Asisten I Setdakab Siak, Merasa Kecewa Atas Mangkirnya PT DSI

Selasa, 01 November 2022 - 20:55:49 WIB

Pihak manajemen PT Duta Swakarya Indah (DSI) bosnya Meryani tidak hadir dalam pertemuan dengan masyarakat Kampung Tengah, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak, Riau, yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak, Selasa (1/11/2022). (ist)

Siak Sri Indrapura, Detak Indonesia--Pihak manajemen PT Duta Swakarya Indah (DSI) bosnya Meryani tidak hadir dalam pertemuan dengan masyarakat Kampung Tengah, Kecamatan Mempura, Kabupaten Siak, Riau, yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak.

Pertemuan itu digelar pada Selasa (1/11/2022) tanpa satupun hadir perwakilan dari PT DSI tanpa alasan yang jelas. Pertemuan tersebut tetap dilakukan meski sudah menunggu lebih kurang 30 menit untuk memastikan kehadiran para pihak. Akhirnya, pertemuan berlangsung tanpa ada pihak PT DSI.

Pertemuan tersebut dipimpin Asisten I Setdakab Siak Fauzi Azni, dihadiri Kepala Bagian Pertanahan Setdakab Siak Amin Soimin, Kepala Bagian Hukum Setdakab Siak Asrafli, perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Siak, perwakilan Kantor Camat Mempura, pihak Pemerintahan Kampung Tengah, Bhabinkamtibmas Kampung Tengah Aipda Irhami dan masyarakat yang bersengketa dengan PT DSI.

Puluhan masyarakat yang bersengketa dengan PT DSI ikut hadir pada pertemuan itu. Namun hanya empat orang perwakilan dari masyarakat yang diminta berbicara dalam forum tersebut.

Asisten I Setdakab Siak, Fauzi Azni merasa kecewa atas mangkirnya PT DSI dari panggilan audiensi tersebut. Namun demikian ia berjanji akan meneruskan aspirasi dan keluh kesah warga tersebut ke Bupati Siak Alfedri.

“Pertama, Pemkab Siak tidak bisa mencampuri masalah hukum, poin kedua kami menerima aspirasi dari masyarakat yang disampaikan tadi,” kata Fauzi Azni.

Ia berjanji akan mengundang kembali PT DSI untuk bertemu warga. Ia berharap PT DSI bisa hadir dan membentuk kesepakatan untuk penyelesaian kasus itu.

Dalam forum itu, mantan Kepala Desa Kampung Tengah, Iskandar bin Abubakar (49), sangat menyayangkan sikap PT DSI yang tidak mau menghadiri pertemuan itu. Padahal masyarakat sangat siap berhadapan dengan pihak DSI di dalam forum yang ditengahi Pemkab Siak.

“Undangan Pemkab Siak saja tidak dihormatinya apalagi kami yang masyarakat ini. Saya sebenarnya sudah muak dengan petinggi-petinggi PT DSI itu,” kata Iskandar.

Ia menjelaskan, sengketa lahan masyarakat dengan PT DSI sudah berlangsung cukup lama. Sengketa itu dipicu atas ketidakberesan PT DSI mengganti rugi lahan masyarakat.

“Ada 80 KK mempunyai lahan seluas 191 ha yang belum diganti rugi PT DSI, namun PT DSI tetap berupaya menguasai lahan-lahan ini. Padahal masyarakat mempunyai alas hak berupa SKT atau SKGR, ada yang dari tahun 90 an dan 2.000 an,” ujar Iskandar.

Jika urut, penguasaan lahan oleh masyarakat jauh lebih dahulu dibanding kedatangan PT DSI. Selain itu, ganti rugi yang dilakukan DSI jauh lebih murah dibanding harga pasar.

“Dalam prosesnya juga banyak yang janggal, kadang tidak lagi berdasarkan surat yang dimiliki warga, ada ganti rugi dilakukan hanya berdasarkan KTP saja,” kata dia.

Meskipun Iskandar menjabat sebagai Kepala Desa Kampung Tengah, Mempura, dirinya tetap menjadi korban PT DSI. Ia mempunyai lahan seluas 4 ha, di dua lokasi terpisah. Lahan itu sudah ditanaminya karet namun digarap oleh PT DSI.

“Lima ekskavator PT DSI di lahan saya, mereka meratakan karet yang sudah tumbuh baik,” sebutnya.

Peristiwa itu terjadi pada 2013. Setelah lahan milik Iskandar berhasil digarap barulah ditawarkan uang sagu hati. Seluas 1 ha lahan milik Iskandar hanya diganti Rp5 juta.

“Lahan sudah bagus, sudah ditanami tentu harga segitu tidak sesuai dengan harga pasar. Tapi ya bagaimana lagi, daripada tidak dapat sama sekali saya akhirnya menandatangani juga. Saya menyesal sebenarnya dan membenci perlakuan PT DSI tersebut,” bebernya.

Iskandar mengaku, jika lahan tidak diberikan kepada PT DSI ia juga tidak sanggup untuk melawan PT DSI. Apalagi jika dihadapkan ke masalah hukum, jangankan masyarakat dia sebagai Kepala Desa saja merasa kalah.

“Kondisi ini sebenarnya diketahui Pemkab Siak waktu itu tetapi saya merasa tidak ada yang memihak saya. Ibarat lidi, saya hanya sebatang, bagaimana mungkin membersihkan sampah,” katanya.

Pengalaman itu menjadikan Iskandar ikut membela masyarakat yang bisa mempertahankan lahannya sampai sekarang. Ia berpesan agar masyarakat yang lain tetap bertahan dan tidak mau diganti rugi dengan harga lebih murah.

Warga lainnya, Raflen juga mengatakan masalah warga dengan PT DSI sudah berlangsung cukup lama. Di samping itu, PT DSI membuat 12 warga Kampung Tengah terlapor di Polda Riau.

“Tuduhannya adalah mencuri sawit, padahal warga panen di ladang sawitnya sendiri dituduh mencuri sawit PT DSI. Sampai sekarang kasus itu masih ada di Polda Riau, sehingga nasib 12 petani yang terlapor belum jelas,” kata Raflen.

Menurut Raflen, masalah dengan PT DSI paling panjang baginya, namun pihaknya terus berjuang. Sebagian lahan yang disebut sudah diganti rugi oleh PT DSI juga tidak dapat dipercaya.

“PT DSI menggunakan KTP warga untuk mengganti rugi, tetapi pemilik KTP belum tentu ada lahan di sana,” ungkapnya.

Sementara itu, warga Kampung Benteng Hulu, Arkadius mengaku juga mempunyai lahan di Kampung Tengah seluas 2 ha. Lahan tersebut nyaris diambil PT DSI. Jika dia tidak melawan ia memastikan lahan tersebut akan digarap PT DSI.

“Jadi selagi ada PT DSI kami merasa belum aman. Karena itu kami akan berjuang mempertahankan apa yang telah menjadi hak kami sampai kami sudah tiada lagi,” ucap Arkadius.

Lalu, Aipda Irhami juga amat perhatian dengan nasib masyarakat yang diayominya. Terlebih banyaknya warga yang dilaporkan PT DSI ke Polda Riau.

“Di kampung Tengah ada rumah restoratif justice, apakah bisa kita dorong penyelesaian permasalahan hukum ini melalui rumah restoratif justice tersebut, sehingga permasalahan hukum dapat diselesaikan dengan upaya damai,” tutup Irhami. (*/tim)