Warga Siak Mulai Terpancing Gejolak Lagi Rencana Eksekusi PN Siak

Sabtu, 30 Juli 2022 - 12:02:57 WIB

Masyarakat Siak Sri Indrapura Kabupaten Siak Riau bersama DPP LSM Perisai Riau menyampaikan keberaran kepada Pengadilan Negeri Siak yang akan melakukan constatering/pencocokan dan eksekusi yang tak tepat sasaran lahannya pada Rabu pagi 3 Agustus 2022 puku

Siak Sri Indrapura, Detak Indonesia -- Dewan Pimpinan Pusat (DPP)  Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Perisai Riau, kembali mengirimkan surat keberatan dan penolakan terhadap rencana Constatering dan Eksekusi lahan seluas 1.300 hektare (ha) di Km 8 tepatnya di Desa Dayun, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak, Riau.

Eksekusi tersebut sesuai rencana akan dilaksanakan Pengadilan Negeri (PN) Siak pada 3 Agustus 2022. Sementara, surat undangan untuk pelaksanaan constatering dan eksekusi telah terbit pada Kamis, (28/7/2022).

Ketua DPP LSM Perisai, Riau, Sunardi SH mengatakan, pihaknya diberikan kuasa untuk mengurus permasalahan tanah milik Indriyani Mok dan kawan-kawan di mana lokasi tanah tersebut telah dijadikan objek constatering dan eksekusi oleh PN Siak.

Sesungguhnya, kata Sunardi, lahan yang akan dilaksanakan eksekusi terhadap PT Karya Dayun sesuai putusan 
No: 04/Pdt.eks-pts/2016 PN Siak tanggal 7 September 2016, bukanlah lahan milik PT Karya Dayun.

"Lokasi yang dimaksudkan itu bukanlah lokasi milik PT Karya Dayun. PT Karya Dayun tidak berada di lokasi constatering dan eksekusi tersebut, sehingga kami selaku pihak yang dikuasakan oleh Indriyani Mok dan kawan-kawan secara tegas kami menolak dan akan melakukan perlawanan terhadap rencana konstatering dan eksekusi yang akan dilakukan oleh PN Siak, Rabu 3 Agustus 2022," tegas Sunardi usai menyerahkan surat penolakan di PN Siak, Jum'at petang (29/7/2022).

Alasannya adalah, pertama instansi yang berwenang dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Siak pada suratnya yang ditujukan kepada PN Siak dengan nomor 271/13-14.08/XI/2016, sudah jelas mengatakan bahwa di lokasi yang akan dilaksanakan constatering dan eksekusi itu bukanlah milik PT Karya Dayun.

"Lahan yang akan dieksekusi itu tidak ada nama PT Karya Dayun, yang ada adalah lahan perkebunan milik orang-perorangan yang telah memiliki Sertipikat Hak Milik (SHM) yang sah dan diakui oleh negara," jelas Sunardi SH.

Kedua, terdapat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dari perwakilan pemilik tanah atau lahan dari lokasi yang juga menjadi objek constatering dan eksekusi Nomor : 198/PK/TUN/2016 tanggal 12 Januari 2017, menyatakan bahwa legalitas PT DSI selaku pemohon eksekusi itu telah dinyatakan tidak berlaku.


 

"Maka surat-surat PT DSI tersebut cacat administrasi dan merupakan pelanggaran hukum apabila surat-surat tersebut digunakan, sehingga apabila proses constatering dan eksekusi tetap dilaksanakan mengacu kepada administrasi yang ada, sedangkan administrasi yang ada sudah dinyatakan cacat hukum, menurut kami merupakan sebuah pelanggaran hukum," tegasnya.

Ketiga, pemilik tanah yang diwakili oleh salah satu pemilik sertifikat telah mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK).

"Sehingga dalam hal ini kami minta kepada PN Siak untuk dapat menghormati dan menghargai proses hukum yang sedang berjalan," paparnya.

Sunardi mengegaskan kembali, seandainya surat pemberitahuan dan keberatan ini tidak diindahkan oleh PN Siak, DPP LSM Perisai bersama seluruh masyarakat selaku pemilik tanah atau kebun siap turun bersama 1.500 orang untuk menyuarakan penolakan atas rencana constatering dan eksekusi yang salah objek tersebut.

"Hari ini juga kami akan memberikan pemberitahuan resmi kepada Polres Siak," ucapnya.

Terkait surat BPN Siak yang menyebut objek lahan yang akan diukur tidak jelas, Sunardi menyebut saat akan melakukan constatering dan eksekusi seharusnya melibatkan pihak pertanahan (BPN).

"Sementara pertanahan sendiri sudah memberikan rekomendasi bahwa lokasi yang akan dilakukan constatering dan eksekusi itu tidak terdapat PT Karya Dayun sebagaimana yang tertuang dalam isi putusan," jelasnya lagi.

Dalam kasus ini, ungkap Sunardi, kalau konstatering dan eksekusi itu tetap dilaksanakan, apa lagi di lokasi yang objeknya tidak jelas maka hal ini dapat kami simpulkan PN Siak telah melawan Undang-Undang.

"Melawan Undang-Undang yang paling dasar yaitu pasal 28 h angka 4 Undang-Undang Dasar RI tahun 1945 yang telah diamandemen. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun," terangnya.

Untuk diketahui, surat perintah constatering dan eksekusi No. 04/Pen.Pdt/Sita.Eks.Pts/2016/PN Siak tanggal 7 September 2016 yang ditujukan kepada Juru Sita tidak menyebutkan batas-batas tanah yang akan disita serta menegaskan letaknya di Km 8 Desa Dayun Kabupaten Siak. Surat itu hanya memerintahkan eksekusi atas lahan/tanah objek perkara seluas ± 1.300 ha yang terletak di Km 8 Desa Dayun Kabupaten Siak. 

Berdasarkan SOP yang menjadi pedoman juru sita dalam melaksanakan sita eksekusi sebagaimana yang disebut dalam SEMA No. 2 tahun 1962 yang ditujukan kepada seluruh Ketua Pengadilan Negeri di Indonesia, perihal cara pelaksanaan sita atas barang-barang yang tidak bergerak mengatur penyitaan itu selalu harus dilakukan di tempat di mana barang-barang itu terletak dengan mencocokkan batas-batasnya dan dengan disaksikan oleh Pamong Desa.

Selanjutnya apabila dalam melakukan penyitaan itu ternyata, bahwa batas-batas dari barang 
yang harus disita tidak cocok, maka hendaknya dalam hal yang demikian itu dibuat suatu berita acara tidak terdapatnya barang-barang yang harus disita.

Menanggapi rencana Tim Eksekusi PN Siak akan turun pada Rabu pagi 3 Agustus 2022 pukul 07.00, ribuan masyarakat tempatan mulai terbakar amarahnya dan siap-siap pasang badan sejak dinihari memperjuangkan hak miliknya yang telah dilindungi Undang-Undang.

Menurut masyarakat mereka sudah standby di lapangan siang malam untuk menghadapi tindakan yang tidak sesuai. Dan siap berdarah-darah demi kebenaran dan siap melawan mafia tanah di Kabupaten Siak. Apalagi warga telah mengetahui bahwa PT Duta Swakarya Indah (PT DSI) tidak ada mengantongi Hak Guna Usaha (HGU). (*/azf)