Constatering dan Eksekusi Tetap Dilaksanakan, Pakar Sebut Itu Kejahatan yang dilakukan oleh Negara

Selasa, 13 Desember 2022 - 22:44:53 WIB

Pelaksanaan Constatering/pencocokan dan Eksekusi, yang tak bisa dihalangi di Desa Dayun Siak Riau, Senin (12/12/2022). Tapi pakar hukum menyebut kalau itu tetap dilaksanakan karena ada hak-hak orang yang harus dilindungi terus tidak dilindungi, itu yang

Dayun, Detak Indonesia--Kontroversi konflik kepemilikan lahan di Desa Dayun Kabupaten Siak Riau antara PT Duta Swakarya Indah (PT DSI) dengan masyarakat Desa Dayun akhirnya berujung eksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Siak pada Senin (12/12/2022).

Aparat kepolisian Polres Siak dibantu personel Brimob dan Personel Samapta Polda Riau dan lain-lain berhasil merangsek dan membuka barikade pagar betis ratusan massa yang menghadang polisi. Polisi berhasil masuk ke dalam lahan milik warga dan petugas Tim Eksekusi PN Siak membacakan eksekusi. 

Lahan seluas kurang lebih 1.300 hektare itu dieksekusi dengan pengamanan super ketat dari personel gabungan Polres Siak dan Polda Riau.

Massa yang tidak terima lahan mereka yang bersertifikat dieksekusi, mencoba melakukan penghadangan untuk mempertahankan hak mereka. Namun upaya mereka sia-sia, karena jumlah personel polisi jauh lebih banyak dibanding masyarakat.

Kapolres Siak, AKBP Ronal Sumaja saat dikonfirmasi Selasa (13/12/2022) mengatakan, pihaknya menurunkan kurang lebih 700 personel gabungan.

"(Sekitar, red) 700 lebih," ujarnya melalui pesan singkat, Selasa sore (13/12/2022).

Dalam aksi penolakan itu, polisi menangkap 10 orang yang dianggap sebagai provokator.

"Kita amankan 10 orang, namun sudah dilepaskan karena dilakukan pembinaan saja," jelas Ronal.

Ia menjelaskan, beberapa orang tersebut diamankan untuk menghindari rusuh dan tindak pidana.

"Ini yang betul, kalaupun sempat terjadi penghadangan dan beberapa massa diamankan sesuai aturan atau tindakan tegas terukur untuk menghindari rusuh dan tindak pidana. Secara umum lancar dan aman," jelasnya.

Terkait pengamanan di lokasi yang sudah dieksekusi tersebut, kata Ronal, pihak kepolisian masih melakukan pemantauan dan monitoring.

"Kita monitoring aja, karena hanya pengukuran dan penyerahan, bukan pengosongan lahan," ujarnya.

Terpisah, ahli Hukum Pidana Forensik, Dr Robintan Sulaiman SH MH MA MM CLA secara independen berpendapat tentang kedudukan Sertifikat (SHM) milik warga yang berada di dalam objek eksekusi.

Dijelaskannya, tidak ada satupun yang bisa membatalkan sertifikat tersebut, bahkan Presiden sekalipun. Tapi, ada dua cara yang bisa membuat sertifikat itu bisa dibatalkan.

"Yang bisa membatalkan itu pertama BPN itu sendiri dan di PTUN kan. Jadi selama orang itu ada sertifikat, itu haknya dilindungi. Mesti dicek semua, constatering/pencocokan itu bukan seperti orang mengukur baju, jadi dia itu harus clear dan ada lagi yang dienclave," tegasnya.

Terkait pengamanan constatering dan eksekusi oleh pihak polisi, Dr Robintan berpendapat bahwa setiap orang berhak mendapat pengamanan dari pihak kepolisian.

"Polisi itu melindungi siapa saja, jadi kita boleh minta (pengamanan, red) dan orang lain boleh minta. Jadi kita nggak bisa menghalangi (Constatering dan Eksekusi, red) juga. Tapi kalau itu tetap dilaksanakan karena ada hak-hak orang yang harus dilindungi terus tidak dilindungi, itu yang disebut kejahatan yang dilakukan oleh Negara," tuturnya.

Ia menggaris bawahi bahwa pihak kepolisian tidak boleh melakukan kekerasan. 

"Dia bisa bertindak ketika ada kondisi yang membahayakan atau terjadi anarkis," jelasnya.

Ricuh Saat Proses Eksekusi

Suasana mencekam dan menakutkan terlihat saat massa mencoba menghadang pihak kepolisian. Polisi terlihat menyeret massa dan tangannya dipiting. Mereka yang ditangkap ini diangkut dengan mobil pribadi. 

Di saat bersamaan ada juga dari kalangan massa yang ditarik dan diseret ke pinggir jalan. Terlihat seorang oknum polisi berseragam nampak seperti memukul seorang pria yang naas tertangkap. Aksi oknum ini terlihat oleh seorang anggota Brimob yang berseragam hitam. Anggota Brimob ini memarahi si oknum polisi yang memukul itu agar tidak memperlakukan massa dengan tindakan semena-mena. 

Setelah seorang demi seorang berhasil ditangkap, kekuatan massa makin berkurang. Polisi terus maju ke arah pintu masuk perkebunan sawit milik warga. Salain itu, polisi juga menembakkan air dari mobil water canon ke arah ban yang membara dibakar massa yang mengepulkan asap tebal. Tekanan seperti itu membuat massa semakin terurai. 

Polisi akhirnya tiba di pintu masuk menuju perkebunan sawit milik warga. Beberapa unit mobil, truk, bus sekolah anak-anak perkebunan dan alat berat dijadikan untuk memblokir jalan tersebut. Polisi berupaya mendorong mobil yang melintang menghalangi di pintu masuk perkebunan milik warga. 

Akhirnya polisi menggunakan motor Bhabinkamtibmas untuk masuk ke dalam perkebunan melewati sisi pinggir jalan yang diblokir. Polisi-polisi yang mengendarai motor tersebut nampak membonceng Juru Sita PN Siak Al Khudri dan sejumlah petugas dari PN Siak yang membawa berkas, serta alat ukur. 

Juru Sita PN Siak Al Khudri akhirnya membacakan constatering di titik 18. Namun pembacaan ini tidak dihadiri oleh pihak Termohon (PT Karya Dayun). Setelah itu langsung dilakukan pengukuran dan penentuan titik koordinat. 

"Semuanya ada 18 titik yang harus dilaksanakan," kata Al Khudri. 

Juru sita dan rombongan ini bekerja sekitar 4 jam melakukan pengambilan titik koordinat. Kemudian ia membacakan eksekusi untuk 1.300 ha lahan tersebut. (*/di/tim)