Kakanwil BPN Provinsi Riau telah dituding menerima uang dari General Manager PT Adimulia Agrolestari (PT AA) Sudarso sekira Rp1,2 miliar. Uang itu terkait perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit PT AA tersebut yang akan habis 2024 di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau.

Melalui kuasa hukumnya, Yopi Pebri, dalam keterangannya menjelaskan, kliennya tidak ada keterlibatan dengan terdakwa Sudarso yang perkaranya sedang diperiksa di Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru, Riau.

"Di persidangan (Kakanwil, red) sudah membantah secara tegas, bahwa tidak pernah menerima," kata Yopi, pada Jumat malam lalu (11/2/2022).

Dijelaskan Yopi, pihaknya telah menyarankan untuk upaya hukum terkait tudingan yang disampaikan Sudarso di persidangan beberapa waktu lalu itu. Namun menurutnya, Kakanwil BPN cukup bijak dalam menyikapi tuduhan yang dialamatkan pada dirinya.

"Bapak (Kakanwil BPN, red) lebih memilih klarifikasi. Sebenarnya bapak memiliki hak melakukan upaya hukum, tapi kan bapak pejabat publik, bapak cukup bijak menyikapinya. Kita ikuti saja prosesnya, KPK itu dalam melakukan penyelidikan sangat teliti, nggak akan sembarangan. Makanya, biarkan prosesnya berjalan, kita tunggu sampai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap," jelas Yopi.

Menurutnya, ada tiga poin penting yang ingin ia sampaikan terkait tudingan terhadap kliennya itu.

"Pertama, ketika kliennya diperiksa dalam persidangan sebagai saksi, yang dipertanyakan oleh Majelis Hakim terkait ekspose untuk perpanjangan HGU PT AA. Yang kedua, terkait rekomendasi Bupati Kuansing, dan yang ketiga terkait suap yang diduga kan, dan itu juga sudah dibantah secara tegas oleh Kakanwil BPN Riau Syahril," kata Yopi.

Adapun alasan harus ekspose, karena kebijakan Kakanwil BPN Provinsi Riau untuk dilakukan persiapan atas pengajuan HGU PT AA guna meneliti dan menganalisis apakah berkas permohonan HGU tersebut layak atau tidak layak untuk dilanjutkan permohonannya. Karena sistem aplikasi KKP yang ada di BPN memberikan batas waktu penyelesaian.

"Bila tidak di ekspose, langsung di daftar saja maka akan menjadi tunggakan sebagai kinerja buruk, bilamana tidak bisa selesai dalam batas waktu yang telah ditentukan di internal Kantor Pertanahan," kata Yopi.  

Karena dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian dan pencegahan, dengan dilakukannya ekspose maka berkas tersebut akan kelihatan lengkap atau tidak. Dan semuanya akan menjadi terang-benderang, terbuka, sebagai upaya pencegahan.

"Itu juga sebagai asas kehati-hatian dari beliau (Kakanwil, red), makanya itu diekspos. Ekspos itu melibatkan pemerintah dari provinsi, Dinas Perkebunan, ESDM, PUPR, instansi terkaitlah terkait perpanjangan HGU dan pemerintah kabupaten. Jadi benar-benar dibuat terbuka," ujarnya.

Ekspose juga dilakukan karena objek HGU ini awalnya berada di dua wilayah yaitu Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuansing, akan tetapi plasmanya hanya berada di wilayah Kabupaten Kampar.

"Kesimpulan dari ekspos itu ada sekitar 15 poin yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Itu semua bukan dari BPN, banyak pihak terkait, justru dengan ekspos itu jadi semuanya kan tau, terbuka. Harusnya di situ Bapak (Kakanwil, red) tidak ada seperti yang disampaikan ini. Kebijakan Bapak mencari solusi kebaikan bersama, baik buat pihak perusahaan, baik buat instansi terkait, dan pemerintah setempat," sebut Yopi.

Dikatakannya, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, Pasal 15 dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 7 tahun 2017 Tentang Kewajiban Perusahaan untuk Memfasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat minimal 20 persen.

"Berdasarkan hal tersebut karena objek HGU PT AA berada di dua wilayah Kabupaten, sedangkan PT AA telah memberikan plasma 21,58 persen yakni di Kabupaten Kampar sehingga perlu adanya suatu solusi jalan keluar untuk menghindari adanya kebuntuan pemberian plasma minimal 20 persen di Kabupaten Kuansing. Mengingat ada tiga Kepala Desa yang meminta plasma," ujarnya.

Karena itu, mengapa Kakanwil Provinsi Riau memerlukan rekomendasi Bupati Kuansing? HGU awalnya terdiri dari dua wilayah, yakni HGU itu berada di kabupaten yang sebelum dilakukan pemekaran antara Indagiri Hulu dan Kampar.

"Setelah ada pemekaran Indragiri Hulu menjadi Kuansing dan Kampar. Jadi awalnya itu memang sudah dua wilayah. Dari proses itu, sesuai peraturan yang berlaku bahwa harus ada plasma (perkebunan masyarakat)," sebut Yopi.

Menurut dia, harusnya di situ ada surat rekomendasi dari Dinas Perkebunan. Pihaknya ingin menanyakan kenapa rekomendasi itu hanya di Kampar, kenapa tidak dibuatkan plasma di dua wilayah yakni di Kuansing dan Kampar.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan berkas perkara Andi Putra ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan surat pelimpahan Nomor 24/TUT.01.03/2022 tertanggal 4 Maret 2022 telah diregistrasi di PN Pekanbaru, Senin lalu (7/3/2022).

Juru Bicara (Jubir) KPK Ali Fikri mengatakan, pelimpahan tersebut dilakukan oleh Jaksa KPK Yoga Pratomo dan Mayer Volmae S, pada Senin (7/3/2022).

“Dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru. Saat ini penahanan beralih dan menjadi wewenang Pengadilan Tipikor dan saat ini tempat penahanan terdakwa sementara dititipkan pada Rutan KPK gedung Merah Putih Jakarta,” kata Ali Fikri.

Selanjutnya, Tim Jaksa masih menunggu penetapan Majelis Hakim yang akan ditunjuk dan penetapan hari sidang dengan agenda pertama yaitu pembacaan surat dakwaan.

“Terdakwa Andi Putera didakwa dengan dakwaan, Kesatu: Pasal 12 huruf a UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Kedua: Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,” ujar Ali Fikri.

Andi Putra ditangkap KPK Senin malam (18/10/2021). Kemudian setelah diperiksa selama kurang lebih 19 jam di Mapolda Riau, pada hari Selasa malam (19/10/2021), Andi Putra ditetapkan sebagai tersangka, bersama dengan General Manager PT AA berinisial SDR. Penangkapan Andi Putra itu berkaitan dengan pengurusan izin hak guna usaha PT Adimulia Agrolestari. (azf)